Dharma Wacana
Dalam
ajaran agama Hindu, untuk mengenalkan agama kepada umat melalui beberapa cara,
yaitu ; Dharma Vidya, Dharma Tula, Dharma Wacana, Dharma Gita dan Dharma Yatra.
Untuk itu, bagi seorang yang menjadi tetua (Orang yang dituakan dilingkungan),
meski harus bias menjadi seorang penerang bagi umatnya. Dengan melaksanakan
beberapa jalan tersebut di atas.
Disini
saya akan mencoba untuk berbagi tentang menyampaikan pesan-pesan Dharma atau Dharmawacana kepada umat. Di bawah ini saya mengangkat tema pesan Dharma yaitu ; implentasi
ajaran tri hita Karana dalam kehidupan
Om Swastyastu,
Pada hari yang
berbahagia ini saya ingin menyampaikan sedikit ulasan tentang” Tri Hita Karana”.
Tri Hita Karana merupakan suatu konsep atau ajaran dalam agama Hindu yang
selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup secara rukun dan
damai. Tri hita Karana bisa
diartikan Secara leksikal yang berarti tiga penyebab kesejahteraan. Yang mana
Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya sejahtera, dan Karana yang artinya
penyebab. Adapun tiga hal tersebut adalah parhayangan, pawongan, dan palemahan.
Konsep Tri Hita Karana muncul berkaitan dengan keberadaan desa adat di Bali.
Hal ini disebabkan oleh terwujudnya suatu desa adat di Bali bukan saja merupkan
persekutuan daerah dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam
masyarakat, namun juga merupakan persekutuan bersama dalam kepercayaan memuja
Tuhan. Dengan kata lain bahwa ciri khas desa adat di Bali harus mempunyai unsur
wilayah, orang-orang atau masyarakat yang menempati suatu wilayah serta adanya
tempat suci untuk memuja Tuhan.
Pembagian ajaran Tri Hita Karana meliputi;
Parhayangan
Parhyangan berasal dari kata hyang yang artinya Tuhan. Parhayangan
berarti ketuhanan atau hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka
memuja ida sang hyang widhi wasa. Dalam arti yang sempit parhyangan berarti
tempat suci untuk memuja tuhan.
Menurut tinjauan Dharma
susilanya, manusia menyembah dan berbhakti kepada tuhan disebabkan oleh
sifat-sifat parama (mulia) yang dimilkinya. Rasa bhakti dan sujud pada tuhan
timbul dalam hati manusia oleh karena sanghyang widhi maha ada, maka kuasa,
maha pengasih yang melimpahkan kasih dan kebijaksanaan kepada umatnya.
Kita Sebagai umat yang beragama yang bernaung dibawah perlindungannya
sangat berutang budi lahir bhatin kepada beliau. Dan utang budhi tersebut tak
akan terbalas oleh apapun. Karena hal tersebut diatas, maka satu-satunya Dharma/susila
yang dapat kita sajikan kepada beliau hanyalah dengan jalan menghaturkan parama
suksmaning idep atau rasa terima kasih kita yang setinggi-tingginya kepada
beliau.
Adapun contoh implementasi rasa
syukur kita kepada tuhan adalah dengan jalan :
- Dengan khidmat dan sujud bhakti menghaturkan yadnya dan persembahyangan kepada tuhan yang maha esa).
- Berziarah atau berkunjung ketempat-tempat suci atau tirta yatra untuk memohon kesucian lahir dan bhatin.
- Mempelajari dengan sungguh-sungguh ajaran-ajaran mengenai ketuhanan, mengamalkan serta menuruti dengan teliti segala ajaran-ajaran kerohanian atau pendidikan mental spiritual. Dalam Bhagawadgita IX.14 dikatakan bahwa :
“Satatam kirtayatom mam
Yatantas ca drsha vrtatah
Namasyantas ca mam bhatya
Ni tyayuktah upsate”
Yang artinya adalah :
Berbuatlah
selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada
putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta
dengan kebaktian yanbg kekal adalah dekat dengan-Ku.
Disamping itu rasa bhakti
kepada ida sanghyang widhi wasa itu timbul dalam hati manusia berupa sembah,
puji-pujian, doa penyerahan diri, rasa rendah hati dan rasa berkorban untuk
kebajikan. Kita sebagai umat manusia yang beragama dan bersusila harus
menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada kebenaran,
kejujuran, keikhlasan, dan keadilan.
Dengan demikian jelaslah
begaimana hubungan antara sanghyang widi dengan manusia. Hubungan ini harus
dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih suci lahir
bhatin. Sesuai dengan swaDharmaning umat yangb religius, yakni untuk dapat
mencapai moksartam jagad hita
ya ca itri Dharma, yakni kebahagiaan hidup duniawi dan kesempurnaan
kebahagioan rohani yang langgeng (moksa).
Pawongan
Pawonan berasal dari kata wong
(dalam bahasa jawa) yang artinya orang. Pawongan adalah perihal yang berkaitan dengan orang
dalam satu kehidupan masyarakat, dalam arti yang sempit pawongan adalah kelompok
manusia yang bermasyarakat yang tinggal dalam satu wilayah.
Pada mulanya Tuhan yang lebih
dulu menciptakan bhuwana atau alam, maka munculah palemahan, setelah itu
barulah beliau menciptakan manusia beserta mahluk hidup lainya. Setelah manusia
berkembang dan menghimpun diri dalam kehidupan bersama dan mendiami suatu
wilayah tertentu maka muncullah masyarakat yang disebut dengan pawongan.
Selain menyelaraskan hubungan
atman dengan paramatman atau hubungan manusia dengan tuhan, kita sebagai mahluk
sosial juga harus membina hubungan dengan sesama Manusia dan mahluk lainya.
Yang dimaksud dengan hubungan antar manusia dan mahluk lain ini adalah hubungan
antar anggota keluarga , masyarakat, antara anak, suami dan istri dan lainnya.
Hubungan manusia dengan mahluk lainya hendaknya dapat menciptanya suasana
rukun, harmonis, dan damai serta saling bantu membantu satu sama lain dengan
hati yang penuh dengan cinta kasih. Yang mana kasih merupakan dasar kebajikan.
Kasih muncul dari dalam kalbu yang merupakan alam paramatman, yaitu lama ananda
(kebahagiaan).
Dalam manu smerti II,138
disebut :
“satyam bruyat priyam bruyam
na bruyam satyam, priyam
canartam, bruyat esa Dharmah
sanatanah”
yang artinya:
berkatalah yang sewajarnya
jangan mengucapkan kata kata yang kasar. Walaupun kata-kata itu benar, jangan
pula mengucapkan kata-kata lemah lembut namun dusta. Inilah hukum susila yang
abadi(sanatana Dharma).
Perilaku yang baik adalah dasar
mutlak dalam kehidupan sebagai manusia, karena dengan berbuat susila manusia
dapat meningkatkan taraf hidupnya baik di alam sekala maupun di alam niskala.
Palemahan
Palemahan berasal dari kata
lemah yang artinya tanah. Palemahan juga berati bhuwana atau alam. Dalam artian
yang sempit palemahan berarti wilayah sutu pemukiman atau tempat tinggal.
Manusia hidup dimuka bumi ini memerlukan
ketentraman, Kesejukan, ketenangan dan kebahagiaan lahir dan bhatin. Untuk
mencapai tujuan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa bhuwana agung (alam
semesta). Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang melandasi
terjadinya hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta ini.
Untuk tetap menjaga
keseimbangan dan keharmonisan alam, umat Hindu melaksanakan upacar tumpek uye
(tumpek kandang), yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hidup binatang dan
melaksanakan upacara tumpek wariga (tumpek bubuh) untuk melestarikan
tumbuh-tumbuhan..
Demikianlah penjelasan mengenai
pembagian dari tri hita Karana tersebut. Arti penting ajaran Tri hita Karana
ini merupakan ajaran agama Hindu yang universal. Ajaran tri hita Karana
mengarahkan manusia untuk selalu mengharmoniskan hubungan manusia dengan sang
pencipta, manusia dengan alam semesta, dan hubungan manusia dengan alam semesta
atau lingkunganya.
Arah dan sasaran dari tri hita Karana
adalah mencapai mokrastham
jagad hita ya ca iti Dharma, yakni
mencapai kebahagiaan lahir dan bhatin sehingga dengan keharmonisan maka
tercapailah kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yakni
bersatunya atman dengan paramatman.
Implementasi
Ajaran Tri Hita Karana Dalam Rumah Tangga
Berbicara kebahagiaan atau
mengenai Tri Hita Karana tidaklah bisa dipisahkan antara pawongan, palemahan
dan parahyangan sebab antara satu dan yang lainya saling keterikatan yang mana
implementasi ketiga ajaran tersebut menentukan kebagaiaan manusia dan alam
semesta ini sebab dalam Tri Hita Karana tidak saja hubungan antara manusia
saja, melainkan hubungan dengan alam dan tuhan pula diajarkan.
Implementasi Tri Hita Karana
sesungguhnya dapat diterapkan dimana dan kapan saja dan idealnya dalam setiap
aspek kehidupan manusia dapat menerapkan dan mempraktekan tri hita Karana ini
yang sangat sarat dengan ajaran etika yakni tidak saja bagaimana kita diajarkan
bertuhan dan mengagungkan tuhan namun bagaimana srada dan bhakti kita kepada
tuhan melalaui praktik kita dalam kehidupan sehari-hari seperti mengahargai
antara manusia dan alam semesta ini yang telah memberikan kehidupan bagi kita.
Dalam kehidupan sehari-hari
setiap manusia selalu mencari kebahagiaan dan selalu mengharapkan agar dapat
hidup secara damai dan tentram baik antara manusia dalam hal ini tetangga yang
ada dilingkungan tersebut maupun dengan alam sekitarya. Hubungan tersebut
biasanya terjalin dengan tidak sengaja atau secara mengalir saja terutama
dengan manusia namun ada juga yang tidak memperdulikan hal tersebut dan
cenderung melupakan hakekatnya sebagai manusia sosial yang tak dapat hidup
sendiri. Dalam kehidupan manusia, segala sesuatu berawal dari diri sendiri dan
kemudian berlanjut pada keluarganya. Dalam keluarga, manusia akan diberikan
pengetahuan dan pelajaran tentang hidup baik tentang ketuhanan ataupun etika
oleh orang tua atau pengasuh kita (wali), dan beranjak dari hal tersebut pula
orang tua secara perlahan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam tubuh dan
pikiran setiap anak-anaknya melalui praktik maupun teori. Begitu pula halnya
dengan pendidikan atau pemahaman tentang tri hita Karana itu sendiri, secara
sadar maupun tidak sadar hal tersebut atau nilai-nilai ajaran tersebut sudah
ditanamkan oleh orang tua melalui praktik kepada anak-anaknya seperti
mengajarkan anaknya untuk mebanten saiban. Memang hal ini manpak sepele namun
jika kita mampu mengkaji lebih dalam sesungguhnya hal ini mengandung nilai
pendidikan yang sangat tinggi meskipun orang tua kebanyakan tidak mampu
menjelaskan secara logika dan benar makna dari tindakan tersebut.
Selain hal tersebut diatas
masih banyak hal terkait implementasi tri hita Karana yang dapat dilakukan
dalam kehidupak keluarga, seperti mebanten ketika hendak melakukan suatu
kegiatan seperi membuka lahan perkebunan yang baru. Hal ini jika dikaji tidak
hanya penghormatan kepada alam namun penghormatan kepada tuhan melalui tindakan
yang secara kasat mata meminta ijin beliau untuk memakai alam tersebut untuk
kebutuhan manusia. Interaksi manusia dengan alam dan Tuhan yang nampak pada
kegiatan tersebut hampir tidak pernah diperbincangkan oleh manusia dan
menganggap hal tersebut sebagi hal yang biasa, namun demikianlah umat Hindu
mengimani ajaran Tri Hita Karana yang mana implementasinya sendiri terkadang
dilakukan secara tidak sengaja namun mengena pada sasaran.
Mengenai hubungan manusia
dengan sesam (pawongan), ajaran tri hita Karana nampak pada upacara manusia
yadnya misalnya upacara otonan yang mana yang dilakukan untuk memperingati hari
kelahiran kita dan
bersyukur kepada tuhan karena telah dilahirkan. Ajaran Tri Hita Karana tidak
bisa diterapkan dalam satu bidang saja namun ada keterkaitannya dengan yang
lain seperti contoh diatas, tidak saja untuk manusia dilakukan upacara tersebut
namun ditujukan pula kepda tuhan. Demikian mulianya huhungan yang diajarkan tri
hita Karana pada manusia yang selalu menekankan kepada manusia agar selalu
ingat bahwa kita didunia ini tidaklah hidup sendirian, ada tentangga dalam hal
ini manusia lain yang kita butuhkan sebagai mahluk sosial, ada alam yang
memberi kita berkah agar bisa meneruskan hidup dan ada tuhan sebagai pencipta
kita. Sehingga kita senantiasa harus menjaga hubungan tersebut agar terjadi
keseimbangan dalam hidup ini. Demikianlah contoh secara gamlang yang dapat
diuraikan selain masih banyak lagi contoh lain yang terkait mengenai hal
tersebut yang mana bisa dimulai dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan
keluarga, sebab dalam keluarga banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang
nilai-nilai serta konsep ketuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak
diberikan hal itu sedini mungkin.
Demikianlah sedikit ulasan yang
dapat saya sampaikan pada hari yang berbahagia ini.
Semoa apa yang di saya jelaskan
tadi dapat diterapkan dalam kehidupan kita supaya tercipta suatu keadaan yang
harmonis, tentram dan damai.
Om Santih, Santih, Santih Om.
No comments:
Post a Comment