Kisah Ramayana
Ladang Informasi - Kisah Ramayana adalah kisah tentang petualangan
Sang Rama sebagai awatara yang disusun pada tahun 1200 SM. Secara
umum biasanya kitab tersebut disebutkan ditulis oleh Rsi Walmiki (kisah
antara Prabu Rama dan Dewi Sita) dan seluruh isinya dikelompokkan ke
dalam Kanda dan berbentuk syair.
Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair, Epos Ramayana
merupakan salah satu bagian dari itihasa yang memiliki ajaran
filsafat yang sangat tinggi.
Sapta Kanda
Kitab
Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi
7 ( tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
Bala
kanda
Dalam
cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang istri /
permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :
- Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
- Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.
- Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Ayodya Kanda
Rama dan Sinta |
Setelah
Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari Mithila, Prabhu
Dasarata ingin menyerahkan tampuk kekuasaan dari kerajaan Ayodya kepada Ramadewa, tetapi terhalang
oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu dan saat itu juga Dewi Kekayi menagih janjinya, yaitu meminta Prabhu Dasarata untuk mengangkat Bharata menjadi Raja dan mengasingkan Rama ke Hutan selama 12 Tahun. Karena
bijaksananya Ramadewa keesokan harinya pergi ke hutan dengan istrinya (Dewi
Sita), diikuti oleh adiknya ”Sang Laksamana“. Pada saat itu pula terdengar oleh
Sang Bharata, akhirnya Bharata menolak permintaan ibunya, langsung ke hutan
mencari Ramadewa, karena satya wacana (setia pada perkataannya) akhirnya Ramadewa menyerahkan terompah (alas kaki) sebagai simbul Sang Ramadewa selama
perjalanan ke hutan pertapa.
Aranyaka Kanda
Setelah
sampai di hutan Citra Kuta, sering dikunjungi para pertapa untuk meminta
bantuan dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka
karena melihat ketampanan Rama dan Laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan,
hidung Surpanaka dipotong oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor
kepada kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk
mematai-matai Ramadewa dengan berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa
terseret oleh tipuan Marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang
itu, sedangkan Sita dijaga oleh Laksamana . Karena tipuan Marica juga membua
Sita panik dan menyuruh Laksamana membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri
tetapi dengan kekuatannya Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan
kekuatan pelindung, sipapun tidak akan bisa melewati termasuk dewa. Karena itu
Rahwana berubah wujud menjadi Bhiku untuk menarik simpati Sita. Akhirnya Sita
keluar dari pelindung yang dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita dan dibawa
ke Alengka.
Kiskinda Kanda
Setelah
Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana begitu tidak
melihat Sita di pasraman langsung mencasinya ke tengah hutan. Sampai di
perjalanan bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat
bertempur untuk merebut dan menolong Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu
memilih untuk mati, karena kebaikannya dia diberi pengentas ke sorga oleh
Ramadewa dengan sebuah panahnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya, bertemu
Sugriwa untuk meminta banduan agar dapat mengalahkan Subali dalam memperebutkan
Dewi Tara. Ramadewa kemudian membantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan dapat
dikalahkan. Sugriwa setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama
dalam mencari Dewi Sita.
Sundara Kanda
Dalam
pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke Alengka,
dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke Alengka.
Selesai bercerita dengan Sita, Anoman sempat ditangkap tetapi dengan
kesaktianya melepaskan diri dan sempat membakar Alengka sampai hangus.
Kemudian
Anoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa langsung menyusun
siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat jembatan yang
disebut dengan Titi Banda.
Yudha Kanda
Setelah
jembatan Titi Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan pasukan keranya
untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua pasukan, dan
pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi dimenangkan
oleh Rama. Wibhisana juga membantu. Mengingat jasa Wibhisana sangat besar
akhirnya diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana
diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di Ayodyapura disambut
oleh sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.
Uttara Kanda
Setibanya
di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat menyangsikan
keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa menyuruh
Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi Walmiki
dalam keadaan mengandung.
Akhirnya
tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki kembar diberi
nama Kusa dan Lawa. Setelah besar dididik oleh Maharesi Walmiki ilmu perang,
ilmu pemerintahan, dan nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa
terdeogar di Ayodya diselenggarakan upacara ”Aswameda” yaitu pelepasan kuda
berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi perjalanan akan
berhadapan dengan Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan
Lawa. Kemudian melihat kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya.
Terjadilah pertempuram sengit antara Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang
menang atau kalah. Hal ini terliiat lalu dihentikan oleh Walmiki. Barulah
diceritakan bahwa mereka berdua adalah anak Rama. Diajaklah ke Ayodya dan
dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa lama Ramadewa kembali ke
Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.
Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Kisah Ramayana
Dalam
kitab Ramayana terdapat suatu ajaran
Sang Rama terhadap adik musuhnya bernama Wibhisana yang
menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal
dengan nama Asthabrata,
(astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran
tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan,
yaitu :
- Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
- Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan.
- Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas.
- Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam.
- Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin.
- Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
- Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan orang lain.
- Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.
Nilai-Nilai Yadnya Dalam Kisah Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha
melaksanakan Homa yadnya untuk memohon keturunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan
kepada dewa Siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut
agnihotra). Agnihotra berasal
dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni
adalah api dan hotra adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang dimaksud
persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu
dan susu asam. Ada dua macam
Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari
pagi dan sore (nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental
(kāmya atau naimitikakāla). Secara umum semua yadnya dalam Veda
mempunyai arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam Veda adalah
persembahan yang dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah
api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang
pengorbanan).
- Dewa Yadnya, adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.
- Pitra Yadnya, upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tuanya. Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.
- Manusa Yadnya, dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.
- Rsi Yadnya, adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya. Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.
- Bhuta Yadnya, upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat manusia. Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah kisah Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.
Keren informasinya lengkap
ReplyDeletekerenn
ReplyDelete