Penerapan Catur Purusartha untuk Kebahagiaan Rohani
Ladang Informasi - Catur Asrama adalah empat jenjang
kehidupan manusia berdasarkan petunjuk kerohanian yang dipolakan untuk mencapai
empat tujuan hidup manusia yang disebut Catur Purusa Artha. Masing-masing fase kerohanian di dalam
Catur Asrama mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda menurut Catur Purusa
Artha. Prioritas penerapan Catur Purusa Artha pada tahapan-tahapan Catur Asrama
dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Brahmacari
Brahmacari
adalah suatu tingkatan masa hidup berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Jenjang ini merupakan tingkatan pertama yang ditempuh oleh manusia. Pada tahap
‘Brahmacari’ tujuan hidup yang diutamakan mendapatkan Dharma. Pada masa Brahmacari tujuan utama
manusia adalah tercapainya dharma dan artha. Seseorang belajar untuk memahami
dharma dan dapat mencari nafkah di masa depan. Dharma merupakan dasar dan bekal
mengarungi kehidupan berikutnya.
2. Ghrahasta
Pada
tahap hidup ‘Ghrahasta’ yaitu berumah tangga tujuan hidup lebih diutamakan
untuk mendapatkan artha dan kama. Grhastha adalah tingkat hidup kedua yaitu
masa berumah tangga. Pada masa membangun rumah tangga, manusia harus sudah
bekerja dan dapat hidup mandiri. Tingkatan hidup Grhastha diawali dengan
upacara perkawinan. Di dalam Nitisastra disebutkan seseorang boleh memasuki
Grhasta (masa berumah tangga) setelah berumur 20 tahun. Pada masa Grhastha,
tujuan hidup/utama manusia adalah mendapatkan artha dan kama yang dilandasi
oleh dharma. Mencari harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup (kama) yang
berdasarkan kebenaran (dharma). Seorang Grhastha memiliki kewajiban-kewajiban :
bekerja mencari harta berdasarkan dharma, menjadi pemimpin rumah tangga,
menjadi anggota masyarakat yang baik dan melaksanakan yadnya, yang semuanya itu
memerlukan dana.
3. Wanaprasta
Pada
tahap ‘Wanaprasta’, hidup lebih diutamakan mencari moksa. Hidup pada tahap ini
sudah lepas dari kewajiban hidup bermasyarakat dan urusan keduniawian.
Wanaprastha adalah tingkatan hidup manusia mulai menyiapkan untuk melepaskan
diri dari ikatan keduniawiaan. Masa ini dimasuki setelah orang menyelesaikan
kewajiban dalam keluarga dan masyarakat. Pada masa ini orang akan mulai sedikit
demi sedikit melepaskan ikatan keduniawian dan lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan untuk mencapai moksa. Artha dan kama hendaknya kita mulai mengurangi,
berkonsentrasi dalam spiritual, mencari ketenangan batin dan lebih mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan hidup pada masa ini adalah persiapan
mental dan fisik untuk dapat menyatu dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi), sehingga
tujuan hidup ini diprioritaskan kepada kama dan moksa.
4. Sanyasa
Pada
tahap ‘Sanyasa’, hidup lebih diutamakan mencari moksa. Hidup pada tahap ini
sudah lepas dari kewajiban dan urusan keduniawian. Bhiksuka atau Sanyasin
adalah tingkatan hidup kerohanian yang telah lepas sama sekali dari ikatan
keduniawian (Moksa) dan hanya mengabdikan diri kepada Tuhan (Ida Sang Hyang
Widhi). Pada masa Bhiksuka/sanyasin, tujuan hidup manusia yang utama adalah
pada situasi di mana benar-benar mampu melepaskan diri dari ikatan duniawi dan
sepenuhnya mengabdikan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan
menyebarkan ajaran agama.
Pada
masa ini orang tidak merasa memiliki apa-apa dan tidak terikat sama sekali oleh
materi serta selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan hidup manusia yang utama pada masa Bhiksuka/sanyasin adalah tercapainya
moksa (kebahagiaan yang tertinggi).
Tujuan
hidup berlandaskan ajaran Catur Purusartha selain wajib dicapai secara
bertahap berdasarkan Catur Asrama,
juga wajib dicapai
dengan keahlian yang dimiliki atau profesionalisme. Yajna
Valkya mengajarkan juga ‘Guna Dharma’ yaitu kewajiban untuk melaksanakan dharma
sesuai dengan sifat dan bakat yang dimiliki atau dibawa lahir. Dan ‘Warna
Dharma’ yaitu kewajiban untuk mengamalkan dharma berdasarkan Warna (Varna
Dharma) artinya lapangan pekerjaan masing-masing umat berlandaskan keahliannya.
Warna Dharma akan melahirkan Catur Warna, yang membagi masyarakat Hindu menjadi
empat kelompok berdasakan profesi secara pararel horizontal. Warna
dalam Kitab Bhagvad Gita dijelaskan sebagai berikut.
“Cātur-varnayam mayā sṛṣþaṁ
guṇa-karma-vibhāgasaá, tasya kartāram api mām viddhy akartāram avyayam”.
Terjemahannya:
“Catur
varna (empat tatanan masyarakat) adalah ciptaan-Ku menurut pembagian kualitas
dan kerja; tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat
dan merubah diri-Ku” .
(Bhagavad Gita. IV.13)
Berdasarkan
kutipan tersebut, tidak dimuat tentang Wangsa di Bali dan Kasta di India.
Sistem warna memberikan kesempatan setiap orang mengembangkan hakikat dirinya
mencapai puncak kesempurnaan menuju profesionalisme yang berlandaskan moral
religius. Orang akan bahagia apabila dapat bekerja sesuai dengan sifat dan
bakatnya yang dibawa sejak lahir.
Sistem
warna di Bali, sepertinya tidak ada karena yang ditemukan dan berkembang adalah
sistem “Tri Wangsa”. Nampaknya sistem varna dalam agama Hindu di Bali dijadikan
Tri Wangsa. Dari perkembangan itulah (Brahmana, Ksatria dan Waisya) menjadi tri
wangsa sebagai sebuah sistem tatanan masyarakat Hindu Bali.
Sekarang
umat Hindu yang ada di Indonesia, bukan saja bermukim di Bali, tetapi telah
tersebar di beberapa kepulauan Nusantara. Lingkungan umat Hindu di lingkungan
tertentu, lain dengan situasi lingkungan di Bali. Masyarakat Hindu sekarang
sudah semakin kritis, baik karena dasar pendidikan, perkembangan zaman maupun
situasi lingkungan. Kita perlu memikirkan suatu sistem lebih berdasarkan pada
pengertian logis, terutama untuk menanggulangi masalah keagamaan di Bali dan di
daerah-daerah lain di luar Bali.
Permasalahan tersebut
di atas perlu
dicarikan jalan pemecahannya,
lebih- lebih mengingat masalah keagamaan yang dirasakan semakin mendesak
untuk daerah-daerah di luar Bali. Melalui tulisan ini diharapkan kita bersama
mampu mengatasi sedikit demi sedikit permasalahan yang ada. Sebagai realisasi
dalam mengkomunikasikan pelaksanaan kegiatan keagamaan apabila kurang
memungkinkan sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Bali tetap dipakai
demi untuk menjaga kemantapan rasa, sepanjang istilah-istilah tersebut masih
sulit ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Diharapkan kepercayaan dan
kesetiaan beragama yang hanya berlandaskan “gugon tuwon” akan semakin menipis,
akhirnya lenyap diganti oleh rasa kesetiaan, kepercayaan dan keyakinan yang
berlandaskan pengertian yang kritis. Catur Warna berarti empat sifat dan bakat kelahirannya
dalam mengabdi pada masyarakat berdasarkan kecintaan yang menimbulkan
kegairahan kerja. Catur Warna adalah empat golongan karya dalam masyarakat
Hindu yang terdiri dari; Brahmana Warna, Ksatria Warna, Wesya Warna, dan Sudra
Warna.
Prioritas penerapan
Catur Purusa Artha pada
Catur Warna dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Brahmana Warna adalah golongan karya
yang setiap orangnya memiliki pengetahuan suci dan mempunyai bakat kelahiran
untuk mewujudkan tujuan/ kekayaan (artha), keinginan/kenikmatan (kama),
kesejahteraan dan kebahagiaan (moksa) masyarakat, Negara, dan umat manusia
dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya dan dapat memimpin upacara
keagamaan (karyawidhi-yoga dan karya-arcana) berlandaskan kebenaran (dharma) -
nya.
2. Ksatria Warna adalah golongan karya
yang setiap orangnya memiliki kewibawaan alami dan mempunyai bakat kelahiran
yang cinta tanah air untuk pemimpin guna mewujudkan dan mempertahankan tujuan/kekayaan (artha), keinginan/
kenikmatan (kama), kesejahteraan dan kebahagiaan (moksa) masyarakat, negara,
dan umat manusia dengan jalan mengamalkan kepemimpinannya berlandaskan kebenaran
(dharma) - nya.
3. Wesya Warna adalah golongan karya
yang setiap orangnya memiliki watak tekun, terampil, hemat, cermat dan
mempunyai bakat kelahiran untuk mewujudkan tujuan/ kekayaan (artha),
keinginan/kenikmatan (kama), kesejahtraan dan kebahagiaan (moksa) masyarakat,
Negara, dan umat manusia dengan jalan mengamalkan keahliannya sebagai pedagang
dan petani berlandaskan kebenaran (dharma) - nya.
4. Sudra
Warna adalah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kekuatan jasmani,
ketaatan, dan mempunyai bakat kelahiran untuk mewujudkan tujuan/ kekayaan
(artha), keinginan/kenikmatan (kama), kesejahteraan dan kebahagiaan (moksa)
masyarakat, Negara, dan umat manusia atas petunjuk golongan karya lainnya
dengan jalan mengamalkan ketaatan dan kekuatan jasmaninya yang berlandaskan
kebenaran (dharma)-nya.
Hendaknya keempat warna ini bekerjasama bantu-membantu
sesuai dengan swadharmanya (watak, sifat/bakatnya masing-masing) untuk membina
kesejahteraan masyarakat, negara, umat manusia. Pengabdian setiap anggota masyarakat
yang berdasarkan swadharma itu sudah semestinya didasari oleh Catur Purusartha
No comments:
Post a Comment