Memahami Konsep Sāṁkhya Darśana
Pendiri dan Pokok Ajaran
Ladang Informasi - Sāṁkhya kata berasal
dari kata Sanskṛta 'Sāṁkhya' (pencacahan, perhitungan).
Dalam Filsafat, pencacahan akurat dari kebenaran telah ditentukan. Akibatnya,
Filsafat ini bernama 'Sāṁkhya'.
Mungkin ada alasan lain adalah bahwa salah satu arti dari 'Sāṁkhya' adalah musyawarah atau refleksi atas hal-hal yang
berkaitan dengan kebenaran. Filsafat ini mengandung musyawarah tersebut dan
kontemplasi atas kebenaran. Dalam Persepsi Filsafat, Pratyaksh (persepsi langsung melalui Rasa-Organ), Anumān (Inferensi atau kognisi mengikuti
beberapa Pengetahuan lainnya), dan Śhabda
(Kesaksian Verbal) adalah tiga pramānā
yang diterima (sumber pengetahuan yang sah atau metode mengetahui benar). Misalnya,
Nyāyikās (Pengikut Filsafat Nyāya) telah menerima empat Pramānā, para Mimāsakās (Pengikut Filsafats Mimāsa)
telah menerima enam pramānā. Demikian
pula, di Filsafat Sāṁkhya, tiga Pramānā telah diterimanya. Pendiri dari sistem
filsafat ini adalah Śrī Kapila Muni, yang
dikatakan sebagai putra Brahma dan Avatāra dari Viṣṇu. Pada sistem Sāṁkhya tak ada penyelidikan secara analitik
ke dalam alam semesta, seperti keberadaan yang sesungguhnya yang merupakan
susunan menurut topic-topik dan kategori-kategori, namun terdapat suatu sistem
tiruan yang diawali dari satu Tattva
atau prinsip mula-mula atau Prakṛti, yang
berkembang atau yang menghasilkan (Prakaroti)
sesuatu yang lain.
Didirikan oleh Mahaṛṣi Kapila Muni, ini adalah
Filsafat yang paling kuno. Filsafat ini di bangun oleh ṛṣi Kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh Ishwar Krishna disebut 'Sānkhyakārika' adalah sumber terpercaya
prinsip pengetahuan dalam Filsafat ini. Hal ini ditulis dalam Aryan Chand (sejenis puisi Sanskṛta kuno) dan berisi 72 Karikas (koleksi memorial ayat tentang
topik filosofis) yang menerjemahkan Sāṁkhya
Siddhant (Doktrin Sāṁkhya) yang jelas dan
eksplisit. Para ahli merasa bahwa beberapa orang mungkin telah belajar menulis Sāṁkhya Sūtra dan Sūtra Sānkhyasamās
dalam nama ṛṣi Kapila. Hal ini karena
tidak ada menyebutkan bahwa dua teks tersebut ditulis 1500 SM. Oleh karena itu,
apa pun pengetahuan yang kita dapat dari Ajaran Sāṁkhya sekarang didasarkan pada Sāṁkhya Karikas. Ajaran Sāṁkhya merupakan filsafat yang menerima
24 Kebenaran dari Prakṛti (Alam
benda) dan 25 kebenaran Puruṣa
(Jiwa).
Baca juga “Memahami
Konsep Vedanta Darsana”
Konsep Puruṣa dan Prakṛti
Seperti yang telah disinggung di atas, Sāṁkhya memperguṇa kan 3 sistem atau cara mencari pengetahuan dan kebenaran,
yaitu: Pratyakṣa (pengamatan
langsung), Anumāṇa (penyimpulan), dan
Apta Vākya (penegasan yang benar).
Kata Apta artinya ‘pantas’ atau
‘benar’ yang ditunjukkan kepada wahyu-wahyu Veda
atau guru-guru yang mendapatkan wahyu. Sistem Sāṁkhya
umumnya
dipelajari setelah sistem Nyāya, karena
ia merupakan sistem filsafat yang hebat, dimana para filsuf barat juga sangat
mengaguminya, karena secara pasti ia menekankan pluralitas dan dualitas, karena
mengajarkan bahwa ada Puruṣa atau roh
yang banyak sekali. Sāṁkhya
menyangkal
bahwa suatu benda dapat dihasilkan melalui ketiadaan. Prakṛti dan Puruṣa adalan Anādi (tanpa
awal) dan Ananta (tanpa akhir;tak
terbatas). Ketidak berbedaan (Aviveka)
antara keduanya merupakan penyebab adanya kelahiran dan kematian. Perbedaan
antara Prakṛti dan Puruṣa memberikan Mukti (pembebasan).
Baik Prakṛti maupun Puruṣa adalah Sat (nyata).
Puruṣa bersifat Asaṅga (tak terikat) dan merupakan keṢaḍaran yang meresapi segalanya dan abadi. Prakṛti merupakan si pelaku dan si penikmat,
yang tersusun dari asas materi dan rohani yang memiliki atau terpengaruh oleh 3
Guṇa atau sifat, yaitu Sattvam, Rājas dan Tamas. Prakṛti
artinya
‘yang mula-mula’, yang mendahului dari apa yang dibuat dan berasal dari kata”Pra”(sebelum), dan “Kri” (membuat yang mirip dengan Māyā
dan Vedānta. Prakṛti merupakan sumber dari alam semesta
dan ia juga disebut Pradhāna (pokok),
karena semua akibat ditemukan padanya dan juga merupakan sumber dari segala
benda.
Pradhāna dan Prakṛti
adalah
kekal, meresapi segalanya, tak dapat digerakkan dan cma satu adanya. Ia tak
memiliki sebab tapi merupakan sebab dari suatu akibat. Prakṛti hanya bergantung dari pada aktivitas
dari unsure pokok Guṇa-nya sendiri.
Ke-3 Guṇa tersebut tak pernah dan
saling menunjang satu sama lainnya, serta saling bercampur. Ia membentuk
substansi Prakṛti. Akibat dari pertemuan antara Puruṣa dan Prakṛti
timbullah
ketidak seimbangan tri guṇa tersebut
yang menimbulkan evolusi atau perwujudan. Prakṛti
berkembang
dibawah pengaruh Puruṣa. produk awal
dari evolusi Prakṛti
adalah
Mahat atau Kecerdasan Utama, yang
merupakan penyebab alam semesta dan selanjutnya muncul Buddhi dan Ahaṁkāra. Dari
Ahaṁkāra muncul Manas atau pikiran, yang membawa perintah-perintah dari kehendak
melalui organ-organ kegiatan (Karma
Indriya).
Sattvam merupakan keseimbangan, sehingga
apabila Sattvam lebih berpengaruh,
terjadilah kedamaian atau ketenangan. Rājas
merupakan aktifitas, yang dinyatakan sebagai Rāga-Dveṣa, yaitu suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik
atau memuakkan. Tamas merupakan
belenggu dengan kecenderungan dengan kelesuan, kemalasan, dan kegiatan yang
dungu atau bodoh, yang menyebabkan khayalan atau Aviveka (tanpa perbedaan). Sāṁkhya
menerima
teori pengembangan dan penyusutan, di mana sebab dan akibat merupakan keadaan
yang belum berkembang dan pengembangan dari suatu substansi yang sama. Gambaran
sentral dari filsafat Sāṁkhya
adalah
bahwa akibat benar-benar ada sebelumnya di dalam penyebab, seperti seluruh
keberadaan pepohonan yang dalam keadaan terpendam atau tertidur dalam benih
(biji), demikian pula seluruh alam raya ini ada dalam keadaan tertidur dalam Prakṛti, yaitu Avyakṛta (tak terbedakan).
Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang proses pengembangan dan
penyusutan, Sāṁkhya
menguraikannya
sebagai berikut : Dari pertemuan antara Puruṣa
dan Prakṛti, timbullah Mahat (yang agung), yang merupakan benih alam semesta, di mana
segi psikologinya disebut sebagai Buddhi,
yang memiliki sifat-sifat kebajikan, pengetahuan, tidak bernafsu. Perbedaan
antara Mahat dan Buddhi adalah, Mahat merupakan
asas kosmis sedangkan Buddhi merupakan
asas kejiwaan (merupakan unsur kejiwaan tertinggi). Dari Buddhi timbullah Ahaṁkāra
yang merupakan asas individuasi atau asas keakuan, yang menyebabkan segala
sesuatu memiliki latar belakang sendiri-sendiri.
Perkembangan
kejiawaan yang pertama adalah Ahaṁkāra adalah
Manas yang merupakan pusat indra yang
bekerja sama dengan indra-indra yang lain mengamati kenyataan di luar badan
manusia. Tugas Manas adalah untuk
menkoordinir rangsangan-rangsangan indra, dan mengaturnya sehingga menjadi
petunjuk dan meneruskannya kepada Ahaṁkāra dan
Buddhi.sebaliknya Manas juga bertugas meneruskan putusan
kehendak Buddhi kepada peralatan
indra yang lebih rendah. Buddhi, Ahaṁkāra dan Manas secara
bersama-sama disebut sebagai peralatan bhatin atau Antaḥkaraṇa.
Perkembangan
kejiwaan yang kedua adalah Pañca Indra persepsi
(Buddhendriya atau Jñānendriya), yaitu :
- Pengelihatan
- Pendengaran
- Penciuman
- Perabaan, dan
- Perasa
Perkembangan
kejiwaan yang ketiga disebut sebagai Karmendriya
atau organ penggerak, yaitu :
- Daya untuk berbicara
- Daya untuk memegang
- Daya untuk berjalan
- Daya untuk membuang kotoran, dan
- Daya untuk mengeluarkan benih
- Pada tahap pertama, berbentuk unsure halus (Pañca Tanmātra) yaitu: sari suara, sari raba, sari warna, sari rasa dan sari bau.
- Pada tahapan kedua terjadi kombinasi dari unsur-unsur halus yang menimbulkan unsure-unsur kasar yang disebut pañca mahābhūta, yaitu : Ākāśa (ether, ruang), Vāyu (udara), Agni atau Tejah (api/panas), Āpah (air), dan Pṛthivī (tanah).
Tri Guṇa
Prakṛti dibangun oleh guṇa yaitu, Sattva, Rājas,
dan Tamas. Guṇa artinya unsur, atau komponen penyusunan. Guṇa itu tidak dapat kita amati dengan indra. Adanya itu
disimpulkan atas obyek dunia ini yang merupakan akibat dari padanya. Karena
adanya kesamaan azas antara akibat dan sebab, maka dapat kita ketahui
sifat-sifat Guṇa itu dari alam yang
merupakan wujud hasil dari padanya. Semua obyek dunia ini memiliki tiga sifat
yaitu sifat-sifat yang menimbulkan rasa senang. Susah dan netral. Nyanyian
burung yang menyenangkan seorang seniman, menyusahkan orang sakit, tak
berpengaruh apapun untuk orang yang acuh. Sebab semua sifat ini merupakan
akibat suatu sebab, maka sifat-sifat itu haruslah terkandung dalam Sattva, Rājas dan Tamas itu.
- Sattva adalah suatu Prakṛti yang merupakan alam kesenangan yang ringan, yang tenang bercahaya. Wujudnya berupa keṢaḍaran sifat ringan yang menimbulkan gerak keatas, angin dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya.
- Rājas adalah unsur gerak pada benda-benda ini. Ia selalu gerak dan menyebabkan benda-benda ini bergerak. Ialah menyebabkan api berkobar, angin berhembus, pikiran berkeliaran kesaana kemari. Ialah yang menggerakan Sattva dan Tamas untuk melaksanakan tugasnya.
- Tamas adalah unsur yang menyebabkan sesuatu menjadi pasip dan bersifat negatif. Ia bersifat keras, menentang aktifitas menahan gerak pikiran hingga menimbulkan kegelapan, kebodohan sehingga mengantar orang pada kebingungan. Karena menentang aktifitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh tak acuh, tidur.
Ketiga
guṇa ini tidak dapat dipisahkan satu
sama lainya karena masing-masing saling mengsuport yang lain sebagai satu
kesatuan. Ibaratkan “lampu minyak” yang terdiri dari unsur nyala, unsur minyak
dan unsur lampunya, yang secara sendiri-sendiri tidak akan dapat berfungsi.
Dalam kaitan dengan konsep penciptaan, pemeliharaan dan peniadaan, Sattva adalah penciptaan, Rājas adalah pemeliharaan dan Tamas adalah peniadaan. Prakṛti dicirikan oleh adanya tiga guṇa diatas. Kata guṇa artinya adalah kualitas atau sifat dari Prakṛti, tetapi tidak sekedar aspek permukaan dari alam materiil
ini, tapi hakekat intrinsik dari Prakṛti.
Guṇa itu selalu berubah dari dalam
dirinya sendiri walaupun dalam keadaan keseimbangan, hanya saja ia tidak
menghasilkan apapun sepanjang keseimbangan tidak terganggu. Bila keseimbangan
terganggu maka guṇa dalam situasi Guṇaksobha, dimana masing-masing guṇa beraksi satu sama lainnya yang disebabkan
karena salah satu guṇa secara dominan
tampil walaupun tidak meniadakan guṇa
lainnya, dalam benda-benda material yang diam atau yang tidak bergerak maka
yang dominan adalah Tamas Guṇa dibangdingkan dengan dua guṇa lainnya. Dalam sesuatu ang bergerak
maka Rājas Guṇa dominan dari pada dua guṇa
lainnya.
Demikianlah
guṇa itu bekerja bersama-sama dalam
membentuk alam semesta ini. Guṇa-Guṇa itu dapat di mengerti dari fakta
berupa ciri-ciri dari dunia materiil ini, baik secara eksternal maupun secara
internal, baik itu berupa unsur fisik atau pikiran, yang semanya itu memiliki
kemampuan dalam menghasilkan kesenangan, penderitaan atau seimbang tidak
keduanya. Suatu objek yang sama barangkali menyenangkan seseorang tapi
menyakiti bagi yang lainnya atau sama sekali tidak keduanya itu. Seorang wanita
yang cantik akan sangat menarik bagi pacarnya, tapi akan menyakitkan wanita
lainnya yang juga tertarik pada laki-laki pacar wanita cantik itu, dan tidak
ada apa-apanya bagi orang lain yang tidak terlibat “kecantikan” dari wanita itu, menunjukkan
adanya hubungan dengan orang-orang lainnya disekitarnya, yang muncul dari guṇa yang ada pada dunia ini.
Dari
contoh ini kita akan dibantu dalam memahami bagaimana asal-usul dari semua
fenomena Prakṛti yang memiliki
ciri-ciri yang dapat kita temukan. Pada obyek-obyek dunia ini. Prakṛti dan produk-produk yang
dihasilkannya membutuhkan guṇa
tersebut karena, Prakṛti dan
produknya tidak mempunyai kekuatan untuk membedakan dirinya dengan Puruṣa. Mereka adalah Objek sedangkan Puruṣa adalah Subyek. Filsafat Sāṁkhya menyatakan bahwa keseluruhan
alam semesta ini berkembang dari Guṇa,
dimana dalam keadaan ketiga Guṇa itu
seimbang alami disebut Prakṛti dan
dalam keadaan tidak seimbang disebut sebagai Vikṛti, yaitu keadaan yang heterogen. Tiga Guṇa ini oleh filsuf Sāṁkhya
yang beraliran nonteistik dinyatakan sebagai penyebab terakhir dari aktifitas
dan Tamas adalah berat dan gelap,
lesu atau menutupi. Guṇa itu tidak
berbentuk dan selalu ada (omnipresent)
yang dalam keadaan seimbang menyerahkan sifat-sifatnya kedalam yang satu dengan
yang lainnya. Dalam keadaan tidak seimbang, Rājas
dikatakan sebagai pusat dari Sattva
dan Tamas, yang menghasilkan
penciptaan karena memanifestasikan dirinya dengan demikian Rājas menghasilkan pasangan-pasangan yang berlawanan. sebaliknya Rājas juga tergantung dari Sattva dan Tamas, karena aktifitas tidakakan terjadi tanpa adanya obyek di
mana ia beraktifitas. Dalam keadaan memanifestasikan diri, salah satu guṇa mendominasi dua guṇa lainnya, tetapi tidak pernah
terjadi secara sepenuhnya terpisah atau absen satu sama lainnya karena secara
keseimbangan mereka bereaksi antara satu dengan yang lainnya. Dengan pengaruh Rājas maka kekuatan Sattvika maka kecepatan yang tinggi dan unit kekuatan itu terpecah
menjadi bagian-bagian. Dalam tahapan tertentu barang kali percepatan berkurang
dan mereka mulai mendekat dan mendekat satu sama lainnya. Kontraksi dari
kekuatan Sattvika maka akan terbentuk
Tamas, dan dalam waktu yang bersamaan
dorongan dari kekuatan aktif (Rājas)
juga terjadi pada Tamas dan dalam
kontraksi itu terjadilah ekspansi yang cepat. Dengan demikian guṇa itu secara terus menerus merubah
keunggulan mereka mengatasi yang lainnya. Keunggulan Sattva dari Tamas dan
sebaliknya, keunggulan Sattva pada Tamas terjadi secara bersamaan dalam
proses tersebut, dan pergantiian itu terjadi pada setiap saat. Sattva dan Tamas dan dalam penampakannya merupakan terang dan tidak berbobot
sedang yang lain merupakan gelap dan berat. Tapi pasangan ini bekerja secara
bersama-sama dalam penciptaan dan peleburan seperti halnya benda-benda bergerak
dari yang halus. Ekspansi kekuatan energi yang tertimbun dalam bentuk-bentuk
yang halus, darimana ia memanifestasikan dari dalam bentuk keseimbangan yang
baru. Keseimbangan yang sifatnya relatif ini merupakan suatu tahapan tertentu
dari proses evolusi itu sendiri. Memang kelihatannya ada suatu konflik yang
berkesinambungan antara Guṇa itu,
tapi sesungguhnya ada kerjasama yang sempurna selama proses penciptaan oleh
karena lewat interaksi yang berkesinambungan itulah aliran kosmis dan kehidupan
individual terus berlangsung. Guṇa
itu memiliki peranan yang sama dalam tubuh dan pikian manusia sepertihalnya
yang terjadi pada alam semesta secara keseluruhan.
Evolusi Alam Semesta (Bhuwana Agung)
Prakṛti akan mengembang menjadi alam ini
bila berhubungan dengan Puruṣa.
Melalui perhubungan ini Prakṛti
dipengaruhi oleh Puruṣa seperti
halnya anggota badan kita dapat bergerak karena hadirnya pikiran. Evolusi alam
semesta tidak mungkin terjadi hanya karena Puruṣa,
karena ia bersifat pasif. Tidak juga hal itu dapat terjadi karena ia tanpa keṢaḍaran. Hanya karena perhubungan Puruṣa dan Prakṛti ini adalah seperti kerja sama orang lumpuh dengan orang
buta untuk dapat keluar hutan. Mereka bekarja sama untuk mencapai tujuannya.
Hubungan
antara Puruṣa dan Prakṛti menyebabkan terganggunya
keseimbangan dalam Tri Guṇa. Yang
mula-mula tergantung ialah Rājas yang
menyebabkan Guṇa yang lain ikut
terguncang pula. Masing-masing Guṇa
itu berusaha mengatasi kekuatan Guṇa
lainnya. Maka terjadilah pemisah dan penyatuan Tri Guṇa itu yang menyebabkan munculnya obyek yang kedua ini. Yang
pertama terjadi dari Prakṛti ialah Mahat dan Buddhi. Mahat adalah
benih besar alam semesta ini sedangkan Buddhi
adalah unsur intelek.
Fungsi
buddhi ialah untuk memberikan
pertimbangan dan memutuskan segala apa yang datang dari alat-alat yang lebih
rendah dari padanya. Dalam keadaannya yang murni ia bersifat dharma, jñana, vāiragya dan aiṣarya yaitu kebijakan, pengetahuan,
tidak bernafsu dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh. Ahaṁkāra atau rasa aku adalah hasil Prakṛti yang kedua. Ia langsung timbul
dari mahat dan merupakan manifestasi pertama dari mahat. Fungsi Ahaṁkāra
ialah merasakan rasa aku. Dengan Ahaṁkāra
sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin, yang bermilik.
Ada
tiga macam Ahaṁkāra sesuai dengan Guṇa mana yang lebih unggul dalam
keinginan itu. Ahaṁkāra itu disebut sattvika bila unsur Sattvam yang unggul, Rājasa
bila Rājas yang unggul dan Tamasa bila Tamas yang unggul. Dari Sattvika
timbullah pañca jñanendriya, pañca karmendriya dan manas. Dari Tamasa lahirlah pañca tanmātra
sedangkan Rājasa memberikan tenaga
baik pada Sattvika maupun Tamasa untuk merubah mana berfungsi
menuntun alat-alat tubuh untuk mengetahui dan bertindak.
Pañca tanmātra
adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa dan bau. Semuanya ini hanya
diketahui orang akibat yang ditimbulkannya, sedangkan ia sendiri tidak dapat
dikenal karena amat halusnya. Dari semua anasir kasar itu berkembanglah alam
semesta ini dengan segala isinya, namun perkembangan ini tidak menimbulkan
azas-azas baru lagi seperti perkembangan Mahat.
Alam semesta ini dengan segala isinya, namun perkembangan Mahat. Alam semesta adalah benda-benda yang dijadikan bukan
benda-benda yang menjadikan.
Suatu
azas lagi setelah terbentuknya alam
semesta ini, belumlah sempurna sampai disitu, sebab ia memerlukan adanya dunia
roh yang menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini. Bila roh nyata ada,
maka perlulah adanya penyesuaian moral, kenikmatan dan kesusahan hidup ini.
Evolusi Prakṛti menjadi dunia obyek
memungkinkan roh nikmat atau menderita sesuai dengan baik buruk perbuatanya.
Namun tujuan akhir evolusi Prakṛti
ialah kelepasan.
Ajaran Tentang Kelepasan
Hidup didunia ini adalah campuran
antara senang dan susah. Banyak kesenangan dapat dinikmati, banyak pula
kesusahan dan sakit yang diderita orang. Bila orang dapat menghindari diri dari
kesusahan dan sakit, maka ia tak dapat menghindari diri dari ketuaan dan
kematian. Ada tiga macam sakit dalam hidup ini yaitu Adhyātmika, Adhibāutika,
dan Adhidāivika.
- Adhyātmika adalah sakit karena sebab-sebab dari dalam badan sendiri seperti kerja alat-alat tubuh yang tidak normal dan gangguan perasaan. Dengan demikian ia merupakan gangguan perasaan. Ia merupakan gangguan jasmani dan rokhani seperti sakit kepala, takut, marah, dan sebgainya.
- Adhibāutika adalah sakit yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, seperti terpukul, kena gigitan nyamuk dan sebagainya, dan
- Adhidāivika adalah sakit karena tenaga gaib seperti setan, hantu dan lain-lainnya.
Tidak ada seorangpun yang ingin
menderita sakit, semuanya ingin hidup bahagia lepas dari susah dan sakit.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Selama orang masih berbadan lemah,
selama itu suka dan duka, sakit dan sehat selalu berdampingan. Dengan demikian
kita perlu bercita-cita hidup bersenang-senang selalu, cukup hidup biasa-biasa
saja dengan berusaha melepaskan penderitaan atas dasar pikiran sehat.
Dalam ajaran Sāṁkhya kelepasan itu adalah penghentian yang sempurna dari semua
penderitaan. Inilah tujuan terakhir dari hidup kita. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi memperingan hidup kita, namun tidak dapat melepaskan kita dari
penderitaan sepenuh-penuhnya. Sāṁkhya
mengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan itu ialah melalui pengetahuan yang
benar atas kenyataan dunia ini. Tiadanya pengetahuan itulah yang menyebabkan orang
menderita. Dalam banyak hal orang-orang yang tidak punya pengetahuan tentang
hukum alam dan hukum kehidupan terbentur pada masalah yang membawanya pada
kesedihan. Berbeda halnya orang-orang yang berpengetahuan akan menerima dan
menikmati kenyataan itu tidak sempurna, maka ia tidak lepas dari penderitaan
sepenuhnya. Kelepasan itu hanya akan dicapai bila pengetahuan orang akan
kenyataan itu sudah sempurna.
No comments:
Post a Comment