Memahami Konsep Vaiśeṣika
Darśana
Pendiri dan Sumber Ajaran
Sistem filsafat Vaiśeṣika mengambil nama dari kata Viśesa yang artinya kekhususan, yang
merupakan ciri-ciri pembeda dari
benda-benda. Jadi cirri pokok permasalahan yang diuraikan didalamnya adalah
kekhususan (padārtha) atau
kategori-kategori yang nantinya akan disebutkan secara lebih terperinci.
Vaiśeṣika muncul pada abad ke-4 SM,
dengan tokohnya ialah ṛṣi Kaṇāda, yang
juga dikenal sebagai ṛṣi ūluka. Sehingga
sistem ini juga dikenal sebagai Aūlukya Darśana dan juga dengan nama Kaśyapa
dan dianggap seorang Deva-ṛṣi. Kata
ūluka artinya burung hantu.
Dalam
buku karyanya Vaiśeṣika-Sūtra yang terdiri dari 10 bab ṛṣi Kaṇāda menguraikan berbagai
permasalahan pada setiap bab sebagai berikut:
- Pada bab I berisi keseluruhan kelompok padārtha atau kategori-kategori yang dapat dinyatakan.
- Pada bab II berisi penetapan tentang benda-benda
- Pada bab III berisi uraian tentang Jīva dan indra dalam
- Pada bab IV berisi uaraian tentang badan dan bahan penyusunnya
- Pada bab V berisi tentang Karma atau kegiatan
- Pada bab VI berisi uaraian tentang Dharma atau kebajikan menurut kitab suci.
- Pada bab VII berisi uraian tentang sifat-sifat dan Samavāya (keterpaduan atau saling berhubungan)
- Pada bab VIII berisi tentang wujud pengetahuan , sumbernya dan sebagainya
- Pada bab IX berisi tentang pemahaman tertentu atau yang konkrit, dan
- Pada bab X berisi uraian tentang perbedaan sifat dari Jīva.
Sistem
filsafat ini terutama dimaksudkan untuk menetapkan tentang Padārtha,
tetapi rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah pengamatan
tentang intisari dari Dharma, yang merupakan sumber dari pengetahuan
inti dari Padārtha. Sūtra pertama berbunyi : ”Ytao bhyudayanihsreyasa siddhiḥ sa dharmaḥ”
artinya, Dharma adalah yang
memuliakan dan memberikan kebaikan tertinggi atau Moksa (penghentian
dari penderitaan).
Pokok-Pokok Ajaran
Padārtha, secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata;
tetapi di sini Padārtha adalah satu permasalahan benda dalam filsafat.
Sebuah Padārtha merupakan suatu objek yang dapat dipikirkan (artha)
dan diberi nama (Pada). Semua yang ada, yang dapat di amati dan di
namai, yaitu semua objek pengalaman adalah Padārtha. Benda-benda majemuk
saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana
sifatnya abadi dan bebas.
Padārtha dan Vaiśeṣika Darśana, seperti yang disebutkan oleh rsi
Kanada sebenarnya hanya 6 buah kategori, namun satu katagori ditambahkan
oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 katagori (Padārtha),
yaitu :
1. Substansi (Dravya)
Substansi adalah zat yang ada dengan
sendirinya dan bebas dari pengaruh unsur-unsur lain. Namun unsur lain tidak
dapat ada tanpa substansi. Substansi (dravya) dapat menjadi sebab yang
melekat pada apa yang dijadikannya. Atau dravya
dapat menjadi tidak ada pada apa yang dihasilkannya. Contoh : tanah sebagai
substansi telah terdapat pada periuk yang terjadi dari tanah. Jadi tanah itu
selalu dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk itu tidak
dapat terjadi tanpa substansi (tanah). Demikian pula halnya kategori lain tidak
dapat ada tanpa substansi (zat) seperti: beraneka ragam minuman tidak dapat
terjadi tanpa air (zat cair), tapi air dapat ada walaupun tidak adanya bermacam-macam
minuman.
Ada sembilan substansi yang
dinyatakan oleh Vaiśeṣika yaitu : (1)
Tanah (pṛthivī); (2) Air (āpah,
jala); (3) Api (tejah); (4) Udara (vāyu); (5) Ether (ākāśa);
(6) Waktu (kāla); (7) ruang (dis); (8) diri/roh (Jīva); dan
(9) pikiran (manas). Semua substansi tersebut diatas riel, tetap dan
kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas. Kombinasi dari
sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya menjadikan hukum-hukumnya
yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat physik maupun
yang bersifat rohaniah.
Baca juga ”Memahami Konsep Mimamsa Darsana”
Adapun yang termasuk substansi
badani (physik) adalah : bumi, air,
api, udara, ruang, waktu dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohaniah
terdiri dari akal (manas/pikiran),
diri (atman/jiwa). Kedua substansi
rohaniah ini bersifat kekal dan pada setiap mahluk (manusia) hanya terdapat
satu jiwa dan satu manas. Demikianlah
pribadi (diri/atma) itu bersifat
individu dan menjadi sumber keṢaḍaran
setiap mahluk yang senantiasa berhubungan dengan kegiatan badani (physik). Setiap pribadi (atma) memiliki manas tersendiri yang dipakai sebagai alat untuk mengenal dan
mengalami segala sesuatu melalui alat physik
termasuk juga dipakai sebagai alat untuk mencapai kebebasan. Namun di lain
pihak manas juga diakui dapat
menyebabkan kelahiran kembali. Oleh karena setiap mahluk (manusia) di jiwai
oleh pribadi (jiwa/atma). Maka
pandangan Vaiśeṣika terhadap jiwa
adalah riil dan pluralis, yaitu jiwa itu benar-benar ada dan tak terbatas
jumlahnya.
2. Kualitas (Guṇa)
Guṇa ialah keadaan atau
sifat dari suatu substansi. Guṇa sesungguhnya nyata dan terpisah dari benda
(substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi yang
diberi sifat. Guṇa atau sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi
yang jumlahnya ada 24, yaitu : (1) warna (Rūpa)
; (2) rasa (rasa); (3) bau (gandha); (4) sentuhan/raba (sparśa); (5) jumlah (Sāṁkhya); (6) ukuran (parimāṇa); (7) keanekaragaman (pṛthaktva); (8) persekutuan (saṁyoga); (9) keterpisahan (vibhāga); (10) keterpencilan (paratva); (11) kedekatan (aparatva); (12) bobot (gurutva); (13) kecairan/keenceran (dravatva); (14) kekentalan (sneha); (15) suara (śabda); (16) pemahaman/pengetahuan (buddhi/jñāna); (17) kesenangan (sukha);
(18) penderitaan (dukḥa); (19)
kehendak (īccha); (20)
kebencian/keengganan (dvesa); (21)
usaha (prayatna); (22)
kebajikan/manfaat (dharma); (23)
kekurangan/cacat (adharma); dan (24)
sifat pembiakan sendiri (saṁskāra).
Sejumlah 8 sifat yaitu: buddhi/jñāna, īccha, dvesa, sukha, dukḥa, dharma, adharma dan prayatna merupakan milik
dari roh, sedangkan 16 lainnya merupakan milik dari substansi material.
Baca juga ”Memahami Konsep Yoga Darsana”
3. Aktifitas (Karma)
Karma mewakili berbagai jenis gerak
(movement) yang berhubungan dengan unsur dan kualitas, namun juga memiliki
realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat) dapat bergerak. Hanya substansi
yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau mengubah tempatnya. Sedangkan
substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu dan akasa) tidak dapat bergerak
karena telah memenuhi segala yang ada.
Gerakan-gerakan dari benda-benda di
alam ini bukan bersumber dari dirinya, melainkan ada sesuatu yang berkesadaran yang menjadi sumber gerakan
itu. Benda-benda hanya dapat menerima gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan yang
terjadi di alam ini seperti adanya hembusan angin, peredaran bumi dan
planet-planet, maka tentu ada sumber penggerak yang adikodrati. Sumber yang
adikodrati itulah Tuhan.
Karena Tuhan sebagai sumber gerakan
alam ini, maka Tuhan Maha mengetahui segala gerak dan perilaku benda-benda di
alam ini. Termasuk mengetahui benar perilaku (karma) manusia. Ada 5 macam
gerak, yaitu : (1) Utkṣepaṇa (gerakan ke atas); (2) Avakṣepaṇa
(gerakan ke bawah); (3) A-kuñcana (gerakan membengkok); (4) Prasaraṇa
(gerakan mengembang); (5) Gamana (gerakan menjauh atau mendekat).
4. Universalia (Sāmānya)
Samanya, bersifat umum yang menyangkut 2
permasalahan, yaitu: sifat umum yang
lebih tinggi dan lebih rendah, dan jenis kelamin dan spesies. Dalam
epistemologi, hal ini mirip dengan konsep universalia dan agak mirip
dengan idenya Plato. Ia ada dalam semua dan dalam masing-masing objek, namun
tidak berbeda dalam objek partikular yang berbeda. Karena nya ide ‘kesapian’
adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide itu selalu hidup, tetapi tidak
dapat dimengerti melalui dirinya sendiri, namun hanya melalui seekor ‘sapi’
khusus. Walaupun tampak bersama, namun ‘sapi’ dan ‘kesapian’ dipahami sebagai
dua entitas berbeda. Dari universalia-universalia ini, ‘Ada’ (Being, Satta)
adalah yang tertinggi, karena ia memberikan ciri pada banyak sekali entitas.
5. Individualitas (Viśeṣa)
Kategori ini menunjukkan ciri atau
sifat yang membedakan sebuah objek dari objek lainnya. Sistem Vaiśeṣika
diturunkan dari kata viśeṣa, dan merupakan aspek objek yang mendapat
penekanan khusus dari para filsuf Vaiśeṣika.
Kategori ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke sembilan substansi (dravya).
Dalam sistem Vaiśeṣika, unsur tanah, air, api, udara, dan pikiran
dibangun dari atom (paramānu), sedangkan eter, ruang, waktu dan jiwa
dianggap sebagai substansi sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas. Inilah
yang menyebabkan sistem darśana ini
disebut Vaiśseṣika Darśana.
6. Hubungan Niscaya (Samavāya)
Dimensi objek ini menunjukkan
hakikat hubungan yang mungkin antara kualitas-kualitasnya yang inheren.
Hubungan ini dapat dilihat bersifat sementara (saṁyoga) atau permanen (samavāya).
Saṁyoga adalah hubungan sementara seperti antara sebuah buku dan tangan
yang memegangnya. Hubungan selesai ketika buku dilepaskan dari tamgan. Di sisi
lain, samavāya adalah sebuah hubungan yang tetap dan hanya berakhir
ketika salah satu di antara keduanya dihancurkan. Ada lima jenis hubungan yang tetap dan
entitas yang tetap atau tidak terpisahkan ini (ayūta-siddḥa).
- Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya, seperti sehelai kain dan benang-benangnya.
- Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan warna merahnya.
- Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan kuda yang melakukannya.
- Hubungan antara partikular dengan yang universal, ibarat satu jenis sapi dengan seekor sapi atau bangsa jepang dan seorang jepang.
- Hubungan antara substansi kekal dan substansi khusus. Menurut sistem Vaiśeṣika, partikel subatomis (paramānu) setiap substansi abadi memiliki ciri-ciri khusus yang tidak membiarkan atom dari satu substansi bercampur dengan atom substansi lainnya. Ciri khusus (Viśeṣa) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing melalui ‘hubungan tak terpisahkan’ (samavāya).
7. Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (Abhāva)
Kategori ini menunjukkan sebuah
objek yang telah terurai atau larut ke dalam partikel subatomis terpisah
melalui pelarutan universal (mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan
(nothingness). Semua benda-benda yang ada dan bernama digolongkan sebagai bhava,
sedangkan entitas yang sudah tidak ada digolongkan sebagai abhāva.
Sebenarnya kategori ini bukan merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori
lainnya, namun hanya modus pengaturan negatif. Abhāva, yang merupakan
kategori ke 7, ada 4 macam, yaitu :
- Pragabhāva, yaitu ketidak adaan dari suatu benda sebelumnya; contohnya: ketidak adaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.
- Dhvaṅsabhāva, yaitu penghentian keberadaan, misalnya periuk yang dipecahkan; dimana dalam pecahan periuk itu tak ada periuk.
- Atyāntabhāva, atau ketidak adaan timbal balik, seperti misalnya udara yang dari dulu tidak pernah berwarna atau pun berbentuk.
- Anyonyābhāva, atau ketidak adaan mutlak , dimana antara benda yang satu sama sekali tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk yang tidak sama dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya.
Ṛṣi Kaṇāda
di dalam Sūtra-nya
tidak secara terbuka menunjukkan tentang Tuhan dan keyakinannya adalah bahwa
formasi atau susunan alam dunia ini merupakan hasil dari Adṛṣṭa yaitu kekuatan yang tak terlihat dari karma atau kegiatan. Beliau menelusuri aktivitas atom dan roh
mula-mula melalui prinsip Adṛṣṭa ini.
Para pengikut ṛṣi Kaṇāda kemudian
memperkenalkan Tuhan sebagai penyebab efisien dari alam semesta, sedangkan
atom-atom adalah materialnya. Atom-atom yang tak terpikirkan itu tidak memiliki
daya dan kecerdasan untuk menjalankan alam semesta ini secara teratur. Yang
pasti, aktivitas atom-atom itu diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Kesimpulan dari otoritas kitab suci mengharuskan kita untuk mengakui adanya
Tuhan.
Baca juga ”Memahami Konsep Samkhya Darsana”
Kecerdasan yang membuat Adṛṣṭa dapat bekerja adalah kecerdasan
Tuhan, sedangkan lima unsur (pañca mahābhūta)
hanya merupakan akibat. Semua ini harusnya didahului oleh “keberadaan” yang
memiliki pengetahuan tentang itu adalah Tuhan. Roh-roh dalam keadaan
penghancuran, kurang memiliki kecerdasan, sehingga mereka tidak dapat
mengendalikan aktivitas atom-atom dan dalam atom-atom itu sendiri tidak ada
sumber gerakan.
Pada sistem Vaiśeṣika, seperti
halnya sistem Nyāya, susunan alam
semesta ini diduga dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung
jumlahnya dan kekal. Kosmologi Vaiśeṣika dalam
batasan mengenai keberadaan atom abadi bersifat dualistic dan secara positif
memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi. Terjadinya alam
semesta menurut sistem filsafat Vaiśeṣika
memiliki kesamaan dengan ajaran Nyāya
yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta (tanah, air, cahaya dan udara)
ditambah dengan lima substansi yang bersifat universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas. Lima substansi universal ini
tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia
ini. Cara penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka), dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara
yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya.
Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta
isinya. Gabungan dan terpisahnya gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi
dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki keṢaḍaran dan kemahakuasaan. Sesuatu yang
memiliki keṢaḍaran dan kekuatan yang
maha dahsyat itu menurut Vaiśeṣika
adalah Tuhan Yang Maha Esa. Vaiśeṣika
dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai
melalui Tatwa Jnaña, Sravāna, manāna, dan Meditasi.
No comments:
Post a Comment