viral

loading...

Sunday, May 6, 2018

Sad Darsana

Memahami Lebih Dalam Konsep Sad Darsana



Ladang Informasi - Kata Darśana berasal dari urat kata dṛś yang artinya melihat, menjadi kata Darśana (kata benda) artinya pengelihatan atau pandangan. Kata Darśana dalam hubungan ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Ilmu Filsafat adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana caranya mengungkapkan nilai-nilai kebenaran hakiki yang dijadikan landasan untuk hidup yang dicita-citakan. Demikian halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran Hindu yang juga disebut dengan Darśana, semuanya berusaha untuk mengungkapkan tentang nilai-nilai kebenaran dengan bersumber pada kitab suci Veda. Aliran atau sistem filsafat India dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu āstika dan nāstika. Kelompok pertama terdiri atas enam sistem filosofis utama yang secara populer dikenal sebagai Ṣaḍ Darśana yang dikenal dengan aliran orthodox, nukan karena mereka mempercayai adanya Tuhan, tetapi karena mereka menerima otoritas dari kitab-kitab Veda.

Memahami Lebih Dalam Konsep Sad Darsana
Svami Vivekananda
Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata āstika dan nāstika umumnya berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan filosofis Sanskṛta, kata āstika berarti ‘orang yang mempercayai otoritas kitab-kitab Veda, atau orang yang mempercayai kehidupan setelah kematian’, sedangkan kata nāstika berarti lawannya. Disini, kata tersebut diperguṇa kan dalam pengertian pertama karena dalam pengertian yang kedua, aliran filsafat Jaina dan Buddha pun adalah āstika, karena mereka percaya mempercayai kehidupan setelah kematian. Dalam kedua pengertian di atas, ke enam aliran filsafat orthodox adalah āstika dan aliran filsafat Cārvāka sebagai nāstika. Pada uraian berikut akan diuaraikan tentang aliran filsafat orthodox (Ṣaḍ Darśana). Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata āstika dan nāstika umumnya berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan filosofis Sanskṛta, kata āstika berarti ‘orang yang mempercayai otoritas kitab kitab Veda, atau orang yang mempercayai kehidupan setelah kematian’, sedangkan kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata tersebut dipergunakan dalam pengertian pertama karena dalam pengertian yang kedua, aliran filsafat Jaina dan Buddha pun adalah āstika, karena mereka mempercayai kehidupan setelah kematian. Dalam kedua pengertian di atas, keenam aliran filsafat orthodox adalah āstika dan aliran filsafat Cārvāka sebagai nāstika.

Dalam tradisi intelektual India Darśana merupakan padanan yang paling mendekati istilah filsafat (barat), namun secara esensial ada perbedaan yang sangat mendasar, filsafat (barat) terlepas dari agama sedangkan Darśana tetap mengakar pada agama Hindu. Kata Darśana berasal dari urat kata ‘drs’ yang berarti melihat (ke dalam) atau mengalami, menjadi kata Darśana yang artinya penglihatan atau pandangan tentang realitas. ‘Melihat’ dalam koteks ini bisa bermakna observasi perseptual atau pengalaman intuitif. Secara umum ‘darsan’ berarti eksposisi kritis, survei logis, atau sistem-sistem, yang lebih lanjut menurut Radhakrisnan kata ‘Darśana’ menandakan sistem pemikiran yang diperoleh melalui pengalaman intuitif dan dipertahankan, diberlanjutkan melalui argumen logis. Kata Darśana sendiri dalam pengertian filsafat pertama kali digunakan dalam Vaisesika sutra karya Rsi Kanada.

Filsafat Hindu (Darśana) merupakan proses rasionalisasi dari agama dan merupakan bagian integral dari agama Hindu yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Agama memberikan aspek praktis ritual dan Darśana memberikan aspek filsafat, metafisika, dan epistemology sehingga antara agama dan Darśana sifatnya saling melengkapi. Darśana muncul dari usaha manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari permasalahan yang sifatnya transenden, dan yang menjadi titik awalnya adalah kelahiran dan kematian. Mengapa manusia itu lahir?, apa yang menjadi tujuan kelahiran manusia? dan apa yang hilang ketika manusia mati?, pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi titik awal dari Darśana.
Filsafat Hindu sering kali dianggap Atman sentris, artinya semuanya dimulai dari Atman dan akhirnya berakhir pada Atman. Dalam proses pembelajarannya selalu mengarahkan pada tujuan hidup tertinggi yaitu Moksa, semua proses pikiran dan perasaan selalu diarahkan menuju tujuan tersebut. Sehingga filsafat Hindu bukanlah proses pemikiran yang kering dan tanpa tujuan. Realisasi atman menjadi tujuan setiap Darśana walaupun dalam berbagai kapasitas yang berbeda, Veda menyatakan “ Atma va’re drastavyah “ (Atman agar direalisasikan) atau kembalinya kedudukan asli atman sebagai pelayan abadi Tuhan. Atman merupakan asas inti dari setiap kehidupan sehingga harus dipahami keberadaannya.
Pada intinya secara esensial, dalam konteks agama maupun Darśana, terdapat sebuah landasan bahwasannya didalam diri manusia terdapat asas yang sifatnya abadi dalam diri manusia, yaitu atman. Atman sebagai asas roh dan badan sebagai asas materi, atman sebagai entitas yang independent dan kekal selalu bersifat murni terbebas dari berbagai mala (kekotoran). Mengembalikan atman yang sifatnya abadi menuju sumber keabadian inilah yang menjadi tujuan bersama antara Darśana dan agama. Atman di dalam Kitab Pancamo Veda (Bhagavadgita) digambarkan sebagai berikut :
  • Acchedya artinya tidak terlukai oleh senjata.
  • Adahya artinya tidak dapat terbakar.
  • Akledya artinya tak terkeringkan.
  • Acesyah tak terbasahkan.
  • Nitya artinya abadi.
  • Sarwagatah artinya ada dimana mana.
  • Sthanu artinya tidak berpindah pindah.
  • Acala artinya tidak bergerak.
  • Sanatama artinya selalu sama.
  • Awyakta artinya tidak terlahirkan.
  • Achintya artinya tidak terpikirkan.
  • Awikara artinya tidak berubah.

Karena sifat Darśana sebagai pandangan yang merupakan akibat dari aktifitas ‘melihat’, maka dapat disadari bahwa ada beberapa pandangan (Darśana) dalam tradisi intelektual India, secara umum filsafat India (Veda) dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
  1. Pandangan yang Orthodox, disebut juga Astika, kelompok ini secara langsung maupun tidak langsung mengakui otoritas Veda sebagai sumber ajarannya. Terdiri dari 6 aliran filsafat (Sad Darśana) yang pada akhirnya disebut sebagai filsafat Hindu, terdiri dari : Nyaya, Vaisesika, Samkhya, Yoga, Purwwa Mimamsa, Vedanta (Uttara Mimamsa).
  2. Pandangan yang Heterodox , disebut juga Nastika, kelompok ini tidak mengakui otoritas Veda sebagai sumber ajarannya. Terdiri dari Carwaka, Jaina, dan Buddha


Enam aliran filsafat Hindu (Sad Darśana) berada dalam kelompok Astika, yang merupakan konsep yang saling berhubungan satu sama lain : 1. Nyaya dan Vaiseika, 2. Samkhya dan Yoga, 3. Mimamsa dan Vedanta. Waisesika merupakan tambahan dari Nyaya, Yoga merupakan tambahan dari Samkhya, dan Vedanta merupakan satu perluasan dan penyelesaian dari Samkhya. Sehingga Darśana dalam agama Hindu dikenal berjumlah enam, yang disebut Sad Darśana, yaitu :
  1. Nyaya Darśana
  2. Vaesesika Darśana
  3. Samkhya Darśana
  4. Yoga Darśana
  5. Mimamsa Darśana
  6. Vedanta Darśana

Vedanta (puncak ajaran Veda) sebagai filsafat yang muncul secara langsung dari teks-teks upanisad merupakan system filsafat yang dianggap paling memuaskan. Dari penafsiran-penafsiran filsafat Vedanta muncul berbagai aliran pemikiran antara lain : konsep adwaita dari Rsi Sankaracarya, konsep Maharsi Visistadvaita dari Maharsi Ramanujacarya, dan konsep dwaita dari Sri Madhwacarya, konsep Acintya bheda abheda tattva dari Sri Caitanya. Tiap-tiap pemikiran filsafat ini membahas tiga masalah pokok yaitu mengenai Brahman, Alam, dan atman (roh). Selain ketiga aliran pemikiran yang muncul dari filsafat Vedanta tersebut, masih terdapat beberapa aliran pemikiran lainnya namun sifatnya lebih pada penggabungan dari tiga konsep pemikiran tersebut.

No comments:

Post a Comment