Banaspatiraja Perwujudan Dewa Bhairawi
Ladang Informasi - Banaspatiraja adalah tokoh Dewa yang demikian
penting dan menyita banyak perhatian umat Hindu di Bali. Beliau bukanlah tokoh
satu dimensi yang gampang dipahami, melainkan tokoh multidimensi yang dapat
muncul dimana-mana dan selalu berhubungan dengan kekuatan yang menyeramkan.
Dengan kata lain, Banaspatiraja tidak hanya berhubungan dengan Pura Dalem dan
Mrajapati, namun juga berhubungan dengan Pura Puseh dan Pura Desa. Di kedua
pura ini, banaspatiraja distanakan di Balai Agung. Jika di Pura Dalem kedudukan
beliau dihubungkan dengan konsep triodasasaksi atau tri purusa, sedangkan di
Pura Puseh dihubungkan dengan istadewatanya Ida Sanghyang Bhagawati. Dari bale
agung ke perempatan agung beliau menjadi Catur Bhuana atau Catur Muka. Dari
perempatan agung ke marga tiga (simpang tiga) beliau menjadi Jagasatru dan dari
marga tiga ke prajapati beliau sebagai Dhurga dalam bentuk Bhairawi berwujud
banaspatiraja. Setelah itu, baru kepemuwunan atau huluning setra sebagai
Bhairawi dengan wujud Rangda.
Banaspatiraja sebagai simbol penghormatan kepada
kekuatan alam, antara lain untuk menjaga pohon kayu yang besar seperti
beringin, kepah, kepuh, rangdu agar tidak ditebang seenaknya. Penghormatan yang
paling nyata, adalah menggunakan kayu-kayu tersebut sebagai bahan barong.
“Barong dapat dinyatakan sebagai rohnya purusa dan rangda sebagai pradana,
banaspati atau saktinya”.
Banaspatiraja tentu
saja tidak hanya berhubungan dengan pohon kayu yang besar. Dalam Catur Sanak
sebagaimana diungkapkan, Anggapati menghuni badan manusia dan mahluk lainnya;
ia berwenang mengganggu manusia yang keadaannya sedang lemah atau dimasuki
nafsu angkara murka. Mrajapati adalah penghuni kuburan dan perempatan agung
yang berhak merusak mayat yang ditanam melanggar waktu dewasa. Juga ia boleh
menganggu orang yang memberikan dewasa yang bertentangan dengan ketentuan
upacara. Banaspati menghuni sungai, batu besar yang berwenang menganggu atau
memakan orang yang berjalan ataupun tidur pada waktu-waktu yang dilarang oleh
sang kala, misalnya tengai tepet, atau sandikala. Banaspatiraja adalah penghuni
kayu-kayu besar yang berwenang memakan orang yang menebang kayu atau menaiki
pohon pada waktu yang terlarang oleh dewasa. Kata Banaspati Raja dan Banaspati,
dapat dinyatakan simbol Pradana dan Purusa, pengertian yang serba dua; Lingga
dan Yoni, Dewa dan Dewi, dll. Banaspati Raja dan Banaspati dapat ditelusuri
dalam Veda, Upanisad, Lontar-lontar, dan di masyarakat.
Banaspati
sesungguhnya ada dalam Veda, Upanisad, dan Lontar, yang mana konsep dasarnya
adalah kekuatan alam kosmis, yang dapat dinyatakan sebagai apapun sesuai dengan
kemampuan manusia memahaminya. Dia dikatakan sebagai roh jahat, karena seperti
itulah kemampuannya untuk memahami kekuasaan Tuhan. Padahal Tuhan adalah
pengendali utama dalam segala bidang.
Lontar Kanda Pat Bhuta menguraikan bahwa; Anggapati, lahir dari mulut rupanya putih suaranya UH,
letaknya di timur, berwujud kala/nafsu di badan sendiri. Sebagai makanan ia
boleh memakan manusia bila keadaannya sedang dipenuhi nafsu angkara murka.
Mrajapati, lahir dari hidung rupanya merah, suaranya EH, letaknya di selatan
dan penguasa setra gandhamayu (Dhurga) serta perempatan jalan. Sebagai
makanannya adalah bangkai / mayat yang ditanam melanggar waktu atau hari-hari
yang terlarang oleh padewasaan. Banaspati, lahir dari soca/permata, warnanya
hitam, suaranya AH, lalu menjadi api hitam, tempatnya di barat, diwujudkan
berupa jin, setan, tonya, penjaga sungai, tempat keramat dan sebagainya.
Sebagai makanannya ialah orang yang lewat atau berjalan ataupun tidur pada
waktu yang dilarang oleh kala, misalnya tengah hari (kali tepet) atau
sandikala. Banaspati Raja, lahir dari telinga, warnanya kuning, suaranya AH
menjadi api yang kuning, diwujudkan sebagai barong dan menjaga kayu
besar/hutan; kepah, kepuh, rangdu dan lain-lain. Sebagai makanannya boleh
memakan orang yang menebang kayu atau naik pohon pada waktu terlarang oleh
padewasan.
Menurut Devi
Purana, Dewa Siva berdoa kepada-Nya dan diberkati dengan delapan kekuatan
tertinggi. Dan karena beliaulah, Deva Siwa dalam perwujudan-Nya sebagai
Ardhanariswara, setengah pria setengah wanita (Acintya). Rsi Vyasa (Bhagawan
Biasa, editor Catur Weda) menyatakan bahwa Durga merupakan simbol dari kekuatan
yang merupakan kekuasaan tertinggi. Durga menginspirasikan mausia dalam tugas,
pekerjaan, usaha, petualangan dan industri.
Membicarakan tentang Banaspatiraja tidak bisa
dipisahkan dari Anggapati, Prajapati dan Banaspati. Sebab ini erat kaitannya
dengan catur sanak yang ada di bhuana agung maupun bhuana alit. Yang disebut
dengan catur sanak lebih dikenal dengan saudara empat yakni : Anggapati, Prajapati,
Banaspati, dan Banaspatiraja. Ini semua termuat dalam lontar kanda pat, siwa
gama, kala tatwa maupun gong besi. Di dalam lontar kanda pat, saudara empat ini
sangat berhubungan dengan kehidupan manusia khususnya Bali. Bali sendiri
mempunyai akulturasi budaya yang sangat hebat ini dapat dilihat dari tatanan
upacara keagamaan di masyarakat.
Hindu di Bali sudah
mengalami proses demikian panjang melalui sentuhan seni dan penyatuan
ajaran-ajaran yang berkembang di Bali. Demikian yang diungkapkan oleh
Banaspatiraja tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan yang lainnya,
Anggapati, Prajapati, maupun Banaspati. Kalau dilihat dari bhuana alit (diri
manusia) catur sanak ini erat kaitannya dengan organ-organ tubuh manusia
seperti Anggapati (jantung, dengan warna putih), Prajapati (hati) dengan warna
merah, Banaspati (usus) dengan warna kuning, dan Banaspatiraja (limpa, empedu)
dengan warna hitam.
Dalam lontar gong
besi juga hampir sama dengan kanda pat dan siwa gama. Untuk Bhuana Agung ini
dapat dilihat dari Pengider-ider yang dipakai oleh masyarakat dalam upacara
keagamaan seperti anggapati dengan ista dewata Iswara, senjata bajra menghadap
ke timur, Prajapati, Ista Dewata Brahma, senjata gada menghadap ke selatan,
Banaspati, Ista Dewata Mahadewa, senjata pasa menghadap ke barat, dan
banaspatiraja ista dewata Wisnu, senjata cakra, menghadap ke utara. Ini yang
ada di Bhuana Agung, termuat dalam lontar Gong Besi, dan Siwa Tatwa. Secara
khusus Banaspatiraja adalah lambang Wisnu sebagai pemelihara dan empedu dalam
tubuh mansuia. Wanakertih suatu upacara simbolis kepada alam khususnya hutan
dengan ista dewata Sangkara atau Mahadewa.
Seperti yang kita
ketahui Hindu di Bali telah mendapatkan beberapa pengaruh yang akhirnya
bergabung dalam Siwa Sidhanta. Khusus mengenai Catur Sanak ini mendapatkan
pengaruh dari ajaran Tantrayana yang bersumberkan pada mantra dan kekuatan di
Bali berkembang menjadi Bairawa, khusus mengenai kesaktian yang muncul menjadi
penengen dan pengiwa. Untuk Banaspatiraja kena pengaruh juga dari Bhairawa,
maka simbulnya adalah Barongket dengan warna bulunya hitam.
Jadi semua kena
pengaruh Bhairawa atau dalam filosofinya kekuatan Dhurga digambarkan sebagai
kekuatan pengiwa dan penengen (positif dan negativ). Pada kekuatan positif
(Penengen) inilah Banaspatiraja berada, yang berada di Prajapati saja.
Sedangkan kekuatan negatifnya (pengiwa) adalah rangda sebagai induknya yang
sering dimainkan di Setra. Karena beliau mempunyai sisya para leak.
No comments:
Post a Comment