Pengertian dan Keutamaan Purana
Ladang Informasi - Purana
berasal dari kata : Pura dan Ana menjadi kata “Purana”. “Pura” berarti kuno atau
jaman kuno dan “Ana” berarti menyatakan. Jadi Purana adalah sejarah kuno.
Purana isinya menceritakan Dewa – dewa, Raja – raja, dan Rsi – rsi kuno. Purana
juga berarti ceritra kuno dan setiap ceritra Purana intinya mengandung ajaran
agama. Kata “Pura” di dalam Purana mengandung dua pengertian yaitu yang lalu
dan yang akan datang. Kata “Purana” dapat dijumpai lebih dari puluhan kali di
dalam Kitab Suci Rg Veda, sebagai kata sifat yang berarti kuno atau tua. Kitab
Nighantu (III.27) menyebutkan enam kata di dalam Veda yang mengandung
pengertian “Purana” antara lain : Pratnam, Pradirah, Pravayah, Sanemi, Purvyam,
Ahnaya. Yaska dalam Kitabnya Nirukta (III.9) menyatakan “Purana” berasal dari
kata “Pura” yakni Pura Nayan Bhavati artinya sesuatu yang baru di masa silam.
Kata
“Purana” barangkali berasal dari kata “Puratana” kemudian dalam bentuknya
berubah menjadi “Purana”. Secara etimologi, istilah Purana dijumpai dalam Kitab
Vayu Purana (I.203) yakni berasal dari kata “Pura” (pada masa purba, terdahulu)
dan dari kata “An” artinya bernafas atau hidup, oleh karena itu kata “Purana”
berarti mereka yang hidup dari jaman purba (Yasmat Pura Hyamati dan Purana Tena
Tatsmartam). Kitab Brahmanda Purana (I.1.173) menyatakan disebut Purana karena
keberadaannya di jaman yang sangat purba (Yasmat Pura Hyabhucaitat Purana Tena
Tatsmrtam). Sedangkan Padma Purana (V.2.253) sedikit berbeda dalam menjelaskan
etimologi Purana, yang menyatakan : hal tersebut dinamakan “Purana” karena
merindukan atau menginginkan (kehidupan) masa lampau, dari kata “Pura” dan akar
kata “Vas” yang berarti merindukan atau menginginkan (Pura Puram Vasisteha
Puranam Tena Vai Smrtam). Menurut Panini (4.2.23,2.1.4) “Purana” berasal dari
“Pura” (Purvasminkala), artinya yang telah ada di masa lalu. Matsya Purana
(53.63) menggambarkan bahwa Purana mengandung catatan kejadian – kejadian masa
yang silam.
Walaupun di
jaman yang sangat purba, kita belum menemukan susastra Purana, sesungguhnya
ceritra – ceritra yang terdapat dalam kitab – kitab Purana sudah di kenal jauh
sebelum sabda suci Veda dihimpun. (Pusalker 1959 :75). Dalam Ramayana karya
Valmiki (IV.62,13) kata Purana berarti ramalan yang dibuat pada jaman purba
(Winternitz 1990 : 501 ff). Maha Rsi Kautilya pada kitabnya Artha Sastra
(I.5.14) yang membahas tentang Itihasa menyebutkan bahwa “Purana” dan Itivrtta
dari segi isinya merupakan bagian dari Itihasa. Itivrtta berarti peristiwa
bersejarah, Purana berarti mitologi dan tradisi yang lama dalam legenda. Di
dalam Matsya Purana (I.203) dinyatakan bahwa kata “Purana” berasal dari kata :
(1) Puranyate, (2) Puraanati, (3) Purabhavam, ketiga
kata – kata ini mengandung makna keadaan yang lalu atau kedaan yang telah lalu.
Selanjutnya dalam Kitab Laksikon Sabda Kalpa Druma (III.179) secara gramatika
kata “Purana” dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pura (Puvasmin kale) Bhavam (Panini 4.3.23 ; 2.1.29 atau 4.3.105)
- Pura Niyate Iti (Tagore, 1992, Vol.7, Part I : XVII)
Seorang
sarjana besar ahli Bahasa Sansekerta Rangacarya memberikan definisi tentang
“Purana” yang menyatakan bahwa terdiri dari dua kata yaitu : “Pura” dan “Nava”.
Pura berarti lama dan Nava berarti baru. Purana berarti segala sesuatu tradisi
yang baik dan selalu menarik untuk diceritakan kembali ada sejak jaman purba.
Margaret dan James Stutly dalam Harper’s Dictionary of Hinduism menyatakan :
Purana merupakan kumpulan cerita kuno setelah jaman Veda. Chakuntala
Jagannathan menjelaskan tentang Kitab – kitab Purana sebagai berikut : setelah
Sruti, Smrti, dan Itihasa kita memiliki buku yang ke-4 yakni Kitab – kitab
Purana. Kitab – kitab Purana terdiri dari 18 macam. Berdasarkan dari berbagai
pendapat tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa Purana merupakan susatra
Hindu yang di dalamnya penuh dengan ceritra keagamaan, memberi tuntunan bagi
kehidupan dan kehidupan umat manusia.
Kita dapat
jumpai dalam Kitab – kitab Atharva Veda (XI.7.24 dan XV.7.11-12), Sathapatha
Brahmana (XI.5.6.8), Bhradaranyaka Upanisad (IV.5.11), Candogya Upanisad
(III,4.1-2) dan lain – lain oleh karenanya dapat dinyatakan bahwa “Purana”
telah muncul sebelum ditetapkannya tahun masehi. Kitab – kitab Semerti
menyatakan bahwa Purana adalah buku – buku yang memberikan komentar (Penjelasan)
tentag segala sesuatu dalam Kitab Suci Veda. Dari berbagai pernyataan tersebut
di atas dapat disebutkan bahwa “Purana” benar – benar merupakan susastra Veda
yang amat tua usianya disusun jauh dimasa lalu. Sebagai jenis susastra Hindu,
Purana telah ada sejak jaman Veda. Seperti telah disebutkan di atas istilah
Purana sebagai suatu karya sastra keagamaan yang di dalamnya di kandung ceritra
– ceritra kuno dapat pula kita jumpai didalam susastra Veda, di dalamnya Kitab
– kitab Itihasa, seperti dalam Ramayana (Karya Maha Rsi Valmiki) dan
Mahabharata (Karya Maha Rsi Vyasa). Dalam Kitab Manawa Dharmasastra (Karya Maha
Rsi Manu) juga menyebutkan tentang Purana.
Ruang Lingkup dan jumlah Kitab Purana
Beberapa
Kitab Purana seperti : Matsya (53.3.11), Vayu (I.60-61) Brahmanda (I.1.40-41),
Lingga (I.2.2), Naradya (I.92.22-26), dan Padma Purana menyatakan aslinya Kitab
Purana hanyalah satu dan Brahma yang pertama kali mengajarkannya, kemudian
barulah Kitab Suci Veda diturunkan muncul dari bibir Brahma demikianlah asalnya
yang selanjutnya berkembang menjadi seratus karor sloka dan itulah inti sarinya
yang diumumkan pada setiap jaman Dvapara (Dvapara Yuga) oleh Maha Rsi Vyasa.
Adapun unsur penting dalam Kitab Purana tentang “Panca Laksana” seperti yang disebutkan
dalam Kitab Kurma Purana :
Sargas ca prati sargas caVamso manvantarani caVansanucaritam cai vaPuranam pancalaksanamKurma Purana (I.1-12)
Artinya :
Ada lima unsur penting dalam Kitab Purana yang disebut Panca Laksana yaitu : Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama), Prati Sarga (citaan alam semesta yang kedua), Vamsa (keturunan raja – raja dan rsi – rsi), Manvantara (perubahan dari manu ke manu), Vamsanucaritam (diskripsi keturunan yang akan datang.
Selanjutnya
jumlah Kitab Purana sebanyak delapan belas buah (umumnya kitab – kitab ini
disebut Maha Purana). Kurma Purana (I.1.13-15) mengenai daftar urutan Kitab –
kitab Purana dari 1-18 sekaligus jumlah slokanya masing – masing seperti
tercantum dalam tabel (Purana-Dr.Titib, Hal 27). Di dalam satu sloka dari
Devebhagavata Purana, kita menemukan nama – nama Purana untuk mudah
mengingatnya.
Madhvayam bhadvayam caivaBratrayam vacatustayamNalimpagnim kuskam garudam evaDevibhagavata (I.3.2)
Adapun makna
terjemahan sloka ini adalah menguraikan nama dan jumlah Kitab – kitab Purana,
sebagai berikut :
a.
Dua dengan hurup “ma”
1.
Matsya
Purana
2. Markandeya Purana
b.
Dua dengan hurup “bha”
1.
Bhavisya Purana
2. Bhagavata Purana
c.
Tiga dengan hurup “bra”
1.
Brahma Purana
2.
Brahmanda Purana
3.
Brahma Vaivarta Purana
d.
Empat dengan hurup “va”
1.
Visnu
Purana
2. Vayu Purana
3.
Vamana Purana
4. Varaha Purana
e.
Tujuah dengan hurup “na, lin, va, agnim, kuskam, dan garudam”, yaitu :
1.
Narada
Purana
2. Lingga Purana
3.
Padma
Purana
4. Agni Purana
5.
Kurma
Purana
6. Skanda Purana
7.
Garuda Purana
Daftar ke
delapan belas Purana diberikan pada masing – masing kitab tersebut sebagai
pertimbangannya, tak ada yang pertama dan tak ada yang terakhir namun
kesemuanya sudah eksis satu dengan yang lain sudah melengkapi. Pada
Uttaradhyaya dari Padma Purana (263.81) dapat dijumpai pengelompokan kitab –
kitab Purana sesuai dengan Tri Guna Purusa Avatara dari sudut pendirian
pengikut Vaisnawa. Menurut pengelompokannya hanya kitab- kitab Purana (Visnu,
Narada, Bhagavata, Garuda, Vadma dan Varaha) merupakan kualitas “Ketuhanan”
(Sattwika) dan menguasai pembebasan. Kitab – kitab Purana yang diabdikan kepada
Brahman (Brahmanda, Brahmavaivarta, Markendeya, Bhavisya, Wamana, dan Brahma)
merupakan kualifikasi “nafsu” (Rajasika) dan hanya mengantarkannya untuk
mencapai sorga, sedangkan Kitab – kitab Purana lainnya diabdikan kepada Dewa
Siwa (Matsya, Kurma, Lingga, Siva, Skanda, dan Agni) digambarkan sebagai
“kegelapan” (Tamasika) dan menguasai neraka.
Di dalam
Sivarahasyakanda dari Sansekerta Samhiti, dari Kitab Skanda Purana nama – nama
dari delapan belas Purana itu disebutkan satu demi satu serta pengelompokannya
sebagai berikut :
- Sepuluh Purana berikut : Siva (Vayu), Darisya, Markandeya, Lingga, Varaha, Sekanda, Matsya, Kurma, Vanana, dan Brahmanda Purana dinyatakan sebagai Purana yang Sivaistik.
- Empat Purana berikut : Visnu, Bhagavata, Naradiya, dan Garuda Purana dinyatakan sebagai Visnuistik.
- Brahma dan Padma Purana dikatakan diabdikan untuk Brahman (Brahmanistik)
- Agneya diabdikan untuk Agini.
- Brahma Vaivarta diabdikan untuk Savitri
Kitab – kitab
Purana (Maha Purana) di atas disusun oleh Maha Rsi Vyasa. Buku – buku Purana
yang ditulis belakangan dikenal dengan nama “Upapurana” atau Purana Kecil
(Minor Purana)
Jumlah
Upapurana juga 18, yaitu :
1.
|
Sanathkumara
|
10.
|
Kalika
|
||
2.
|
Narasimha
|
11.
|
Samba
|
||
3.
|
Naradiya
|
12.
|
Saura
|
||
4.
|
Siva
|
13.
|
Aditya
|
||
5.
|
Durvasa
|
14.
|
Mahesvara
|
||
6.
|
Kapila
|
15.
|
Devibhagavatam
|
||
7.
|
Manawa
|
16.
|
Vasistha
|
||
8.
|
Usana
|
17.
|
Visnu
dharmottara
|
||
9.
|
Varuna
|
18.
|
Nelamata
Purana
|
||
Masa Disusun dan Penyusun Kitab – kitab Purana
Kitab –
kitab Purana merupakan susastra agama yakni : “Hinduisme” yang mencapai jaman
keemasan pada pemujaan terhadap Deva Visnu dan Deva Siva dan kitab–kitab
tersebut merupakan buku penting pada era Brahmanisme. Pendapat para tokoh
tentang Purana : H.H Wilson mengungkapkan sesuai dengan semua Purana baik yang
merupakan karya yang belakangan merupakan Susastra Sansekerta dan nampaknya
berasal pada beberapa ribu tahun yang lalu tanpa cara pemeliharaan.
Untuk karya
sastra (puisi) Bana (sekitar 625 masehi) mengetahui Purana secara pasti dan
menuliskan dalam Novel sejarahnya yaitu : Harsacarita, Kumarila, yaitu seorang
filosop (sekitar 750 Masehi) menyatakan, Purana adalah sumber hukum. Sri
Sankara (Abad ke-9 Masehi) dan Ramanya (Abad ke-12 Masehi) menggolongkan Purana
dalam kitab–kitab suci dalam pengajaran pilsafat mereka. Seorang penjelajah
Arab Alberumi (Sekitar 1030 Masehi) menggolongkan Purana menjadi 18 Purana dan
mengutifp tak hanya Aditya, Vayu, Matsya, dan Visnu Purana tetapi telah dikaji
secara cermat salah satu kitab Purana yang memilih bahwa Purana terakhir adalah
Visnudharmottara (Vinternitz 1990 : 503).
Terdapat
perbedaan pandangan yang sangat luas antara para sarjana India tentang masa
disusunnya Kitab–kitab Purana yang sebagian menyatakan bahwa Purana (Purana
Samhita) “yang asli” telah ditulis sebelum era masehi. Menurut VS Agrawala,
Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purana, yang mengajarkan mula
samhita yang jumlahnya masing – masing 4.000-6.000 sloka, yang meguraikan
6 topik penting dan sangat mendasar (essensi) yang setiap bagiannya terdiri
dari 4 pada yakni : Sarga atau pencipta dunia, Prati Sarga atau masa
kehancuran, Manvantara atau masa–masa usia dunia dan Vanisa atau silsilah
keturunan suatu dinasti. Catur Pada atau Catur Laksana ini tetap terpelihara
dan dapat dijumpai dalam kitab Vayu Purana dan Brahmanda Purana.
Lebih jauh
menurut R.C.Hazra (Loc.Cit) sisipan (interpolasi) tetang materi terhadap kitab–kitab
Ur-Purana telah terjadi antara abad ke-3 sampai abad ke-5 masehi yang
mengambilkannya dari kitab–kitab Semrti. Pada umumnya para sarjana berpendapat
bahwa Kitab–kitab Purana telah ditulis antara 400 sampai 1.000 sebelum masehi,
namun untuk dimaklumi bahwa bentuknya tenunya tidak sama persisi dengan yang kita
warisi dewasa ini. Gyani dalam artikelnya, “Date on the Purana Litrature” (Vol.
II, No.3.1-2) menguraikan empat fase penulisan Kitab–kitab Purana sebagai
berikut :
- Fase Akhyana vamsa sekitar 1.200-950 sebelum masehi
- Fase Perpecahan (terbagi menjadi 2 kelompok) sekitar 950-500 sebelum masehi
- Fase Panca Laksana, sekita 500 sebelum masehi sampai awal masehi
- Fase Sektarian atau fase ensiklopedi, mulai awal tahun masehi sampai 700 masehi (Deshpande, Vol. 39, Part I 1988 : XVIII)
Seperti yang
telah diuraikan di depan, dinyatakan bahwa penyusun Kitab–kitab Purana adalah
Maha Rsi Vyasa, Putra Parasara yang juga dikenal dengan nama Krsna Dvipayana.
Di Indonesia di Jawa maupun di Bali hanya ditemukan 1 dari 18 Purana yaitu :
berbentuk prosa yakni Brahmanda Purana yang mempergunakan Bahasa Bali dan
Bahasa Jawa Kuno. Prof. Dr. Poerbatjaraka dalam penelitiannya tentang sastra
Jawa Kuno Kitab Brahmanda Purana sejaman dengan kitab Sang kamahayanikan yang
ditulis 851-869 çaka (929-947 masehi) berkarakter Sivaistik.
Purana Berbahasa Jawa Kuno (di Indonesia)
Kitab
Brahmanda Purana berbahasa Jawa Kuno, yang satu – satunya Kitab Purana dalam
kasanah kepustakaan Jawa Kuno. Yang merupakan sumber ajaran Agama Hindu, yang
menurut P. Van Stein Callenfels dan Zoetmulder kitab ini seperti halnya
Sarasamuscaya dan Agastya Parwa merupakan karya religius (Hinduistilo). Di
Indonesia telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh I Gede Sandi, B.A
dan I Gede Puja, MA. SH (1980) dan kajian yang pertama, dilakukan oleh I Gonda
yang dilaksanakan pada tahun 1932 (Zoetmulder 1953:59). Prof. Dr. Rajendra
Mishra menyatakan bahwa Kitab Brahmanda Purana Berbahasa Jawa Kuno tersebut
bersumber pada Brahmanda Purana berbahasa Sansekerti karya Maha Rsi Veda Vyasa
(1989:84). Di masyarakat masih terjadi kerancuan menganggap kitab–kitab Raja
Purana seperti Raja Purana Pura Besakih sebagai juga kitab–kitab Purana (Maha
atau Upapurana), kerancuan ini meski segera diakhiri, karena kitab – kitab Raja
Purana memuat catatan tentang Upacara – upacara di Pura tersebut, propertinya
dan lain – lain, yang sangat jauh berbeda dengan kitab – kitab Purana berbahasa
Sanskerta sebagai sumber Komprehensif ajaran Agama Hindu.
No comments:
Post a Comment