viral

loading...

Sunday, May 6, 2018

Yoga Darsana


Memahami Konsep Yoga Darśana

Pendiri dan Sumber Ajaran

Ladang Informasi - Kata Yoga berasal dari akar kata yuj yang artinya menghubungkan. Yoga merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi. Hiraṇyagarbha adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang didirikan oleh Mahāṛṣi Patañjali, merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Sāṁkhya. Ia memiliki daya tarik tersendiri bagi para murid yang memiliki temperamen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih orthodox dari pada filsafat Sāṁkhya, yang secara langsung mengakui keberadaan dari Makhluk Tertinggi (Ìśvara).
Memahami Yoga Patanjali
Tuhan menurut Patañjali merupakan Purūṣa istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja, hasil yang diperoleh dan cara perolehannya. Pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih kemahatahuan, yang tanpa terkondisikan oleh waktu, merupakan guru bagi para bijak jaman dahulu. Dia bebas selamanya. Suku kata suci OÝ merupakan simbol Tuhan. Pengulangan suku kata OÝ dan bermeditasi pada OÝ, haruslah dilaksanakan, yang akan melepaskan segala halangan dan akan membawa kepencapaian perwujudan Tuhan. Patañjali mendirikan system filsafat ini dengan latar belakang metafisika Sāṁkhya dan menerima 25 prinsip atau Tattva dari Sāṁkhya, tetapi menekankan pada sisi praktisnya guna realisasi dari penyatuan mutlak Puruṣa atau sang Diri.

Roh pribadi dalam system Yoga memiliki kemerdekaan yang lebih besar dan dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. System Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi dan Samādhi akan membawa kepada Kaivalya atau kemerdekaan. Menurut Patañjali, Tuhan adalah Purūṣa Istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan, karma, hasil yang diperoleh dan cara memperolehnya, pada-Nya merupakan batas tertinggi dari Kemahatahuan, yang tak terkondisikan oleh waktu, yang selamanya bebas dan merupakan Guru bagi para bijak jaman dahulu.

 Yoga Sūtra” dari Patañjali muncul sebagai buku acuan yang tertua dari aliran filsafat Yoga, yang memiliki 4 Bab, yaitu :
  1. Bab yang pertama yaitu Samādhi Pāda, memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan Samādhi.
  2. Bab kedua yaitu Sādhanā Pāda, menjelaskan tentang cara pencapaian tujuan ini.
  3. Bab ketiga, yaitu Wibhùti Pāda, memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi yang dapat dicapai melalui pelaksanaan Yoga.
  4. Bab keempat yaitu Kaivalya Pāda, menggambarkan sifat dari pembebasan tersebut.


Pokok-Pokok Ajaran

Yoga-nya Mahāṛṣi Patañjali merupakan Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Haṭha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan mengatur pernafasan yang memuncak dari Rāja Yoga. Sādhanā yang progresif dalam Haṭha Yoga membawa pada ketrampilan Haṭha Yoga. Haṭha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari Rāja Yoga. Bila gerakan pernafasan dihentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang. Pemurnian badan dan pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Haṭha Yoga. Śaṭ Karma atau enam kegiatan pemurnian badan antara lain Dhautī (pembersihan perut), Bastī (bentuk alami pembersihan usus), Netī (pembersihan lubang hidung), Trāṭaka (penatapan tanpa berkedip terhadap sesuatu obyek), Naulī (pengadukan isi perut), dan Kapālabhātì (pelepasan lendir melalui semacam Prāṇāyāma tertentu). Badan diberikan kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan Āsana, bandha dan mudrā.

Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetatan pada diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir. Hal ini harus dilakukan di bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogīn yang ahli dan memancarkan sinar kepada Jīva. Yoga merupakan satu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra Ṣaḍar atau nirvikalpa samādhi. Pelaksanaan Yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan yoga adalah untuk mengajarkan cara ātma pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan Roh Tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari ātma pribadi dengan Puruṣa Tertinggi dipengaruhi oleh Vṛtti atau pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek duniawi.

Sistem filsafat Kapila adalah Nir-Ìśvara Sāṁkhya, karena di sana tak ada Ìśvara atau Tuhan. Sistem Patañjali adalah Sa-Ìśvara Sāṁkhya karena ada Ìśvara atau Puruṣa Istimewa di dalamnya, yang tak tersentuh oleh kemalangan, kerja, keinginan dsb. Patañjali mendirikan sistem ini pada latar belakang metafisika dari Sāṁkhya. Patañjali menerima 25 prinsip dari Sāṁkhya. Ia menerima pandangan metafisik dari sistem Sāṁkhya, tetapi lebih menekankan pada sisi praktis dari disiplin diri guna  realisasi dari penyatuan mutlak Puruṣa atau sang Diri.




Sāṁkhya merupakan satu sistem metafisika, sedangkan Yoga merupakan satu sistem disiplin praktis. Yang pertama menekankan pada penyelidikan dan penalaran, sedang yang kedua menekankan pada konsentrasi dari daya kehendak. Roh pribadi dalam Yoga memiliki kemerdekaan yang lebih besar. Ia dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. Sāṁkhya menetapkan bahwa pengetahuan adalah cara untuk pembebasan. Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi dan Samādhi akan membawa kepada Kaivalya atau kemerdekaan. Sistem Yoga menganggap bahwa proses Yoga terkandung dalam kesan-kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energi mental pada Puruṣa yang mencerahi dirinya. Rāja Yoga dikenal dengan nama Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yaitu :
  • Yama, (larangan)
  • Niyama (ketaatan)
  • Āsana (sikap badan)
  • Prāṇāyāma (pengendalian nafas)
  • Pratyāhāra (penarikan indriya)
  • Dhāraṇa (konsentrasi)
  • Dhyāna (meditasi)
  • Samādhi (keadaan supra saḍar).

Kelima yang pertama membentuk anggota luar (Bahir-aṅga) dari Yoga, sedangkan ketiga yang terakhir membentuk anggota dalam (Antar-aṅga) dari Yoga.

Penjelasan Rāja Yoga atau Aṣṭāṅga-Yoga 

1) Yama dan Niyama

Pelaksanaan Yama dan Niyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan siswa-siswa Yoga untuk melaksanakan Yoga yang sesungguhnya. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan tanpa kekerasan, kejujuran, pengendalian nafsu, tidak mencuri dan tidak menerima pemberian yang mengantar pada kehidupan mewah; dan melaksanakan kemurnian, kepuasan, kesederhanaan mempelajari kesucian dan berserah diri kepada Tuhan. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan :
  • Ahiṁsā atau tanpa kekerasan, yaitu jangan melukai mahluk lain baik dalam pikiran atau pun perkataan. Perlakukanla pihak lain seperti engkau ingin memperlakukan diri sendiri.
  •  Satya atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
  • Asteya atau pantang mencuri atau menginginkan milik orang lain.
  • Bramacarya atau pembujangan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
  • Aparigraha atau pantang kemewahan yang melebihi apa yang diperlukan

Ke-lima pantangan ini merupakan nazar universal (mahāvrata) atau sumpah luar biasa yang harus dipatuhi,tanpa alasan pengelakan berdasarkan Jati (kedudukan pribadi), Deśa (tempat kediaman), Kāla (usia dan waktu) dan Samāyā (keadaan). Ia harus dilaksanakan oleh semua orang, tak ada pengecualian terhadap prisip-prinsip ini. Bahkan untuk membela diri melakukan pembunuhan tak dibenarkan bagi seseorang yang sedang melaksanakan nazar tanpa kekerasan ini. Ia hendaknya tidak membunuh musuhnya sekalipun, apabila ia melaksanakan Yoga secara ketat.

Selanjutnya perincian Patañjali terhadap Niyama adalah :
  • Śauca (kebersihan lahir batin dan menganjurkan kebajikan).
  • Saṅtoṣa (kepuasan untuk memantapkan mental).
  • Tapa (berpantang atau pengetatan diri).
  • Svādhyāya (mempelajari naskah-naskah suci).
  • Īśvarapraṇidhāna (penyeraha diri kepada Tuhan)


2) Āsana, Prāṇāyāma dan Pratyāhara

Āsana merupakan sikap badan yang mantap dan nyaman. Āsana atau sikap badan merupakan bantuan secara fisik untuk konsentrasi. Bila seseorang memperoleh penguasaan atas āsana, ia bebas dari gangguan pasangan-pasangan yang berlawanan. Prāṅāyāma atau pengaturan nafas memberikan ketenangan dan kemantapan pikiran serta kesehatan yang baik. Pratyāhara adalah pemusatan pikiran, yaitu penarikan indra-indra dari obyek-obyeknya. Yama, Niyama, Āsana. prāṇāyāma, dan Pratyāhara merupakan tambahan bagi Yoga.



3) Dhāraṇa, Dhyāna dan Samādhi

Dhāraṇa, Dhyāna dan Samādhi merupakan 3 tahapan berturut-turut dari proses yang sama dari konsentrasi mental dan karena itu merupakan bagian dari keseluruhan organ. Dhāraṇa adalah usaha untuk memusatkan pikiran secara mantap pada suatu obyek. Dhyāna merupakan pemusatan yang terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap obyek. Samādhi adalah pemusatan pikiran terhadap obyek dengan intensitas konsentrasi demikian rupa sehingga menjadi obyek itu sendiri. Pikiran sepenuhnya bergabung dalam penyamaan dengan obyek yang dimeditasikan.

Saṁyama atau konsentrasi, meditasi dan samādhi merupakan hal yang sama dan satu yang memberikan suatu pengetahuan dari obyek supra alami. Siddhi merupakan hasil sampingan dari konsentrasi yang sesungguhnya merupakan halangan terhadap pelaksanaan samādhi atau kebebasan, yang merupakan tujuan dari disiplin Yoga

4) Yoga Samādhi Dan Ciri-Cirinya

Dhyāna atau meditasi memuncak dalam samādhi. Obyek meditasi adalah Samādhi. Samādhi merupakan tujuan dari disiplin Yoga. Badan dan pikiran menjadi mati sementara sedemikian rupa terhadap semua kesan-kesan luar. Hubungan dengan dunia luar lepas. Dalam samādhi, Yogi memasuki ketenangan tertinggi yang tak tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya dari dunia luar. Pikiran kehilangan fungsinya. Indriya-indriya terserap ke dalam pikiran. Bila semua perubahan pikiran terkendalikan si pengamat yaitu Puruṣa, terhenti dalam dirinya sendiri. Patañjali mengatakan hal ini dalam Yoga Sūtra-nya sebagai Svarūpa Awasthānam (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya).

Ada jenis atau tingkatan konsentrasi atau samādhi, yaitu Saṁprajñata atau Ṣaḍar dan Asaṁprajñata atau supra Ṣaḍar. Pada saṁprajñata samādhi, ada obyek konsentrasi yang pasti, di situ pikiran tetap Ṣaḍar akan obyek tersebut. Savitarka (dengan pertimbangan), nirvitarka (tanpa pertimbangan), savicāra (dengan renungan), Nirvicāra (tanpa renungan), Sānanda (dengan kegembiraan) dan Sāsmita (dengan arti kepribadian) adalah bentuk-bentuk dari Saṁprajñata samādhi. Dalam Saṁprajñata samādhi ada keṢaḍaran yang jernih tentang obyek yang dimeditasikan, yang berada dengan subyek. Dalam Asaṁprajñata samādhi, perbedaan ini lenyap dan menjadi tersenden (terlampaui).

Kondisi Agar  berhasil dalam Rāja Yoga

Para calon spiritual yang menginginkan untuk mencapai perwujudan Tuhan hendaknya melaksanakan kedelapan anggota Yoga ini. Pada penghancuran ketidak-murnian melalui pelaksanaan delapan anggota dari Yoga, muncullah sinar kebijaksanaan yang membawa ke pengetahuan pembedaan. Guna mencapai Samādhi atau penyatuan dengan Tuhan, pelaksanaan Yama dan Niyama merupakan suatu keharusan.

Siswa Yoga hendaknya melaksanakan Yama dan mematuhi Niyama secara berdampingan. Tak mungkin mencapai kesempurnaan dalam meditasi dan Samādhi tanpa berusaha melaksanakan Yama dan Niyama. Kamu tak dapat mengkonsentrasikan pikiran tanpa melepaskan kepalsuan, kebohongan, kekejaman, nafsu dan sebagainya yang berada di dalam. Tanpa konsentrasi pikiran, meditasi dan Samādhi tidak dapat dicapai.

Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali

Kṣipta, Muḍha, Vikṣipta, Ekagra dan Niruddha, merupakan lima tingkatan mental, menurut aliran Rāja Yoga dari Patañjali. Tingkatan Kṣipta adalah pada saat pikiran mengembara diantara berbagai obyek duniawi dan pikiran dipenuhi dengan sifat Rājas. Tingkatan Muḍha, pikiran berada dalam keadaan tertidur dan tak berdaya disebabkan sifat Tamas. Tingkatan Vikṣipta adalah keadaan pada saat sifat Sattva melampaui, dan pikiran goyang antara meditasi dan obyektivitas. Sinar pikiran secara perlahan berkumpul dan bergabung. Bila sifat Sattva meningkat, akan memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indriya-indriya dan kelayakan untuk perwujudan ātman. Tingkatan ekagra adalah pada saat pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang mendalam sifat Sattva terbebas dari sifat Rājas dan Tamas. Tingkatan niruddha adalah pada saat pikiran di bawah pengendalian yang sempurna. Semua Vṛtti pikiran dilenyapkan.

Vṛtti merupakan kegoncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya pikiran.  Setiap Vṛtti atau perubahan mental meninggalkan sesuatu saṁskāra atau kesan-kesan atau kecenderungan yang terpendam. Saṁskāra ini dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan Ṣaḍar bila ada kesempatan. Vṛtti yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Vṛtti dihentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang (Samāpatti). Penyakit, kelesuan, keragu-raguan, keletihan, kemalasan, keduniawian, kesalahan pengamatan, kegagalan mencapai konsentrasi dan ketidakmampuan ketika hal itu dicapai, merupakan halangan pokok untuk konsentrasi.

Lima Kleśa dan Pelepasannya

Menurut Patañjali, avidyā (kebodohan), asmitā (keakuan), rāga-dveṣa (keinginan dan anti pati, atau suka dan tidak suka) dan abhiniweśa (ketergantungan pada kehidupan duniawi) merupakan 5 kleśa besar atau mala petaka yang menyerang pikiran. Ada keringanan dengan cara melaksanakan Yoga terus menerus, tetapi tidak menghilangkan secara total. Mereka akan muncul lagi pada saat mereka menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi Asaṁprajñata samādhi (pengalaman mutlak) menghancurkan sekaligus benih-benih dari kejahatan ini. Avidyā merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan hasil langsung dari avidyā, yang memberi kita keinginan dan kebencian, serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga samādhi melenyapkan avidyā.

Kriyā Yoga memurnikan pikiran, melunakkan 5 kleśa dan membawa pada keadaan samādhi. Tapas (kesederhanaan), svadhyāya (mempelajari dan memahami kitab suci) dan Ìśvara-praṁidhāna (pemujaan Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan) membentuk Kriyā Yoga. Pengusahaan persahabatan (Maitrī) terhadap sesama, kasih sayang (karuṇa) terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan (upekṣā) terhadap orang-orang kejam (atau dengan memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk) menghasilkan ketenangan pikiran (citta prasāda). Seseorang dapat mencapai samādhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan kebebasan. Dengan Ìśvara-praṁidhāna, siswa yoga memperoleh karunia Tuhan.

Abhyāsa (pelaksanaan) dan Vairāgya (kesabaran, tanpa keterikatan membantu dalam pemantapan dan pengendalian pikiran. Pikiran hendaknya ditarik berkali-kali dan dibawa kepusat meditasi, apabila ia mengarah keluar menuju obyek duniawi. Ini merupakan abhyāsa yoga. Pelaksanaan menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secara terus menerus selama beberapa waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan. Pikiran merupakan sebuah berkas Tṛṣṇa (kerinduan). Pelaksanaan Vairāgya akan menghancurkan segala Tṛṣṇa. Vairāgya memutar pikiran menjauhi obyek-obyek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (kegiatan Bahirmukha dari pikiran), tetapi mengarahkannya ke kegiatan antar-mukha (mengarah ke dalam).

Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Puruṣa terhadap Prakṛti. Kebebasan dalam Yoga merupakan Kaivalya atau kemerdekaan mutlak. Roh terbebas dari belenggu Prakṛti. Puruṣa berada dalam wujud yang sebenarnya atau svarūpa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu apa pun di dunia ini, Kaivalya atau Pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan avidyā melalui pengetahuan pembedaan (vivekakhyāti). Lima kleśa atau mala petaka terbakar oleh apinya pengetahuan. Sang Diri tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guṇa seluruhnya terhenti dan sang Diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seorang menjadi seorang mukta (roh bebas), Prakṛti dan perubah-perubahannya tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan sistem filsafat Sāṁkhya, dipegang oleh sistem Yoga ini.

No comments:

Post a Comment