Sang Bhuta Tiga Sakti
Dalam setiap perhitungan Padewasaan, Tri Wara yang jatuh pada “kajeng”
kemudian perhitungan panca wara yang jatuh pada perhitungan “kliwon”, maka
dalam tradisi beragama Hindu bali, hari ini diyakini sebagai saat dimana
kekuatan kosmis yang merupakan kumpulan dari berbagai macam energy, akan
menunjukkan sisi gelapnya. Paruh gelap dalam energi itu yang menjadi satu
kesatuan secara utuh, memang tidak bisa kita hilangkan, layaknya siang dan
malam, tinggi dan rendah atau kuat dan lemah.
Dari dualisme itu tentu terdapat hal yang meghasilkan aura
posiif dan juga negatif. Sekarang masalahnya adalah tergantung manusia itu
sendiri memandang sejauh mana dia mampu untuk memanfaatkan hal yang berbau
negative itu menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan. Sebab energi apapun
bentuknya, tanpa sebuah pengendalian dan dibangun dengan konsep yang baik, maka
hasilnya juga akan berdampak tidak baik bagi kehidupan. Energi inilah yang
menjadi satu kesatuan utuh dalam unsur masa benda dan kita sebut sebagai Bhuta.
Sedangkan waktu yang menentukan itu semua adalah “kala”.
Dalam perhitungan tri wara dan panca wara tadi, kita sebut
dengan istilah “Kajeng Kliwon”, dan disaat inilah kekuatan itu muncul untuk
sekedar memberikan imbas yang dapat saja kita pandang dengan istilah kurang
baik. Sebab bagaimanapun, dua hal dalam hidup memang tidak dapat kita pisahkan.
Dua bentuk kekuatan masa benda dan waktu inilah yang oleh terminilogi manusia
Hindu Bali disebut dengan Sang Bhuta Bucari dan Kala Bucari.
Energi dalam alam semesta yang ada di Bhuana Agung semuanya
terealisasi dalam Bhuana Alit atau tubuh manusia itu sendiri. Dengan demikian
maka secara langsung keadaan dan situasi yang ada di Bhuana Agung akan
mempengaruhi perkembangan, pikiran, perasaan, emosi, rasa, tindakan, serta
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Lalu energi yang
ada ini, jika selaras akan menyebabkan satu keharmonisan dalam diri manusia dan
jika sebaliknya, energi yang terdapat di alam semesta tidak bersinergi dengan
badan manusia, yang cendrung menarik semua lapisan elemen alam, maka disinilah
tercipta adanya sebuah kedisharmonisan Bhuana alit.
Energi itu ada yang baik dan buruk. Bagaimana caranya agar yang
buruk ini tidak berpengaruh maksimal dalam kehidupan manusia, maka disinilah kita
perlu melakukan sebuah upaya Nyomia. Atau dengan kata lain
menetralisirnya, bukan menghilangkannya. Sebab dalam kehidupan ini dua kutub
energi harus selalu ada dan senantiasa berdampingan satu sama lainnya.
Secara spesifik dalam hari Kajeng Kliwon inilah, penguasa energi
positif dan negatif yang dalam agama Hindu disebut sebagai Prawerti
dan jugaNiwerti melakukan sebuah pemurtian, dan dari sana beliau
juga akan menganugrahi manusia keselamatan. Untuk menyeimbangkan hal
tersebutlah, maka di hari kajeng kliwon, kita harus melakukan Bhuta Yadnya
terkecil, yakni mengahaturkan segehan.
Segehan Kajeng Kliwon
1. Segehan Cacah
Segehan ini adalah segehan dengan nasi putih yang
dibuat sedemikian rupa dengan 5 tanding,dengan ulamnya adalah irisan bawang dan
jahe, kemudian diberi sedikit garam.
2. Segehan Panca Warna
Yakni segehan yang tatacaranya sama persis
yang terdapat dalam segehan cacah, namun warna nasinya lima macam dan di
tanding dengan 5 tempat yang berbeda. Segehan tersebut, (cacah) dihaturkan di tiga tempat yang berbeda
yakni :
- Halaman merajan atau di depan palinggih Pangaruman, ditujukan kepada Sang Bhuta Bhucari.
- Di halaman rumah ditujukan kepada Sang Kala Bhucari.
- Di depan pintu gerbang pekarangan rumah ditujukan kepada Sang Durgha Bhucari.
Pandangan yang menginterprestasikan bahwa mesegeh tidak perlu
dilakukan adalah pandangan yang kurang tepat. Sebab pandangan semacam ini akan
memungkinkan semakin besarnya kekuatan yang dapat mempengaruhi pikiran dan
emosi seseorang untuk bertindak di luar batas kesopanan semakin mudah. Sebab
pikiran kita juga seperti magnet yang akan menarik seluruh bentuk energi sampai
kapasitas tertentu dan membuatnya menjadi sebuah perintah yang nantinya emosi
kitapun menjadi tidak stabil. Sebab kembali lagi, apapun bentuk energy alam
semesta, tubuh kita juga akan menyerapnya dan merealisasikannya sedemikian
rupa.
No comments:
Post a Comment