Sri Ganesa
Ganesa (Dewanagari: गणेश; IAST: Ganeṣa) adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu,
yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung,
Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai penjuru India; termasuk Nepal,Tibet dan Asia Tenggara.
Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah,
berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar.
Dalam tradisi pewayangan,
ia disebut Bhatara Gana,
dan dianggap merupakan salah satu putra Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa
memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke
umat Jaina, Buddha,
dan di luar India. Meskipun
ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah
untuk dikenali. Ganesa masyhur sebagai "Pengusir segala rintangan"
dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan
"Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung
seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan
kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai
pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara. Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya
dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa
muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta,
meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda. Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia
dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9.
Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya,
(Sanskerta: गाणपत्य; gāṇapatya),
yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu. Kitab utama yang didedikasikan untuk
Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana,
dan Ganapati Atharwashirsa.
Ganesa memiliki banyak gelar dan nama pujian, termasuk Ganapati dan Wigneswara.
Gelar dalam agama Hindu yang dipakai sebagai penghormatan, yaitu Sri (Sanskerta:
श्री; śrī,
juga dieja Shri atau Shree) seringkali ditambahkan
di depan namanya. Salah satu cara yang terkenal dalam memuja Ganesa adalah
dengan menyanyikan Ganesa Sahasranama, sebuah doa pengucapan
"seribu nama Ganesa". Setiap nama dalamsahasranama mengandung
arti berbeda-beda dan melambangkan berbagai aspek dari Ganesa. Sekurang-kurangnya
ada dua versi Ganesa Sahasranama; salah satu versi diambil dari Ganeshapurana,
yaitu sastra Hindu untuk menghormati Ganesa.
Nama Ganesa adalah sebuah kata majemuk dalam bahasa Sanskerta,
terdiri dari katagana (Sanskerta:
गण; gaṇa),
berarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan, dan isha (Sanskerta:
ईश; īśa),
berarti penguasa atau pemimpin. Kata gana ketika
dihubungkan dengan Ganesa seringkali merujuk kepada para gana, pasukan makhluk setengah dewa yang
menjadi pengikut Siwa. Istilah itu
secara lebih umum berarti golongan, kelas, komunitas, persekutuan, atau
perserikatan. Ganapati (Sanskerta:
गणपति ; gaṇapati),
nama lain Ganesa, adalah kata majemuk yang terdiri dari kata gana,
yang berarti "kelompok", dan pati, berarti
"pengatur" atau "pemimpin". Kitab Amarakosha, yaitu
kamus bahasa Sanskerta, memiliki daftar delapan nama
lain Ganesa: Winayaka, Wignaraja (sama dengan Wignesa), Dwaimatura (yang
memiliki dua ibu), Ganadipa (sama dengan Ganapati dan Ganesa), Ekadanta (yang
memiliki satu gading), Heramba, Lambodara (yang
memiliki perut bak periuk, atau, secara harfiah,
yang perutnya bergelayutan), dan Gajanana (yang bermuka gajah).
Winayaka (Sanskerta: विनायक ; vināyaka) adalah nama umum bagi Ganesa yang
muncul dalam kitab-kitab Purana Hindu dan Tantra agama Buddha. Nama
ini mencerminkan sebutan terhadap delapan kuil Ganesa yang terkenal di Maharashtra yang
masyhur sebagai astawinayaka. Nama Wignesa (Sanskerta:
विघ्नेश; vighneśa)
dan Wigneswara (Sanskerta:
विघ्नेश्वर;vighneśvara)
(Penguasa segala rintangan) merujuk kepada tugas utamanya dalam mitologi Hindu sebagai
pencipta sekaligus penyingkir segala rintangan (vighna).
Lukisan Ekadanta atau "Ganesa bergading
satu", dari daerah Mysore, negara bagian Karnataka, India.
Nama yang masyhur bagi Ganesa dalam bahasa Tamil adalah Pille atau Pilleyar ("anak
kecil"). A. K. Narain membedakan arti istilah-istilah tersebut dengan
mengatakan bahwapille berarti seorang "anak" sementara pilleyar berarti
seorang "anak yang mulia". Dia menambahkan bahwa kata pallu, pella,
dan pell dalam bahasa-bahasa
rumpun Dravida berarti "gigi atau gading gajah", namun lebih
lazim diartikan "gajah". Seorang
penulis buku yang bernama Anita Raina Thapan menambahkan bahwa akar kata pillepada
nama Pillaiyar mungkin aslinya berarti "gajah muda",
karena kata pillaka dalam bahasa Pali berarti
"gajah muda".
Ganesa adalah figur yang
terkenal dalam kesenian India. Citra tentang Ganesa menjamur di berbagai
penjuru India sekitar abad ke-6. Tidak seperti dewa-dewi lainnya,
penggambaran sosok Ganesa memiliki berbagai variasi yang luas dan pola-pola
berbeda yang berubah dari waktu ke waktu. Dia kadangkala digambarkan berdiri,
menari, beraksi dengan gagah berani melawan para iblis, bermain bersama
keluarganya sebagai anak lelaki, duduk di bawah, atau bersikap manis dalam suatu
keadaan.
Biasanya
Ganesa digambarkan berkepala gajah dengan perut buncit. Patungnya
memiliki empat lengan, yang merupakan penggambaran utama tentang Ganesa. Dia
membawa patahan gadingnya dengan tangan kanan bawah dan membawa kudapan manis,
yang ia comot dengan belalainya,
pada tangan kiri bawah. Motif Ganesa yang belalainya melengkung tajam ke kiri
untuk mencicipi manisan pada tangan kiri bawahnya adalah ciri-ciri yang utama
dari zaman dulu. Patung yang lebih primitif di Gua Ellora dengan ciri-ciri umum tersebut,
ditaksir berasal dari abad ke-7. Dalam perwujudan yang biasa, Ganesa
digambarkan memegang sebuah kapak atau angkusa pada tangan sebelah atas dan sebuah
jerat pada tangan atas lainnya.
Pengaruh
unsur-unsur kuno dalam susunan penggambaran tersebut masih bisa diamati dalam
penggambaran Ganesa secara kontemporer. Dalam sebuah penggambaran modern,
satu-satunya variasi terhadap unsur-unsur kuno adalah tangan kanan bawah Ganesa
tidak memegang patahan gading namun seolah-olah terarah ke mata
pengamat dengan gerak tangan yang melambangkan perlindungan atau penyingkir
ketakutan (abhaya mudra). Kombinasi yang sama terhadap empat
lengan dan atribut, muncul pada patung Ganesa yang sedang menari, yang
merupakan tema terkenal.
Ganesa digambarkan
berkepala gajah semenjak awal kemunculannya dalam kesenian India. Mitologi dalam Purana memberi
beberapa penjelasan mengenai kejadian yang menyebabkannya berkepala gajah.
Salah satu perwujudannya yang terkenal, yakni Heramba-Ganapati, memiliki lima
kepala gajah, dan variasi kecil lainnya pada jumlah kepala diketahui. Sementara
beberapa kitab mengatakan
bahwa Ganesa terlahir dengan kepala gajah, pada cerita yang terkenal dikatakan
bahwa ia memperoleh kepala gajah di kemudian hari. Motif utama yang terulang
dalam cerita-cerita tersebut adalah bahwa Ganesa lahir dengan tubuh dan kepala
manusia, kemudian Siwa memenggalnya ketika Ganesa mencampuri
urusan antara Siwa dan Parwati. Kemudian Siwa mengganti kepala asli
Ganesa dengan kepala gajah. Detail kisah pertempuran dan penggantian kepala,
memiliki beragam versi menurut sumber yang berbeda-beda. Dalam kitab Brahmawaiwartapurana terdapat kisah yang cukup menarik.
Saat Ganesa lahir, ibunya, Parwati, menunjukkan bayinya yang baru lahir
ke hadapan para dewa. Tiba-tiba, Dewa Sani (Saturnus), yang konon memiliki mata terkutuk,
memandang kepala Ganesa sehingga kepala si bayi terbakar menjadi abu. Dewa Wisnu datang menyelamatkan dan mengganti
kepala yang lenyap dengan kepala gajah. Kisah lain dalam kitab Warahapurana mengatakan bahwa Ganesa tercipta
secara langsung oleh tawa Siwa. Karena Siwa merasa Ganesa terlalu memikat
perhatian, ia memberinya kepala gajah dan perut buncit.
Nama
Ganesa pada mulanya adalah Ekadanta (satu gading), merujuk kepada gadingnya yang utuh hanya berjumlah
satu, sedangkan yang lainnya patah. Beberapa citra menunjukkan ia sedang membawa patahan
gadingnya. Hal penting di balik penampilan khusus ini dikandung dalam kitab Mudgalapurana, yang mengatakan bahwa nama
penjelmaan Ganesa yang kedua adalah Ekadanta. Perut buncit Ganesa muncul
sebagai ciri-ciri khusus pada kesenian patung sejak
zaman dulu, yang ditaksir sejak periode Gupta (sekitar abad IV-VI). Penampilan
ini amat penting, karena menurut Mudgalapurana,
dua penjelmaan Ganesa yang berbeda memakai nama yang diambil dari Lambodara (perut buncit, atau, secara harfiah, perut bergelantungan) dan Mahodara (perut besar). Kedua
nama tersebut merupakan kata
majemuk dalam bahasa Sanskerta yang melukiskan bagaimana
keadaan perutnya. Kitab Brahmandapurana mengatakan bahwa Ganesa bernama
Lambodara karena segala semesta (yaitu "telur
alam semesta"; IAST: brahmāṇḍa) pada masa lalu,
sekarang, dan yang akan datang ada di dalam tubuhnya. Jumlah lengan Ganesa
bervariasi; wujudnya yang terkenal memiliki sekitar dua sampai enam belas
lengan. Banyak
penggambaran tentang Ganesa yang menampilkan ia bertangan empat, yang telah
disebut dalam Purana dan
ditetapkan sebagai wujud standar dalam beberapa kitab tentang ikonografi. Wujudnya pada masa awal memiliki
dua lengan. Wujud
dengan 14 dan 20 lengan muncul di India Tengah selama abad ke-9 dan abad ke-10. Ular adalah tampilan yang umum dalam
penggambaran tentang Ganesa dan muncul dalam beragam bentuk. Menurut Ganesapurana, Ganesa melilitkan ular Basuki di lehernya. Penggambaran lain tentang
ular meliputi kegunaannya sebagai benang suci (IAST: yajñyopavīta) yang dililitkan
melingkari perut sebagai sabuk, dipegang di tangan, dililitkan di pergelangan
kaki, atau dipakai sebagai mahkota. Pada dahi Ganesa kemungkinan ada mata
ketiga atau simbol sekte Siwa (Sanskerta: tilaka),
yang berupa tiga garis mendatar. Ganeshapurana mengatakan bahwa tanda tilaka sama
saja dengan bulan sabit pada dahi kepala. Wujud tertentu dari Ganesa yang disebut Bhalachandra (IAST: bhālacandra; "Bulan di
dahi") memasukkan unsur penggambaran tersebut. Namun warna lain yang spesifik dihubungkan dengan
wujud tertentu. Beberapa contoh mengenai hubungan warna dengan
gerakan meditasi tertentu dinyatakan dalam Sritattvanidhi, sebuah buku tentang
ikonografi dalam Hinduisme. Sebagai contoh, putih dihubungkan dengan wujud Ganesa
sebagai Heramba-Ganapati dan Rina-Mochana-Ganapati (Ganapati yang membebaskan dari
belenggu). Ekadanta-Ganapati digambarkan berwarna biru selama bermeditasi dalam wujud itu.
Citra Ganesa pada mulanya tidak disertai
dengan wahana (tunggangan). Pada delapan penjelmaan Ganesa
yang dinyatakan dalam Mudgalapurana, Ganesa lima kali
menggunakan tikus dalam lima penjelmaannya, menggunakan singa saat menjelma sebagai Wakratunda, seekor merak saat menjelma sebagaiWikata,
dan menggunakan Sesa, naga ilahi,
dalam penjelmaannya sebagaiWignaraja. Pada empat penjelmaan Ganesa yang
terdaftar dalam Ganesapurana, Mohotkata menunggangi singa, Mayureswara menunggangi merak, Dumraketu menunggangi kuda,
dan Gajanana menunggangi tikus. Dalam pandangan
agama Jaina terhadap Ganesa, wahananya ada bermacam-macam, seperti tikus, gajah, penyu, domba,
atau merak.
Ganesa
seringkali digambarkan menunggangi atau diantar oleh seekor tikus.
Martin-Dubost mengatakan bahwa tikus muncul sebagai wahana yang
utama dalam sastra tentang Ganesa, di wilayah India Tengah dan Barat selama abad ke-7; tikus juga selalu ditempatkan dekat
dengan kakinya. Tikus sebagai wahana muncul pertama kali dalam kitab Matsyapurana dan kemudian dalam Brahmandapurana dan Ganesapurana, dimana Ganesa menggunakannya
sebagai kendaraan hanya pada inkarnasi terakhirnya. Ganapati
Atharwashirsa mengandung sloka tentang Ganesa yang menyatakan bahwa
gambar tikus terdapat dalam benderanya. NamaMusakawahana (berwahana tikus) dan Akuketana (berbendera tikus) muncul dalam Ganesa Sahasranama.
Tikus
ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Seorang penulis buku tentang Ganesa
bernama John A. Grimes telah menafsirkan makna tikus sebagai atribut Ganesa.
Michael Wilcockson mengatakan bahwa tikus melambangkan orang-orang yang ingin
mengatasi keinginan dan mengurangi sifat egois. Yuvraj
Krishan, seorang penulis buku Ganesa, mengatakan bahwa tikus itu bersifat
merusak dan mengancam pertanian. Kata Sanskerta mūṣaka (tikus)
diambil dari akar kata mūṣ(mencuri,
merampok). Merupakan hal yang penting untuk menaklukkan tikus sebagai hama penghancur, sejenis wighna (rintangan)
yang perlu untuk diatasi. Jadi menurut teori tersebut, Ganesa sebagai penguasa
tikus menunjukkan fungsinya sebagai Wigneswara (dewa segala rintangan) dan memberi
bukti terhadap perannya sebagai grāmata-devatā (dewa pedesaan) bagi rakyat yang
kemudian meningkat kemuliaannya. Paul
Martin-Dubost yang juga pernah menulis buku tentang Ganesa memberi sebuah
pandangan bahwa tikus adalah simbol yang memberi sugesti bahwa Ganesa, seperti
halnya tikus, mampu menembus bahkan memasuki tempat-tempat rahasia
No comments:
Post a Comment