Memahami Konsep Vedānta Darśana
Pendiri dan Sumber Ajaran
Ladang Informasi - Filsafat ini sangatlah kuno;yang berasal dari kumpulan
literatur bangsa Arya yang dikenal dengan nama Veda. Vedānta ini
merupakan bunga diantara semua spekulasi, pengalaman dan analisa yang terbentuk
dalam demikian banyak literatur yang dikumpulkan dan dipilih selama
berabad-abad. Filsafat Vedānta ini
memiliki kekhususan. Yang pertama, ia sama sekali impersonal, ia bukan dari
seseorang atau Nabi.
Istilah Vedānta berasal dari kata Veda-anta, artinya bagian terakhir dari Veda atau inti sari atau akhir dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang
terkandung dalam kitab Upaniṣad.
Kitab Upaniṣad juga disebut dengan Vedānta, karena kitab-kitab ini
merupakan jñana kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari Veda setelah Mantra, Brāhmaṇa dan Āraṇyaka
yang bersifat mengumpulkan. Disamping itu ada tiga faktor yang menyebabkan Upaniṣad disebut dengan Vedānta yaitu:
- Upaniṣad adalah hasil karya terakhir dari jaman Veda.
- Pada jaman Veda program pelajaran yang disampaikan oleh para Resi kepada sisyanya, Upaniṣad juga merupakan pelajaran yang terakhir. Para Brāhmacari pada mulanya diberikan pelajaran shamhita yakni koleksi syair-syair dari zaman Veda. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran Brāhmaṇa yakni tata cara untuk melaksanakan upacara keagamaan, dan terakhir barulah sampai pada filsafat dari Upaniṣad.
- Upaniṣad adalah merupakan kumpulan syair-syair yang terakhir dari pada jaman Veda.
Jadi pengertian Vedānta erat sekali hubungannya dengan Upaniṣad hanya saja
kitab-kitab Upaniṣad tidak memuat uraian-uraian yang
sistimatis. Usaha pertama untuk menyusun ajaran Upaniṣad secara sistimatis
diusahakan oleh Śṛi VyāṢaḍeva,
kira-kira 400 SM. Hasil karyanya disebut dengan Vedānta-Sūtra atau Brahma- Sūtra yang menjelaskan ajaran-ajaran Brahman. Brahma- Sūtra juga
dikenal dengan Śarīraka Sūtra, karena
ia mengandung pengejawantahan dari Nirguṇa
Brahman Tertinggi dan juga merupakan salah satu dari tiga buah buku yang
berwewenang tentang Hinduisme, yaitu Prasthāna
Traya, sedang dua buku lainnya adalah Upaniṣad
dan Bhagavad Gītā. Śṛi Vyāsa telah
mensistematisir prinsip-prinsip dari Vedānta
dan menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang nyata dalam ajaran-ajaran
tersebutt.
Sifat Ajaran
Sistem filsafat Vedānta
juga disebut Uttara Mīmāmsā kata”Vedānta” berarti”akhir dari Veda.
Sumber ajarannya adalah kitab Upaniṣad. Oleh karena kitab Vedānta bersumber pada kitab-kitab Upaniṣad, Brahma Sūtra dan Bhagavad
Gītā, maka sifat ajarannya adalah absolutisme dan teisme. Absolutisme
maksudnya adalah aliran yang meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah
mutlak dan tidak berpribadi (impersonal God),sedangkan teisme
mengajarkan Truhan yang berpribadi (personal God).
Uttara-Mīmāmsā
atau
filsafat Vedānta dari Bādarāyaṇa atau Vyāsa ditempatkan sebagai terakhir dari enam filsafat orthodox,
tetapi sesungguhnya ia menempati urutan pertama dalam kepustakaan Hindu.
Pokok- Pokok Ajaran Vedānta
Vedānta mengajarkan bahwa nirvāna
dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini, tak perlu menunggu setelah mati
untuk mencapainya. Nirvāna adalah keṢaḍaran terhadap diri sejati. Dan
sekali mengetahui hal itu, walau sekejap, maka seseorang tak akan pernah lagi
dapat di perdaya oleh kabut individualitas. Terdapat dua tahap pembedaan
dalam kehidupan, yaitu: yang pertama, bahwa orang yang mengetahui diri
sejatinya tak akan di pengaruhi oleh hal apapun. Yang kedua bahwa hanya dia
sendirilah yang dapat melakukan kebaikan pada dunia
Seperti yang telah disebutkan tadi
bahwa filsafat Vedānta bersumber dari
Upaniṣad. Brahma Sūtra atau Vedānta Sūtra dan Bhagavad Gītā. Brahma Sūtra mengandung 556 buah Sūtra,
yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya,
Avirodha, Sādhāna dan Phala. Pada
Bab I, pernyataan tentang sifat Brahman dan
hubungannya dengan alam semesta serta roh pribadi. Pada Bab II, teori-teori Sāṁkya, Yoga, Vaiśeṣika dan sebagainya
yang merupakan saingannya dikritik, dan jawaban yang sesuai diberikan terhadap
lontaran pandangan ini. Pada Bab III, dibicarakan tentang pencapaian Brahmavidyā. Pada Bab IV, terdapat uraian tentang buah (hasil) dari pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana roh pribadi mencapai Brahman melalui Devayana. Setiap bab memiliki 4 bagian (Pāda). Sūtra- sūtra pada
masing-masing bagian membentuk Adikaraṇa atau
topik-topik pembicaraan. Lima Sūtra pertama
sangat penting untuk diketahui karena berisi intisari ajaran Brahma Sūtra, yaitu :
- Sūtra pertama berbunyi : Athāto Brahmajijñāsā – oleh karena itu sekarang, penyelidikan ke dalam Brahman. Aphorisma pertama menyatakan obyek dari keseluruhan system dalam satu kata, yaitu : Brahma-jijñāsā yaitu keinginan untuk mengetahui Brahman.
- Sūtra kedua adalah : Janmādyasya yataḥ - Brahman adalah KeṢaḍaran Tertinggi, yang merupakan asal mula, penghidup serta leburnya alam semesta ini.
- Sūtra ketiga : Sāstra Yonitvāt – Kitab Suci itu sajalah yang merupakan cara untuk mencari pengetahuan yang benar.
- Sūtra keempat : Tat Tu Samvayāt – Brahman itu diketahui hanya dari kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan cara lainnya, karena Ia merupakan sumber utama dari segala naskah Vedānta.
- Sūtra kelima adalah : Īkṣater Nā Aśabdam – Disebabkan ‘berfikir’, Prakṛti atau Pradhāna bukan didasarkan pada kitab suci.
Sūtra terakhir dari Bab IV adalah Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt – Tak ada kembali bagi roh bebas,
disebabkan kitab suci menyatakan tentang akibat itu. Masing-masing buku
tersebut memberikan ulasan isi filsafat itu berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh sudut pandangannya yang berbeda. Walaupun obyeknya sama, tentu hasilnya
akan berbeda. Sama halnya dengan orang buta yang merabah gajah dari sudut yangg
berbeda, tentu hasilnya akan berbeda pula. Demikian pula halnya dengan
filsafat tentang dunia ini, ada yang memberikan ulasan bahwa dunia
ini maya (bayangan saja), dilain pihak menyebutkan dunia ini betul-betul ada,
bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diri-Nya sendiri. Karena perbedaan
pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan suatu teka-teki, apakah dunia ini
benar-benar ada ataukah dunia ini betul-betul maya.
Hal ini menyebabkan timbulnya
penafsiran yangg bermacam-macam pula. Akibat dari penapsiran tersebut
menghasilkan aliran-aliran filsafat Vedānta.
Sūtra-sūtra atau Aphorisma dari Vyāsa merupakan dasar dari filsafat Vedānta dan telah dijelaskan oleh
berbagai pengulas yang berbeda-beda sehingga dari ulasan-ulasan itu muncul
beberapa aliran filsafat, yaitu :
- Kevala Advaita dari Śrī Ṣaṇkarācārya
- Viśiṣṭādvaita dari Śrī Rāmānujācārya
- Dvaita dari Śrī Madhvācārya
- Bhedābedhā dari Śrī Caitanya
- Śuddha Advaita dari Śrī Vallabhācarya, dan
- Siddhānta dari Śrī Meykāṇdar.
Masing-masing filsafat tersebut
membicarakan tentang 3 masalah pokok yaitu, Tuhan, alam dan roh. Dvaita, Viśiṣṭādvaita dan Advaita adalah tiga aliran utama dari
pemikiran metafisika, yang kesemuanya menapak jalan yang menuju kebenaran
terakhir, yaitu Para Brahman. Dvaita,
Viśiṣṭādvaita dan Advaita adalah
tiga aliran utama dari pemikiran metafisika, yang kesemuanya menapak jalan
menuju kebenaran terakhir, yaitu Para
Brahman. Mereka merupakan anak-anak tangga pada tangganya Yoga, yang sama sekali tidak saling
bertentangan, bahkan sebaliknya saling memuji satu sama lainnya. Tahapan ini
disusun secara selaras dalam rangakaian pengalaman spiritual berjenjang, yang
dimulai dengan Dvaita, Viśiṣṭādvaita dan
Advaita murni yang semuanya ini
akhirnya memuncak pada Advaita Vedāntis perwujudan
dari yang mutlak atau Triguṇatītā Ananta
Brahman transcendental.
Madhva mengatakan : “Manusia adalah pelayan Tuhan” dan menegakkan
ajaran Dvaita-nya. Rāmānuja berkata : “Manusia adalah cahaya dan percikan Tuhan”
dan menegakkan filsafat Viśiṣṭādvaita-nya.
Śaṅkara mengatakan: “Manusia identik
dengan Brahman atau roh abadi” dan
menegakkan filsafat Kevala Advaita-nya.
Nimbārkācārya mendamaikan semua
perbedaan pandangan mengenai Tuhan yang dipakai oleh Śaṅkara, Rāmānuja, Madhva dan yang lainnya serta membuktikan bahwa
pandangan-pandangan mereka semua benar, dengan petunjuk pada aspek terentu dari
Brahman, yang berhubungan dengannya,
masing-masing dengan caranya sendiri. Śaṅkara
telah menerima realitas pada aspek transcendental-Nya, sedangkan Rāmānuja menerima-Nya pada aspek
immanent-Nya, secara prinsipil : tetapi Nimbārkā
telah menyelesaikan perbedaan pandangan yang diterima oleh para pengulas
yang berbeda tersebut.
Perbedaan konsepsi tentang Brahman tiada lain hanya merupakan
perbedaan cara pendekatan terhadap Realitas, dan sangat sulit bahkan hampir tak
mungkin bagi roh terbatas untuk memperolehnya sekaligus konsepsi tentang Yang
Tak Terbatas atau Roh Tak Terbatas ini secara jelas, lebih-lebih lagi untuk
menyatakannya dengan istilah yang memadai. Semuanya tak dapat menjamah
ketinggian filsafat Kevala Advaita dari
Śrī Śaṅkara sekaligus dan utnuk itu
pikiran harus didisiplinkan seperlunya sebelum dipakai sebagai sebuah alat yang
pantas untuk memahami pendapat dari Advaita
Vedānta-Nya Śrī Śaṅkara.
Oleh karena itu kita sepatutnya
merasa bersyukur dengan kehadiran beliau sebagai Avatāra Puruṣa, yang masing-masing menjelmakan diri di bumi ini
untuk melengkapi suatu misi yang tak terbatas, untuk mengajarkan serta
menyebarkan ajaran-ajaran tertentu, yang tumbuh subur pada masa tertentu, yang
ada pada tahapan evolusi tertentu, dan semua aliran filsafat diperlukan, yang
masing-masing dianggap paling sesuai bagi tipe manusia tertentu ; karena
perbedaan konsep mengenai Brahman
hanyalah perbedaan pendekatan terhadap realitas.
No comments:
Post a Comment