viral

loading...

Tuesday, November 25, 2014

Banaspatiraja

Banaspatiraja Perwujudan Dewa Bhairawi


Rangda
Ladang Informasi - Banaspatiraja adalah tokoh Dewa yang demikian penting dan menyita banyak perhatian umat Hindu di Bali. Beliau bukanlah tokoh satu dimensi yang gampang dipahami, melainkan tokoh multidimensi yang dapat muncul dimana-mana dan selalu berhubungan dengan kekuatan yang menyeramkan. Dengan kata lain, Banaspatiraja tidak hanya berhubungan dengan Pura Dalem dan Mrajapati, namun juga berhubungan dengan Pura Puseh dan Pura Desa. Di kedua pura ini, banaspatiraja distanakan di Balai Agung. Jika di Pura Dalem kedudukan beliau dihubungkan dengan konsep triodasasaksi atau tri purusa, sedangkan di Pura Puseh dihubungkan dengan istadewatanya Ida Sanghyang Bhagawati. Dari bale agung ke perempatan agung beliau menjadi Catur Bhuana atau Catur Muka. Dari perempatan agung ke marga tiga (simpang tiga) beliau menjadi Jagasatru dan dari marga tiga ke prajapati beliau sebagai Dhurga dalam bentuk Bhairawi berwujud banaspatiraja. Setelah itu, baru kepemuwunan atau huluning setra sebagai Bhairawi dengan wujud Rangda.

Banaspatiraja sebagai simbol penghormatan kepada kekuatan alam, antara lain untuk menjaga pohon kayu yang besar seperti beringin, kepah, kepuh, rangdu agar tidak ditebang seenaknya. Penghormatan yang paling nyata, adalah menggunakan kayu-kayu tersebut sebagai bahan barong. “Barong dapat dinyatakan sebagai rohnya purusa dan rangda sebagai pradana, banaspati atau saktinya”. 

Banaspatiraja tentu saja tidak hanya berhubungan dengan pohon kayu yang besar. Dalam Catur Sanak sebagaimana diungkapkan, Anggapati menghuni badan manusia dan mahluk lainnya; ia berwenang mengganggu manusia yang keadaannya sedang lemah atau dimasuki nafsu angkara murka. Mrajapati adalah penghuni kuburan dan perempatan agung yang berhak merusak mayat yang ditanam melanggar waktu dewasa. Juga ia boleh menganggu orang yang memberikan dewasa yang bertentangan dengan ketentuan upacara. Banaspati menghuni sungai, batu besar yang berwenang menganggu atau memakan orang yang berjalan ataupun tidur pada waktu-waktu yang dilarang oleh sang kala, misalnya tengai tepet, atau sandikala. Banaspatiraja adalah penghuni kayu-kayu besar yang berwenang memakan orang yang menebang kayu atau menaiki pohon pada waktu yang terlarang oleh dewasa. Kata Banaspati Raja dan Banaspati, dapat dinyatakan simbol Pradana dan Purusa, pengertian yang serba dua; Lingga dan Yoni, Dewa dan Dewi, dll. Banaspati Raja dan Banaspati dapat ditelusuri dalam Veda, Upanisad, Lontar-lontar, dan di masyarakat. 

Banaspati sesungguhnya ada dalam Veda, Upanisad, dan Lontar, yang mana konsep dasarnya adalah kekuatan alam kosmis, yang dapat dinyatakan sebagai apapun sesuai dengan kemampuan manusia memahaminya. Dia dikatakan sebagai roh jahat, karena seperti itulah kemampuannya untuk memahami kekuasaan Tuhan. Padahal Tuhan adalah pengendali utama dalam segala bidang. 

Lontar Kanda Pat Bhuta menguraikan bahwa; Anggapati, lahir dari mulut rupanya putih suaranya UH, letaknya di timur, berwujud kala/nafsu di badan sendiri. Sebagai makanan ia boleh memakan manusia bila keadaannya sedang dipenuhi nafsu angkara murka. Mrajapati, lahir dari hidung rupanya merah, suaranya EH, letaknya di selatan dan penguasa setra gandhamayu (Dhurga) serta perempatan jalan. Sebagai makanannya adalah bangkai / mayat yang ditanam melanggar waktu atau hari-hari yang terlarang oleh padewasaan. Banaspati, lahir dari soca/permata, warnanya hitam, suaranya AH, lalu menjadi api hitam, tempatnya di barat, diwujudkan berupa jin, setan, tonya, penjaga sungai, tempat keramat dan sebagainya. Sebagai makanannya ialah orang yang lewat atau berjalan ataupun tidur pada waktu yang dilarang oleh kala, misalnya tengah hari (kali tepet) atau sandikala. Banaspati Raja, lahir dari telinga, warnanya kuning, suaranya AH menjadi api yang kuning, diwujudkan sebagai barong dan menjaga kayu besar/hutan; kepah, kepuh, rangdu dan lain-lain. Sebagai makanannya boleh memakan orang yang menebang kayu atau naik pohon pada waktu terlarang oleh padewasan. 

Menurut Devi Purana, Dewa Siva berdoa kepada-Nya dan diberkati dengan delapan kekuatan tertinggi. Dan karena beliaulah, Deva Siwa dalam perwujudan-Nya sebagai Ardhanariswara, setengah pria setengah wanita (Acintya). Rsi Vyasa (Bhagawan Biasa, editor Catur Weda) menyatakan bahwa Durga merupakan simbol dari kekuatan yang merupakan kekuasaan tertinggi. Durga menginspirasikan mausia dalam tugas, pekerjaan, usaha, petualangan dan industri. 

Membicarakan tentang Banaspatiraja tidak bisa dipisahkan dari Anggapati, Prajapati dan Banaspati. Sebab ini erat kaitannya dengan catur sanak yang ada di bhuana agung maupun bhuana alit. Yang disebut dengan catur sanak lebih dikenal dengan saudara empat yakni : Anggapati, Prajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja. Ini semua termuat dalam lontar kanda pat, siwa gama, kala tatwa maupun gong besi. Di dalam lontar kanda pat, saudara empat ini sangat berhubungan dengan kehidupan manusia khususnya Bali. Bali sendiri mempunyai akulturasi budaya yang sangat hebat ini dapat dilihat dari tatanan upacara keagamaan di masyarakat. 

Hindu di Bali sudah mengalami proses demikian panjang melalui sentuhan seni dan penyatuan ajaran-ajaran yang berkembang di Bali. Demikian yang diungkapkan oleh Banaspatiraja tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan yang lainnya, Anggapati, Prajapati, maupun Banaspati. Kalau dilihat dari bhuana alit (diri manusia) catur sanak ini erat kaitannya dengan organ-organ tubuh manusia seperti Anggapati (jantung, dengan warna putih), Prajapati (hati) dengan warna merah, Banaspati (usus) dengan warna kuning, dan Banaspatiraja (limpa, empedu) dengan warna hitam. 

Dalam lontar gong besi juga hampir sama dengan kanda pat dan siwa gama. Untuk Bhuana Agung ini dapat dilihat dari Pengider-ider yang dipakai oleh masyarakat dalam upacara keagamaan seperti anggapati dengan ista dewata Iswara, senjata bajra menghadap ke timur, Prajapati, Ista Dewata Brahma, senjata gada menghadap ke selatan, Banaspati, Ista Dewata Mahadewa, senjata pasa menghadap ke barat, dan banaspatiraja ista dewata Wisnu, senjata cakra, menghadap ke utara. Ini yang ada di Bhuana Agung, termuat dalam lontar Gong Besi, dan Siwa Tatwa. Secara khusus Banaspatiraja adalah lambang Wisnu sebagai pemelihara dan empedu dalam tubuh mansuia. Wanakertih suatu upacara simbolis kepada alam khususnya hutan dengan ista dewata Sangkara atau Mahadewa. 

Seperti yang kita ketahui Hindu di Bali telah mendapatkan beberapa pengaruh yang akhirnya bergabung dalam Siwa Sidhanta. Khusus mengenai Catur Sanak ini mendapatkan pengaruh dari ajaran Tantrayana yang bersumberkan pada mantra dan kekuatan di Bali berkembang menjadi Bairawa, khusus mengenai kesaktian yang muncul menjadi penengen dan pengiwa. Untuk Banaspatiraja kena pengaruh juga dari Bhairawa, maka simbulnya adalah Barongket dengan warna bulunya hitam. 

Jadi semua kena pengaruh Bhairawa atau dalam filosofinya kekuatan Dhurga digambarkan sebagai kekuatan pengiwa dan penengen (positif dan negativ). Pada kekuatan positif (Penengen) inilah Banaspatiraja berada, yang berada di Prajapati saja. Sedangkan kekuatan negatifnya (pengiwa) adalah rangda sebagai induknya yang sering dimainkan di Setra. Karena beliau mempunyai sisya para leak.

No comments:

Post a Comment