viral

loading...

Wednesday, December 10, 2014

Penjor Galungan

Filosofis Penjor Galungan


Ladang Informasi - Penjor merupakan salah satu seni kreasi Umat Hindu khususnya Bali, sehingga apabila hari raya Galungan telah tiba, tampaklah Penjor menghiasi setiap rumah apalagi di pinggir jalan raya terlihat begitu indah dengan hiasan janur dan lontarnya. Dalam pelaksanaan yajna biasanya dilandasi oleh Satyam (Kebenaran), Sivam (Kesucian) dan Sundaram (Keindahan). Dalam hal ini, Penjor mengambil bagian sebagai Sundaram-nya dari suatu karya Yajna.

filosofis
Penjor Galungan
Penjor adalah sebuah tiang bambu tinggi yg dihiasai dengan janur, hasil-hasil bumi dan kain warna kuning-putih. Penjor adalah simbol dari gunung. Umat Hindu di Bali meyakini bahwa tempat yg tinggi seperti gunung adalah rumahnya Tuhan/Hyang Widhi. Selain itu juga gunung bermakna kemakmuran. Beberapa pura terletak di kaki gunung seperti pura Besakih di kaki Gunung Agung, trus pura Batukaru dibawah kaki gunung Batukaru. Maksud dari pembuatan pura di bawah gunung adalah untuk memudahkan umat jika ingin bersembahyang, karena untuk melakukan pendakian ke puncak gunung sangat berbahaya. Maka sebagai representasi, dibuatlah pura dilerengnya. Gunung tertinggi di Bali adalah Gunung Agung yang berada di arah Timur Laut Pulau Bali. Timur Laut adalah pertemuan antara arah Timur dan Utara, karenanya dalam melakukan persembahyangan, umat Hindu menghadap ke arah timur atau utara sebagai main direction.

Bahan dasar dari Penjor adalah tiang bambu sebagai simbol gunung. Tiang bambu ini dihias seindah mungkin dengan janur dan daun lontar. Kemudian berisi berbagai hasil bumi seperti buah kelapa, padi, dan lain-lain. Juga terdapat daun endongan, daun beringin dan daun plawa. Ada juga lamak, sampiyan, dan jenis jejahitan lainnya. Diujung Penjor berisikan kain putih sebagai lambang kesucian. Secara singkat Penjor memiliki makna persembahan rasa syukur umat kepada-Nya atas segala berkah dan rakhmat Beliau kepada umat manusia. Pemasangan Penjor Galungan adalah selama 1 bulan Bali (35 hari). Setelah hari Buda Kliwon Pegatuakan, barulah Penjor ini dicabut.

Penjor adalah salah satu sarana Upakara dalam merayakan Hari Raya Galungan, dan merupakan simbul Gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan, seperti halnya Gunung Agung, di mana terletak Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan terbesar bagi umat Hindu di Indonesia.

Bahan Penjor adalah sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan daun. kelapa/ daun enau yang muda serta daun- daunan lainnya (Palawa). Perlengkapan adalah pala bungkah (umbi- umbian) misalnya ketela rambat; pala gantung seperti kelapa, mentimun, pisang dan sebagainya; pala wija (biji- bijian) yaitu- jagung, padi dan sebagainya jajan. 11 uang kepeng/ logam, serta sanggah lengkap dengan sesajennya. Pada ujung Penjor digantungkan sampian Penjor lengkap dengan porosan (sirih; kapur, pinang) dan bunga. Pada hari Kuningan sesajennya dilengkapi dengan endongan, tamiang dan kolem.

Tujuan pemasangan Penjor sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai Hyang Giripati. Pemasangan Penjor dilaksanakan pada hari Anggara Wage Wuku Dungulan (sehari sebelum Galungan) setelah menghaturkan ”banten Penampahan Galungan”.

Penjor dapat dicabut pada hari Buda Wage Pahang atau yang sering disebut dengan istilah Pegatuakan. Sementara itu perlengkapan seperti sampian, lamak serta perlengkapan upakara Galungan lainnya dapat dibakar dan abunya sebagian disimpan pada kelapa gading muda yang dikasturi. selanjutnya, abu dalam kelapa gading tersebut di atas dilengkapi dengan sarana kawangen dan 11 uang kepeng/ logam selanjutnya ditanam di pekarangan rumah atau dihanyutkan disertai permohonan pakukuh jiwa urip (kadirgayusan).

Penjor dipasang atau ditancapkan pada “lebuh” di depan sebelah pintu masuk pekarangan rumah. Sedangkan sanggah dan lengkungan ujung Penjor menghadap ke tengah jalan. Segala pala bungkah- pala gantung dan sajen pada sanggah Penjor, melambangkan persembahan terhadap Bhatara di Gunung Agung (Bhatara Giri Putri). Seperti kita ketahui, Gunung adalah sumber dari kesuburan dan akhirnya kemakmuran.

Hanya Penjor yang menggunakan unsur lengkap (sanggah, padi, pala bungkah dan sebagainya) dapat dipergunakan dalam upacara keagamaan menurut fungsinya. Penjor untuk dekorasi (bukan Upacara keagamaan) tidak diperbolehkan mempergunakan unsur- unsur tersebut di atas, tetapi hanya menggunakan hiasan- hiasannya saja (bila dengan sampian hendaknya tanpa porosan).

Demikianlah sekilas mengenai Filosofis Penjor Galungan yang semestinya dapat kita pahami dan laksanakan sesuai dengan adat dan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kita dari dulu kala.


Apabila menurut Umat Sedharma Artikel ini bermanfaat, tolong dibantu untuk share, agar semakin banyak teman-teman dan kerabat kita yang memahami mengenai hal ini. Suksme

Monday, December 8, 2014

Kisah Rsi Dadhica atau Dadhici

Rsi DadhicaDadhici

Dadhici/DadhicaTersebutlah seorang rsi yang bernama daddica (ada juga yang menyebutnya sebagai Dadhici, mahabrata menyebutkan bahwa beliau putra  dari Santi dan rsi Atharwa).
Dadhica memiliki seorang teman yang bernama ksupa. Ksupa adalah seorang raja sudah tentu berasal dari golongan ksatriya. Dan Dadhica yang seorang rsi adalah berasal dari golongan Brahmana.

Dua sahabat ini mulai berdebat tentang keunggulan golongan kasta mereka. Ksupa bertahan bahwa ksatriya adalah yang lebih unggul, sedangkan Dadhica memberikan pendapat sebaliknya.

Kisah Kelahiran Bhatara Kala

Kelahiran Bhatara Kala

Kala
Ladang Informasi - Dalam ajaran agama Hindu, Kālá (Devanagari: कल) adalah putera Dewa Siwa yang bergelar sebagai dewa penguasa waktu (kata kala berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya waktu). Dewa Kala sering disimbolkan sebagai rakshasa yang berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang Dewa. Dalam filsafat Hindu, Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada yang bersikeras ingin hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan dibinasakan oleh Kala. Maka dari itu, wajah Kala sangat menakutkan, bersifat memaksa semua orang agar tunduk pada batas usianya.

Sunday, December 7, 2014

Filosofi Puasa Ekadasi

Puasa Ekadasi

Puasa Ekadasi
Ladang Informasi - Masih banyak umat Hindu di Indonesia tidak mengenal adanya aturan puasa dalam Veda. Mereka sering kali beranggapan bahwa puasa adalah tirakat yang dilakukan untuk memperoleh kesaktian batin dan memperoleh anugrah-anugrah gaib tertentu, sehingga tidak banyak umat Hindu yang melakukan puasa secara rutin.

Kajeng Kliwon

Pelaksanaan Upacara Kajeng Kliwon

Budaya Bali
Ladang Informasi - Agama Hindu memiliki banyak sekali ritual-ritual yang harus dilaksanakan dengan tujuan untuk ketentraman dan kelestarian hubungan antara Tuhan, sesama Manusia dan alam

Filosofi Lingga Sebagai Simbol Siwa

Kisah Terbentuknya Lingga

Lingga Purana
Ladang Informasi - Para rsi berkata “kami mengetahui bahwa sebuah Lingga merupakan perwujudan dalam  dewa Siwa. Akan tetapi mengapa dewa Siwa harus dipuja dalam wujud Lingga?”

Lomaharsana kemudian menceritakan kisah ini. Bertahun-tahun yang lampau, pada akhir masa penghancuran, diseluruh tempat di alam semesta ini yang ada hanya air dan tertutupi oleh awan kegelapan. Saat itu visnu tertidur diatas air dalam wujud beliau sebagai narayana. Brahma melihat dewa Wisnu dalam keadaan itu kemudian membangunkannya. Karena tidak mengenali Wisnu, maka beiau kemudian bertanya “siapakah anda? Dan apa yang ada lakukan disini?”

Wisnu kemudian terbangun dan melihat Brahma eberdiri disana. Beliau tersenyum lalu berkata “bagaimana kabarmu Brahma? Apakah putraku ini baik-baik saja?”

Bagaimana anda berani memanggilku sebagai putra anda?” tanaya Brahma. “aku adalah Brahma penguasa segalanya, aku adalah pencipta seluruh alam semesta. Bagaimana anda berani memanggilku anak anda?

Tampaknya kau telah melupakan segalanya “ kata Wisnu “aku adalah Wisnu dank au terlahir dariku, oleh karena itulah aku berani menyebutmu sebagai anakku.”

Tampaknya Brahma tidak menerima hal ini ddan mulai bertengkar dengan Wisnu. Ketika keduanya sedang bertengkar, maka tiba-tiba muncullah sebuah Lingga yang bersinar amat terang. Lingga ini muncul seolah-olah untuk menghentikan pertengkaran Brahma dan visnu. Benda misterius ini kemudian menjulang keangkasas dan tidak memiliki ujung atau pangkal.

“Japa yang dilakukan oleh pilar api ini disini?” demikian Wisnu bertanya kepada Brahma. “mari kita periksa. Bagaimana kalau kau pergi keatas untuk memeriksa ujungnya. Sedangkan aku kebawaah memeriksa pangkalnya. Setelah itu kita harus kembali untuk menunjukkan pencapaian masing-masing.

Brahma setuju untuk melakukan hal ini. Ia kemudian mengambil wujud seekor angsa dan terbang keatas. Sedangkan Wisnu mengambil wujud seekor babi hutan dan menggali ke bawah. Tidak perdulli betapa dalamnya Wisnu masuk kedalam tanah, namun tidak juga ditemukan pangkalnya. Dan demikian juga halnya dengan Brahma, ia tidak berhasil menemukan puncaknya.

Mereka kembali dengan membawa keheranan masing-masing karena keduanya tidak berhasil menemukan ujung atau pangkal dari benda misterius itu. Maka mereka menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan sesuatu yang lebih agung  dari meeka. Maka mereka mulai berdoa kepada Lingga itu dan saat itulah suara mantra “om” bergema dimana-mana mengitari Lingga itu. Siwa menampakkan diri dalam wujud asli ndari seluruh alam semesta. Dari Lingga itulah diciptakan Brahmanda (telur Brahma) yang merupakan awal pembentukan seluruh alam semesta.

Siwa juga mengajarkan mantra gayatri yang sacral kepada Brahma dan Wisnu. Beliau berkata demikian kepada Brahma dan Wisnu, “kita bertiga adalah bagian dari Brahman yang satu. Brahma adlah pencipta, Wisnu adlah pemelihara dan aku adlah peleburnya. Maka janganlah kalian bertengkar”


Sejak saat itulah Siwa dipuja dalam wujud Lingga.

Yoga Dalam Lingga Purana

Yoga

Siva LinggaLadang Informasi - Para rsi berkata kepada lomaharsana, “mohon jelaskan kepada kami tentang Yoga
Lomaharsana kemudian menjelaskan demikiann. (Yoga secara tata bahasa berarti penyatuan. Yoga adalah tehnik yang memungkinkan seseorang untuk menyadari penyatuan antara roh ilahi9paramatman) dan roh manusia individu (atman/jiwatman).
Siwa juga dikenal sebagai pasupati. Teknik Yoga yang diajarkan oleh dewa siva disebut sebagai pasupata Yoga. Dan untuk mengajarkan Yoga ini, dewa siwa beringkarnasi dalam setiap kaliyuga. Pada kalpa yang sekarang ini, ada duapuluh delapan kaliyuga berlalu, sehingga ada duapuluh delapan ingkarnasi telah hadir yang kesemuanya dikenal sebagai yogesvara. Mereka adalah:
  1. Sveta
  2. Sutara
  3. Madana
  4. Suhotra
  5. Kencana
  6. Lokaksi
  7. Jaigisavya
  8. Dadhivahana
  9. Rsabha
  10. Muni
  11. Ugra
  12. Vali
  13. Gautama
  14. Vedasirsa
  15. Gokarna
  16. Guhavasi
  17. Sikhandabhrt
  18. Jatamali
  19. Atthasa
  20. Daruka
  21. Langli
  22. Mahkaya
  23. Suli
  24. Mundisvara
  25. Sahisnu
  26. Somasarma
  27. Jagadguru
  28. Atri

Setiap yogesvara ini memiliki empat orang murid.  Dan juga dinyatakan bahwa sebenarnya siwa lah yang menjelma atau berengkarnasi menjadi vedavyasa yang turun dalam setiap jaman dvaparayuga. Karena sudah ada dua puluh delapan dvapara yuga maka dengan sendirinya dua puluh delapan vedavyasa yang telah lahir.
Nama-nama mereka adalah:
  • Kratu
  • Satya
  • Bhargava
  • Angira
  • Mrtyu
  • Satakratu
  • Vasistha
  • Sarasvata
  • Tridharma
  • Trivrta
  • Narayana
  • Taraksu
  • Aruni
  • Devaratanjaya
  • Rtanjaya
  • Bharadvaja
  • Gautama
  • Vacasrava
  • Susmayani
  • Trnavindu
  • Raksa
  • Saktri
  • Dhimana
  • Satateja
  • Parasara
  • Jatukarna
  • Krsna dvaipayana
(Nama-nama yang diberikan dalam daftar ini tidak selalu sama dengan nama yang diberikan dalam purana-purana lainnya).

Yoga memiliki delapan komponen yang dikenal sebagai astanga Yoga. Delapan komponen itu adalah:yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhayana, dan Samadhi. Yama adalah persiapan sebelum menuju meditasi, dan ini hendaknya ditunjang dengan latihan ahimsa, tanpa kekerasan.  Niyama merupakan aturan tertentu yang harus dipatuhi, aturan-aturan ini meliputi kejujuran, selibat (pembujangan), dan tidak ada rasa iri hati. Aturan ini juga melibatkan kesucian, pemberian sedekah dan melakukan puasa pada waktu yang ditentukan . pranayama berarti pengendalian nafas. Ini henaknya dilakukan dalam sikap tubuh yang benar yang disebut sebagai asana. Pratyahara menyatakan penarikan pikiran dari segala kecenderungan pada pengajaran hal-hal material dan kenikmatan indra. Sebuah gambaran hendaknya ditetapkan untuk melakukan meditasi.  Jika perwujudan tuhan dalam bentuk gambaran atau patung telah terikat dalam pikiran, maka proses ini disebut sebagai dharma dan proses meditasi yang benar adalah dhayana. Sedangkan Samadhi merupakan tahap akhir dari meditasi, berupa kesadaran akan kesatuan atman dan paramatman.

Yoga hendaknya selalu dilakukan ditempat yang tepat. Mereka yang melakukan Yoga hendaknya tidak ditempat yang dekat dengan perapian, dekat kuburan atau tempat yang sering didatangi binatang buas. Hendaknya tidak ada suara gaduhatau serangga yang dapat mengganggu perhatian. Tempat yang baik untuk melatih Yoga adalah sebuah gua.

Terkadang orang sering membayangkan bahwa Yoga adalah hal yang mudah. Namun sebenarnya banyak halangan dan rintangan yang dapat membuat seorang melenceng  dari jalan Yoga. Dalam melaksanakan latihan Yoga, seorang dilatih untuk berjuang keras melawan kemalasan dan kelambanan. Dan ketika ia telah mencapai kemajuan, maka akan ada berbagai jenis ilusi yang membuatnya terhalusinasi. Disana mereka akan bertemu dengan makhluk-makhluk halus dan mereka juga akan mendapatkan kekuatan-kekuatan batin yang jika salah penggunaannya akan membuat kehancuran sendiri. Akan tetapi jika seseorang berhasil menaklukan semua halangan ini, maka kebahagiaan yang sejati akan tercapai.

Wednesday, December 3, 2014

Makna Dan Filosofis Penjor Galungan

Penjor Galungan


Ladang Informasi - Penjor merupakan sarana upacara yang biasanya ditancapkan di depan rumah penganut Hindu di Bali terutama pada Hari raya Galungan – Kuningan. Penjor juga menjadi kelengkapan pada upacara-upacara besar di Pura.

Galungan dan KuninganSebagai sarana upacara, penjor dilengkapi dengan lamak, yaitu semacam taplak panjang dari daun enau yang dirajut dengan lidi bambu. Penjor juga dilengkapi dengan Sanggah yaitu rajutan bambu berbentuk bujur sangkar dengan atap melengkung (oval).

Secara filosofis penjor merupakan simbol dari gunung yang diyakini oleh umat Hindu di Bali sebagai tempat berkumpulnya vibrasi kesucian dari Hyang Widhi (Tuhan). Penjor juga menggambarkan sosok sepasang naga pemberi keselamatan (Naga Basuki) dan pemberi kehidupan (Naga Ananta Bhoga) yang merupakan simbol personifikasi dari Pertiwi atau tanah. Jadi, pemasangan penjor dimaksudkan sebagai wujudkan rasa bakti dan ucapan berterima kasih kepada Tuhan atas kemakmuran yang dilimpahkan-Nya.

Maka dari itu bahan-bahan untuk penjor banyak berasal dari hasil pertanian, seperti plawa (daun-daunan), palawija (biji-bijian seperti padai atau jagung), pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (kelapa, pisang, mentimun).
adapun beberapa sarana yang dibutuhkan untuk membuat penjor Galungan adalah sebagai berikut :
  • Bambu
  • Plawa (dedaunan)
  • Palawija (biji-bijian seperti padi dan jagung)
  • Palabungkah (umbi-umbian)
  • Palagantung (kelapa, pisang, timun)
  • Senganan (Jajanan)
  •  Uang kepeng/logam 11 biji
  • Sanggar Ardha Candra simbol dari Ong Kara.
  • Sampian penjor yang berisi porosan (tembakau, daun sirih, kapur, buah pinang, buah gambir) dan bunga.
  • Bambu (dan kue) sebagai vibrasi kekuatan Dewa Brahma
  • Kelapa sebagai simbol vibrasi Dewa Rudra
  • Kain Kuning dan Janur sebagai simbol vibrasi Dewa Mahadewa
  • Daun-daunan (plawa) sebagai simbol vibrasi Dewa Sangkara.
  • Pala bungkah dan pala gantung sebagai simbol vibrasi Dewa Wisnu.
  • Tebu sebagai simbol vibrasi Dewa Sambu.
  • Padi sebagai simbol vibrasi Dewi Sri
  • Kain putih sebagai simbol vibrasi Dewa Iswara..
  • Sanggah sebagai simbol vibrasi Dewa Siwa.
  • Upakara sebagai simbol vibrasi Dewa Sadha Siwa dan Parama Siwa.

Penjor adalah sebatang bambu utuh dari pangkal hingga ujung yang dihias dengan pucuk enau atau janur yang diukir. Pada batang bambu tersebut juga digantungkan berbagai jenis hasil bumi yakni padi, pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (kelapa, mentimun, pisang, nanas), pala wija (jagung), kue dan tebu. Pada ujung bambu, digantungkan sampyan, yakni sebuah rakitan janur berbentuk seperti cupu dengan beraneka bunga dan porosan di dalamnya. Porosan adalah setangkup sirih pinang yang dikemas dengan potongan janur sepanjang ruas jari. Sebagai pelengkap, pada lengkungan penjor juga digantungkan dua lembar kecil kain berwarna putih dan kuning serta sebelas uang kepeng.

Disamping itu, Penjor merupakan salah satu sarana upakara dalam hari Raya Galungan. Penjor adalah simbol dari naga basuki, dimana Basuki berarti kesejahteraan dan kemakmuran.


Keberadaan bahan-bahan pembuat penjor tersebut tentu memiliki arti dan filosofinya masing-masing. Berdasarkan lontar Tutur Dewi Tapini menyebutkan :
“Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha”

Artinya : Wahai kamu orang-orang bijaksana, yang menyelenggarakan yadnya, agar kalian mengerti proses menjadi kedewataan, maka dari itu sang Bhuta menjadi tempat/tatakan/dasar dari yadnya itu, kemudian semua Dewa menjadi sarinya dari jagat raya, agar dari dewa semua kembali kepada hyang widhi, widhi widhana (ritualnya) bertujuan agar sang Tri Purusa menjadi isi dari jagat raya, Hyang Siwa menjadi Bulan, Hyang Sadha Siwa menjadi windu (titik O), sang hyang parama siwa menjadi nadha (kecek), yang mana kesemuanya ini merupakan simbol dari Ong Kara.
“Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala (buah-buahan), Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan (bambu & jajanan), Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading ( janur kuning), Hyang Sangkara Meraga Phalem (buah pala), Hyang Sri Dewi Meraga Pari (padi), Hyang Sambu Meraga Isepan (tebu), Hyang Mahesora Meraga Biting (semat).”

Dari petikan bait lontar di atas dapat disimpulkan bahan-bahan pembuat penjor antara lain :

Tafsir lain berdasarkan lontar “Tutur Dewi Tapini”, yaitu lontar yang menjadi acuan dalam membuat sesajen untuk upacara keagamaan di Bali, menyebutkan simbol-simbol dalam lontar adalah sebagai berikut :
Semua Dewa tersebut merupakan personifikasi (manifestasi) dari kekuatan-kekuatan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman).

Penciptaan Menurut Lingga Purana

Proses Penciptaan Dalam Lingga Purana

Siva
Ladang Informasi - Esensi Ilahi yang memenuhi segalanya disebut sebagai Brahman. Pada permulaannya, satu-satunya obyek yang ada di alam semseta ini adalah Brahman, tak aygda hal lain lagi hal lainnya. Brahman inilah yang kemudian membagi dirinya menjadi tiga bagian utama, yaitu Brahma, Visnu dan Siva. Brahma memiliki tugas sebagai pencipta, Visnu sebagai pemelihara dan Siva sebagai pemralina atau pelebur.
Selanjutnya yang memenuhi alam semesta ini adalah air, dan dalam air itu terdapat telur (Anda) yang maha besar. Brahma muncul dari dalam telur ini dan dalam telur inilah semua dunia tercipta.

Selama siang harinya Brahma, seluruh ciptaan berkembang. Akan tetapi jika malam harinya Brahma telah tiba, maka terjadilah penghancuran (pralaya). Ketika Brahma muncul dari telur abadi awal, ia terdiri dari seluruh proses penciptaan (sarga). Akan tetapi ada proses berikutnya yang berupa penghancuran yang terjadi pada malamnya Brahma, dan setelah itu juga aka nada proses penciptaan kembali secara periodic (pratisarga).

Waktu dibagi menjadi empat jaman yaitu : Satyayuga berlangsung selama 4.000 tahun para dewa, Tretayuga berlangsung selama 3.000 para dewa, Dvaparayuga berlangsung selama 2.000 tahun para dewa dan Kaliyuga yang berlangsung selama seribu tahun para dewa. Satu masa mahayuga adalah periode dari mulainya satyayuga sampai kaliyuga berakhir. Maka dengan demikian satu mahayuga berlangsung selama sepuluh ribu tahun para dewa. Akan tetapi sebagai tambahannya aka nada periode peralihan yang memisahkan antara satu yuga dengan yuga selanjutnya yang disebut dengan samdhyamsa.

Samdhyamsa antara satyayuga dan tretayuga adalah 700 tahun, antara tretayuga dan dvaparayuga adalah 500 tahun dan antara dvaparayuga, kaliyuga adalah 300 tahun dan antara kaliyuga dengan satyayuga yang baru adalah 500 tahun. Maka dengan demikian, jumlah keseluruhan masa smdhyamsa ini adalah 2.000 tahun. Dan secara keseluruhan satu mahayuga berlangsung selama 12.000 tahun dalam perhitungan tahun dewa.
Berapa lamakah satu tahun para dewa? Untuk mengetahui hal itu, maka orang harus mengetahui tentang satuan ukuran waktu.

Satuan ukuran waktu terkecil adalah nimesa, yaitu lama waktu yang dihabiskan saat mengedipkan kelopak mata. 15 nimesa membentuk satu kastha, 30 kasta disebut sebagai satu kala dan 30 kala membentuk satu muhurta. 30 muhurta membentuk siang dan malam yang disebut sebagai ahoratra. Satu tahun manusia sama dengan satu ahoratra para dewa. Dan 6 bulan waktu manusia dimana pada saat itu para dewa sedang menikmati siang harinya disebut sebagai uttarayana, dan 6 bulan selama para dewa menikmati malamnya disebut sebagai daksinayana. 360 tahun manusia sama dengan 1 tahun para dewa. Maka dengan demikian 12.000 tahun para dewa sama dengan 4.320.000 tahun manusia dan inilah rentang waktu satu mahayuga.

Satyayuga berlangsung selama 1.440.000 tahun manusia, tretayuga berlangsung selama 1.080.000 tahun, dvaparayuga berlangsung 720.000 tahun dan kaliyuga berlangsung selama 360.000 tahun. Dan ini jika ditambahkan dengan masa peralihan dari setiap yuga yang berjumlah 720.000 tahun, maka satu mahayuga terdiri dari 4.320.000 tahun manusia.
Dalam satu manvantara terdapat 71 mahayuga. 71 mahayuga akan terdiri dari 296.720.000 tahun manusia. Maka dengan demikian aka nada 306.720.000 tahun manusia dalam satu manvantara.

Seribu mahayuga membentuk satu kalpa, maka dengan demikian ada 4.320.000.000 tahun manusia dalam satu kalpa. Dengan demikianlah ada 14 manvantara yang membentuk satu kalpa. Satu kalpa akan membentuk satu ahoratra Brahma.

Seribu kalpa adalah satu tahun Brahma dan 8.000 tahun adalah satu yuga untuk  Brahma. 1.000 yuga Brahma sama dengan 1 hari Visnu. 9.000 hari Visnu sama dengan hanya satu hari Siva.

Pada akhir satu harinya Brahma, seluruh alam semesta dan semua mahkluk dihancurkan. Sedangkan Brahma, Visnu dan Siva tetap tidak dihancurkan.. pada saat ini yang ada hanya kegelapan dan air memenuhi semua ruang dan Visnu tertidur di atas air. Karena Nara berarti air dan Ayana berarti tempat beristirahat, maka Visnu juga diberi nama Narayana.

Ketika matahari terbit dan fajar menyingsing, sang Brahma mulai melakukan penciptaan dalam keadaan baru kembali.

Pertama Brahma menciptakan tiga orang putra melalui kekuatan bhatinnya. Nama mereka adalah Sananda, Sanaka dan Sanatana dan mereka melakukan meditasi yang dalam. Disamping itu, Brahma juga menciptakan Sembilan putra lainnya melalui kekuatan bhatinnya, mereka adalah Marici, Brghu, Angira, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha.

Untuk menjamin penciptaan terus berlanjut, maka Brahma kemudian membagi tubuhnya menjadi dua bagian yaitu bagian laki-laki menjadi Manu dan bagian wanita menjadi Satarupa. Keduanya menikah dan memiliki dua orang putra  yang bernama Uttanapada dan Priyavrata, dan dua orang putri yang bernama Akuti dan Prasuti.

Daksa menikahi Prasuti dan memiliki 24 putri. Dan akhirnya manusia berkembangbiak secara perlahan dan tetap proses penciptaan terjadi.

Salah satu putri Daksa yang bernama Sati dinikahi oleh dewa Siva dan ketika Sati meninggal, dia terlahir kembali menjadi Parvati, putri dari Himalaya dan menikah kembali dengan Siva.


Demikianlah proses penciptaan dari Lingga Purana.

Manusia Pertama Menurut Agama Hindu

Konsep Penciptaan Manusia Pertama


Manu Hindu
Ladang Informasi - Tidak sedikit orang yang meragukan bahwa Weda tidak mempunyai konsep penciptaan manusia dan isi Bumi, seperti Agama Langit dan Agama Bumi dimana Hindu dikatagorikan sebagai Agama Bumi.

Generasi Muda Hindu yang memiliki peran penting dalam melestarikan dan membangkitkan Hindu ke depan. Melalui peningkatan kesadaran diri terhadap ajaran Agama Hindu, dalam usaha meningkatkan Sumber Daya Manusia, sebagai umat Hindu dalam menghadapi zaman yang penuh dengan tantangan hidup dimana sistem konversi terhadap agama semakin kritis terutama untuk Hindu.

Sebagian besar mungkin telah mengetahui tentang bagaimana sistem-sistem mereka dalam melakukannya yang tidak perlu kita mesti persalahkan atau permasalahkan. Lebih baik tingkatkan Sradha Dharma, benahi dan perbaiki serta perkuat Hindu dalam diri anda sebagai generasi penerus Hindu yang akan datang. Saya teringat akan kata kata seorang tokoh dunia Hitopadesa yang mengatakan :
"Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan"

Penciptaan Manusia Pertama


Teori penciptaan menurut Veda mengenai isi bumi dapat dilihat dalam kitab Veda Smriti yaitu Manawa Dharma sastra. disana disebutkan Brahman menciptakan mahkluk hidup dan isi alam ini melalui tapa-Nya :
“Kemudian Aku ingin menciptakan mahluk2 hidup, menjalankan tapa dengan maksud menciptakan sepuluh maharsi pemimpin dari mahluk hidup”. (MDs I.34)

“Mereka menjelmakan Tujuh Manu lagi yang memiliki cahaya cemerlang, para dewa dengan tingkat2annya dan maharsi yang memiliki kekuatan batin yang tinggi” . (Manawa Darmasastra I. 36)

“Diciptakan pula para yaksa, raksasa dan banyak tingkatan roh, kilat, guruh, mendung, pelangi, hujan, suara2 gaib, bintang2 yang bergerak serta sinar2 langit yang beraneka ragam. para kinnara, tumbuhan, berbagai jenis ikan, kura2, burung2, binatang, manusia dan segala macam benda2 tak bergerak. demikian semua ciptaan yang bergerak maupun tak bergerak, diciptakan oleh MahaAtma dengan kekuatan tapanya, semuanya atas perintahKu dan menurut hasil daripada perbuatannya”. (Manawa Dharmasastra 1.37-41)

“Ada Enam Manu lagi yang berjiwa suci dan berpikiran sangat tinggi, yang menjadi warga manu keturunan dari Swayambhu Manu yang telah menjadikan semua mahluk hidup di dunia ini”. (Manawa Dharmasastra 1.61)

“Ketujuh Manu yang gemilang ini yang pertama adalah Swayambhu Manu, mengadakan dan melindungi semua mahluk hidup dan benda mati di dunia ini sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan baginya”. (Manawa Dharmasastra 1.63)
 
Dalam agama Hindu, Manu adalah pemimpin setiap Manwantara, yaitu suatu kurun zaman dalam satu kalpa. Ada empat belas Manwantara, sehingga ada empat belas Manu. Daftar para Manu dipaparkan di bawah ini dari manu pertama sampai manu ke empat belas :
  1. Swayambu
  2. Swarocisa
  3. Utama
  4. Tamasa
  5. Raiwata
  6. Caksusa
  7. Waiwaswata
  8. Sawarni
  9. Daksasawarni
  10. Brahmasawarni
  11. Darmasawarni
  12. Rudrasawarni
  13. Rocya atau Dewasarni
  14. Botya atau Indrasawarni.
Zaman sekarang adalah Manwantara ketujuh dan oleh Manu ketujuh yang bergelar Waiwaswata Manu. Jadi, tujuh Manwantara lainnya akan terjadi di masa depan, dan dipimpin oleh seorang Manu yang baru. Menurut Hindu, keberadaan alam semesta tak lepas dari siklus kalpa. Satu kalpa berlangsung selama jutaan tahun, dan satu kalpa terdiri dari empat belas Manwantara (siklus Manu).

Manu yang pertama adalah Swayambu Manu, sebagai kakek moyang manusia. Swayambu Manu menikah dengan Satarupa dan memiliki keturunan. Anak cucu dari Manu disebut Manawa (secara harfiah berarti keturunan Manu), merujuk kepada manusia zaman sekarang. Menurut agama Hindu, Swayambu Manu dan Satarupa merupakan pria dan wanita pertama di dunia .

Waiwaswata Manu, atau Manu yang sekarang, dikatakan merupakan putra dari Surya (Wiwaswan), yaitu dewa matahari menurut mitologi Hindu. Waiwaswata Manu terlahir pada zaman Satyayuga dan mendirikan kerajaan bernama Kosala, dengan pusat pemerintahan di Ayodhya. Ia memiliki sepuluh anak: Wena, Dresnu (Dresta), Narisyan (Narisyanta), Nabaga, Ikswaku, Karusa, Saryati, Ila, Persadru (Persadra), dan Nabagarista. Dalam kitab Matsyapurana, ia muncul sebagai raja yang menyelamatkan umat manusia dari bencana air bah setelah mendapat pesan dari Wisnu yang berwujud ikan (Matsya Awatara). Cerita penyelamatan raja dan mahluk hidup ini sangat mirip dengan riwayat Nabi Nuh (kisah perahu Noah/Nuh dalam torah) yang menyelamatkan mahluk hidup dari bencana air bah.

Manwantara (Sanskerta: मन्वन्तर ) adalah satuan waktu dalam agama Hindu yang terdiri dari 71 Mahayuga. Menurut mitologi Hindu, bila 14 Manwantara telah berlalu, maka seluruh dunia akan dihancurkan. Saat ini, sudah enam manwantara berlalu dan zaman sekarang adalah manwantara ketujuh. Jadi, masih ada tujuh manwantara lagi sebelum dunia dihancurkan.

Menurut kitab Purana, dunia terbagi menjadi empat zaman, diawali oleh Satyayuga (zaman kebenaran), dan diakhiri oleh Kaliyuga (zaman kegelapan). Setelah Kaliyuga berakhir, dimulailah Satyayuga yang baru. Demikian seterusnya dan siklus dari zaman Satyayuga menuju Kaliyuga disebut Mahayuga. Menurut kitab Brahmapurana, satu Mahayuga berlangsung selama 12.000 tahun para dewa atau 4.320.000 tahun manusia.

Secara singkat diuraikan sebagai berikut :
Satyayuga (1.728.000 tahun), Tretayuga (1.296.000 tahun), Dwaparayuga (864.000 tahun), Kaliyuga (432.000 tahun), Sehinga lama Mahayuga (4.320.000 tahun).
71 Mahayuga membentuk satu manwantara. Dengan demikian, lama berlangsungnya 1 manwantara dapat dihitung sebagai berikut:
  • 1 Mahayuga = 4.320.000 tahun.
  • 71 Mahayuga = 1 Manwantara
  • 1 Manwantara = 71 × 4.320.000 tahun = 306.720.000 tahun
Maka, satu manwantara berlangsung selama 306.720.000 tahun. Setelah 14 manwantara berlangsung, maka tercapailah periode satu Kalpa. Alam semesta dihancurkan setiap periode satu Kalpa. Menurut berbagai kitab Purana, zaman sekarang adalah manwantara ketujuh, berarti enam manwantara telah berlalu dan masih ada tujuh manwantara lagi sebelum dunia dihancurkan.

Mengenai kiamat juga sudah dijelaskan dalam Veda, bahwa kiamat itu sendiri sudah biasa dan sudah pernah terjadi berulang-ulang kalinya,
dengan begitu :
“Siapakah ras bangsa manusia sebelum Adam?” pertanyaan ini dulunya sangat mengganjal di benak saya. namun setelah membaca artikel dari penulis buku favorit saya mas Dhamar Sasangka, sedikit banyak saya menjadi paham. Jika orang bilang kitab suci orang Islam (Alquran) itu paling lengkap saya tidak setuju. Cobalah baca dan pahami kitab-kitab Hindu Kuno lebih dahulu. Islam itu orang bilang agama paling sempurna, tapi Hindu agama paling universal. 


Setelah dari Penjelasan diatas mudah mudahan Generasi Penerus Hindu bisa menjadi Seorang Hindu yang sejati untuk yang akan datang.

Tuesday, December 2, 2014

Nilai Nilai yang Terkandung Dalam Kisah Mahabharata

Nilai-Nilai Dalam Kisah Mahabharata


Nilai Dharma / Kebenaran Hakiki

Ladang Informasi - Inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus Korawa.


Mahabharata
Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya.

Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang).

Nilai Kesetiaan / Satya

Cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah : Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Keempat, satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui. 

Nilai Pendidikan

Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam proses belajar mengajar. 

Nilai Yajna / Koban Suci dan Keiklasan

Bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam). 

Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.: 
"Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)".

Nilai-nilai ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai pedoman untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai Itihasa dan Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut : 
"Weda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya" 

Makna Filosofis Astadasaparwa (Mahabharata) 

Tubuh manusia memiliki 10 organ (indriya), yaitu lima organ sensorik ( jinanendriyas) dan lima organ motorik ( karmendriyas), dan sebuah "antahkarana" atau organ/indera internal. Sedangkan organ sensorik dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana). Antahkarana berhubungan langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan bagian intrinsik dari pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah pikiran kita bisa merasakan perut yang kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu perut kosong, pikiran mulai mencari makanan, dan hal ini diekspresikan melalui aksi fisik. Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan bagian intrinsik pikiran, dan satu bagian lagi adalah kesepuluh organ. Yang mendorong terjadinya aktivitas adalah antahkarana. Antahkarana tersusun atas pikiran sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana menginginkan sesuatu, maka tubuh fisiklah yang bekerja menurut keinginan tersebut.

Dalam Sanskrit dikenal enam arah utama yang dinamakan "disha" atau "pradisha": Utara, Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga terdapat empat sudut yang dinamakan "anudisha": Barat Laut (iishana), Barat Daya (agni), Tenggara (vayu) dan Timur Laut (naerta). Jadi seluruhnya ada sepuluh. 

Pikiran sesungguhnya buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati nurani) maka pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran dapat dilambangkan dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah Mahabharata), dan daya fisik, yaitu kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki 10 organ X 10 arah = 100 ekpresi eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra melambangkan seratus ekspresi eksternal ini. 

Bagaimana dengan Pandawa

Mereka melambangkan lima faktor fundamental dalam struktur manusia., yaitu :
Sadewa/Sahadeva melambangkan faktor padat, mereprestasikan cakra muladhara (kemampuan untuk menjawab segala sesuatu). 
Nakula pada cakra svadhisthana. Nakula berarti "air yang mengalir tanpa memiliki batas". "Na" berarti "Tidak", dan "kula" bararti "batas", melambangkan faktor cair. 
Arjuna, melambangkan energi atau daya, faktor cahaya pada cakra manipura, selalu berjuang untuk mempertahankan keseimbangan. 
Bima, putra Pandu, adalah faktor udara "vayu", terdapat pada cakra anahata. 
Terakhir adalah Yudhisthira, pada cakra vishuddha, dimana terjadi peralihan dari sifat materi ke sifat eterik. 

Jadi pada pertempuran antara materialis dan spiritualis, antara materi kasar dan materi halus, Yudhisthira tetap tak terpengaruh."Yudhi sthirah Yudhisthirah" artinya "Orang yang tetap tenang/diam saat pertempuran dinamakan Yudhisthira". 

Krsna terdapat pada cakra sahasrara. Jadi ketika kundalinii (Keagungan yang tertidur) terbangkitkan, naik dan menuju perlindungan Krsna dengan bantuan Pandawa, maka Jiiva (unit diri) bersatu dengan Kesadaran Agung. Pandawa menyelamatkan jiiva dan membawanya ke perlindungan Krsna. 

Sanjaya adalah menteri-nya Dhritarastra. Sanjaya adalah wiweka(Nalar/pertimbangan). Dhritarastra bertanya kepada Sanjaya, karena ia sendiri tidak bisa melihatnya, "Oh Sanjaya, katakan padaku, dalam perang Kuruksetra dan Dharmaksetra, bagaimana keadaan pihak kita?" 

Keseratus putra Dhritarastra, pikiran yang buta, mencoba menguasai jiwa, yang diselamatkan oleh Pandawa melalui pertempuran. Akhirnya kemenangan ada di pihak Pandawa, mereka membawa jiiva ke perlindungan Krsna. Inilah arti filosofis dari Mahabharata. 

Kuruksetra adalah dunia tempat melakukan aksi, dunia eksternal, yang menuntut kita terus bekerja. Bekerja adalah perintah. "Kuru" artinya "bekerja", dan ksetra artinya "medan", Dharmaksetra adalah dunia psikis internal. Disini Pandawa mendominasi.