Mitologi dan Pengertian Wewaran
Ladang Informasi - Wewaran adalah bahasa
Sansekerta dari urat kata wara di duplikasikan (Dwipurwa) dan mendapat akhiran
an (we+wara+an). Kata wara banyak memiliki arti seperti: terpilih;terbaik;
unggul. Wara juga berarti hari; mulia; utama.
Dari uraian di atas wewaran dapat
diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga ada sepuluh
jenis yang dipergunakan dalam padewasan yaitu pemilihan hari baik untuk memulai
suatu pekerjaan atau yajña.
Wewaran juga
diuraikan dalam Lontar Medangkamulan dan Lontar Bagawan Garga, yang berbunyi :
” Kunang kang rumuhan, sang hyang ekataya, maka linggan taliwang ke, nga, sang hyang timira, maka pepet, nga, sang hyang wacika, dadi waya. Sang hyang manacika, dadi byantara, punika sang hyang tri kursika maka lingga triwara. Sang hyang caturlokapala, dadi catur wara, sri bhegawan bhregu; laba bhagawan kanwa; jaya bhagawan janaka; manala bhagawan narada. Sang hyang garga, ka, sang korsika, u, sang hyang metri, pa. Sang kurusya, pwa. Sang hyang pratanjala, wa, dadi pancawara”.
“Mwang sadrsi, indra dadi tungleh, baruna dadi aryang. Yama dadi paniron: hyang bajra dadi was. Sang hyang airawana dadi maulu. Mwah saptarsi, slokanya : ”Radityanca candrayatam kujayenca rabudyattam wraspati tamnca saniscara gunatryam, kunang sang hyang baskara dadi, ra, sang hyang candra dadi, ca, sang hyang anggara, sang hyang udaka dadi, bu; sang hyang suraguru dadi Wra; sang hyang bregu dadi su, sang hyang wasurama dadi, sa”.(Lontar Medangkamulan; lembar 10 a -10 b).
Terjemahan :“Tersebutlah saat dahulu Sang Hyang Ekayata sebagai perwujudan Taliwangke. Sang Hyang Timira menjadi Pepet, Sang Hyang Kalima menjadi Menga, keduanya menjadi Dwiwara. Sang Hyang Cika menjadi Dora; Sang Hyang Wacika menjadi Waya, Sanh Hyang Manacik menjadi Byantara; itulah Sang Hyang Tri Kursika berwujud menjadi Triwara. Sang Hyang Caturlokapala menjadi Caturwara, Sri adalah Bhagawan Bhregu, Laba adalah Bhagawan Kanwa, jaya adalah Bhagawan Janaka, Mandala adalah Bhagawan Narada. Sang Hyang Garga menjadi Kliwon, Sang Hyang Korsika menjadi Umanis, Sang Hyang Metri menjadi Pahing, Sang Hyang Kurusya menjadi Pon, Sang Hyang Pratanjala menjadi Wage. Jadi Pnacawara adalah perwujudan dari Sang Hyang Pancakorsika.
Dan lagi Sad Rsi berwujud menjadi Sadwara yaitu Indra menjadi Tungleh, Bharuna menjadi Aryang, Kuwera menjadi Urukung, Bayu menjadi Paniron, Hyang Bajra menjadi Was, Sang Hyang Ajrawana menjadi Maulu. Selanjutnya dalam sloka Sapta Rsi dinyatakan Sang Hyang Baskara menjadi Radite, Sang Hyang Candra menjadi Coma, Sang Hyang Anggara menjadi Anggara, Sang Hyang Udaka menjadi Buda, Sang Hyang Suraguru menjadi Wraspati, Sang HyangBregu menjadi Sukra, Sang Hyang Wasurama menjadi Saniscara.
Dalam Lontar
Bhagawan Garga juga diuraikan mengenai wewaran, yaitu :
”Ada tersebut sinar suci melayang-layang,
beliau itu dewa suci yang disebut Sang Hyang Licin, wujudnya sangat gaib dan
sangat suci, bermacam-macam wujudnya di alam yang kosong ini, itulah sebabnya
berwujud Sang Hyang Tuduh, Ia itulah juga Sang Hyang Licin, beliau yang ada
pertama kali, tanpa ayah dan ibu”.
Beryogalah Sang Hyang Licin, lahirlah dua
hal yaitu positif dan negatif, wujudnya seperti tunggal (satu) adalah Dewa
Kala; yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu menciptakan
semua Kala, Sang Ketu itu menciptakan
para Dewa dan Wewaran.”
Selanjutnya diuraikan bahwa Sang Hyang
Licin sebenarnya menjadi Ekawara yaitu Luang. Kemudian lahir wuku Sinta
dan Sungsang maka ada Dwiwara yaitu Menga, Pepet; inilah yang menyebabkan
adanya baik buruk (ala ayu). Sang Hyang Menga menjadi siang adalah Sang Hyang
Rahu; Hyang Pepet menjadi malam adalah Sang Hyang Ketu.
Dari wuku Tambir lahirlah Triwara yaitu
Dora, Waya, Byantara. Sesungguhnya Dora adalah Kala, Waya adalah Manusa dan
Byantara adalah Dewa. Ada wuku Kulawu lahirlah caturwara yaitu Sri, Laba, Jaya,
Mandala; sesungguhnya adalah Batari Gangga, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Sang
kara, Sang Hyang Kancanawidhi.
Dari wuku Watiga lahirlah Pancawara, yaitu
: Umanis, Pahing. Pon, Wage, Kliwon. Sebenarnya adalah Sang Hyang Iswara Sang
Hyang Brahma, Sang Hyang Mahadewa, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa.
Dari wuku Pahing lahirlah Sadwara yaitu:
Tungleh Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu. Sesungguhnya Tungleh adalah
Antabuta; Aryang adalah Padabuta; Urukung adalah Anggabuta; Paniron adalah
Malecabuta; Was adalah Astabuta; Maulu adalah Matakabuta.
Dari wuku Bala lahirlah Saptawara yaitu:
Radite, Coma, Anggara Buda, Wraspati, Sukra, Sanicara; sebenarnya adalah Sang
Hyang Banu, Hyang Candra, Sang manggala, Hyang Buda, Hyang Wraspati, Bhagawan
Sukra, Dewi Sori.
Dari wuku Kulantir, lahirlah Antrawara
yaitu: Sri, Indra, Guru, yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma. Sebenarnya adalah
Batari Giriputri, Hyang Indra, Sang Hyang Guru, Sang Hyang Yama, Hyang Ludra,
Hyang Brahma, Hyang Kalantaka, Sang Hyang Amerta.
Dari wuku langkir lahirlah Sangawara yitu:
Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi. Sebenarnya
Buta Urung; Jangur adalah Buta Pataha; Gigis adalah Buta Jingkrak; Erangan
adalah Buta Jabung; Urungan adalah Buta Kenying; Tulus adalah Sang Hyang
Saraswati; Dadi adalah Sang Hyang Dharma.
Dari wuku Uye, lahirlah Dasawara yaitu
Pandita, Pati, Suka Duka, Sri Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa. Sebenarnya
Sang Hyang Aruna adalah Pandita; Kala adalah Pati; Smara adalah Suka; Durga
adalag Duka; Sang Hyang Basundari adalah Sri; Kalalupa adalah Manuh; Sang Hyang
Suksmajati adalah Manusa; Kalatangis adalah Raja; Sang Hyang Sambu adalah Dewa;
Sang Kalakopa adalah Raksasa. (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 4-5).
Berdasarkan uraian kelahiran wewaran
tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa semua wewaran itu dalah ciptaan
Sang Hyang Widhi melalui yoganya. Pada mulanya beliau disebut Sang Hyang Licin
yang beryoga lahirlah Bhagawan Bregu. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang
Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu beryoga lahirlah para Kala dan
Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran. Maksudnya adalah Sang
Hyang Widhi itu tunggal tidak ada duanya yang diwujudkan dengan Ekawara adalah
Luang. Luang artinya kosong.
Pada mulanya belum ada apa-apa atau alam
ini kosong; yang ada hanya kekosongan (luang), itu adalah sebenarnya perwujudan
Sang Hyang Widhi yang tunggal disebut juga Paramasiwa dalam Saptaloka beliau
berkedudukan pada Satyaloka. Pada tingkat ini beliau suci nirmala belum
terpengaruh oleh apapun juga sehingga disebut dengan Nirguna Brahma.
Dari yoganya Sang Hyang Widhi ada Bhagawan
Bregu, beliau ada pada tingkat Mahaloka, saat itu Sang Hyang Widhi sudah
terpengaruh oleh hal-hal maya. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu
dan Sang Hyang Ketu. Pada tingkatan Mahaloka Sang Hyang Widhi diberi gelar
Sadasiwa yang disebut dengan Saguna Brahma karena sudah terpengaruh oleh maya.
Itulah sebebnya muncul dua kekuatan Cetana Acetana, Purusa Predana atau Sang
Hyang Ketu dan Sang Hyang Rahu.
Berpadunya dua kekauatan ini pada jenjang
Siwatama yang disebut dengan Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sanag Hyang
Rahu beryoga lahir para Kala? Bhuta dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para
Dewa dan Wewaran, demikian seterusnya.
Demikianlah tentang wewaran semuanya lahir
dari yoganya Sang Hyang Ketu, begitu juga para Dewa ada karena Sang Hyang Ketu.
Sedangkan Sang Hyang Rahu disusruh oleh beliau Sang Hyang Licin untuk
mengadakan ciptaan yang memenuhi Trimandala, lalu beliau menjadi warga desa
yang bertempat di arah Wayabya (Barat laut), tidak akan menyaingi keluarga desa
di Wayabya, bersinar seperti matahari sebanyak sepuluh ribu.
Diperintahkannya semua para dewa dan
wewaran untuk menyerang desa yang ada di Wayabya, lalu beliau Sang Hyang Sangkara berdiri (ada) di Wayabya. Itu di adu
oelh para kala melawan para dewa, Sang Hyang Rahu, Sang Hyang Ketu, sebagai
pemimpin perang menyerbu seluruh warga yang ada di Wayabya. Sangatlah seru
pertempuran itu saling tusuk menusuk, panah memanah, semua mengeluarkan
kesaktiannya, matilah kala semuanya, kehidupan kembali oleh Sang Hyang Adikala
yang telah berhasil yoganya.
Selanjutnya setelah para kala hidup
semuanya, lagi terjadi peperangan yang sangat dasyat, sehingga akibatnya banyak
diantara dewa, wewaran terbunuh menjadi korban perang, tetapi akhirnya juga
kembali dihidupkan.
Oleh karena Kala dihidupkan hanya sekali
saja, itulah sebabnya Sang Hyang Kala
mempunyai hurip 1 (satu). Hyang Sangkara dibunuh oleh Kala Mretiu sekali,
itulah sebabnya sehingga mempunyai urip 1 (satu). Batara Siwa dibunuh oleh Kala
Ekadasabumi delapan kali, itu sebabnya Kliwon mempunyai urip 8 (delapan), Hyang
Iswara dibunuh oleh Kala Sanjala lima kali, oleh karenanya Umanis mempunyai
urip 5 (lima), Hyang Brahma terbunuh oleh Kala Wisesa sembilan kali, itulah
sebabnya Pahing mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Mahadewa dibunuh oleh Kala
Agung tujuh kali, karenanya Pon mempunyai urip 7 (tujuh) dan Hyang Wisnu
dibunuh oleh Kala Dasamuka empat kali, oleh karena itu Wage mempunyai urip 4
(empat).
Demikian pula mitologi urip dari Saptawara
- Hyang Aditya dibunuh oleh Kala Limut lima kali, karenanya Radite mempunyai urip 5 (lima).
- Hyang Candra terbunuh oleh Kala Angruda empat kali, karenanya Coma mempunyai urip 4 (empat).
- Sang Manggal dibunuh oleh Kala Enjer tiga kali, oleh sebab itu Anggara mempunyai urip 3 (tiga).
- Sang Buda terbunuh oleh Kala Salongsongpati tujuh kali, karenanya Buda mempunyai urip 7 (tujuh).
- Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat delapan kali, itulah sebabnya Wraspati mempunyai urip 8 (delapan).
- Sang Hyang Kawia terbunuh oleh Kala Greha enam kali, oleh karenanya Sukra mempunyai urip 6 (enam).
- Dewi Sori terbunuh oleh Kala Telu sembilan kali, itulah sebabnya Saniscara mempunyai urip 9 (sembilan)
Begitu pula Astawara :
- Hyang Giriputri dibunuh oleh Kala Luang enam kali, karenanya mempunyai urip 6 (enam),
- Hyang Guru dibunuh oleh Kala Durgastana delapan kali, oleh sebab itu Guru mempunyai urip 8 (delapan).
- Hyang Yama dibunuh oleh Kalantaka sembilan kali, karenanya Yama mempunyai urip 9 (sembilan).
- Hyang Rudra terbunuh oleh Kala Pundutan tiga kali, sehingga Ludra mempunyai urip 3 (tiga).
- Hyang Brahma dibunuh oleh Kala Agni tujuh kali, sehingga Brahma mempunyai urip 7 (tujuh).
- Hyang Kala terbunuh oleh Hyang Guru sekali, sehingga kala mempunyai urip 1 (satu).
- Hyang Mreta terbunuh oleh Kala Padumarana empat kali, sehingga Uma mempunyai urip 4 (empat).
Lain lagi halnya Sangawara :
- Dangu terbunuh 5 kali.
- Jangur terbunuh 6 kali,
- Gigis terbunuh 8 kali
- Nohan terbunh 1 kali (sekali).
- Ogan terbunuh 8 kali.
- Erangan terbunuh 3 kali.
- Urungan 7 kali.
- Tulus terbunuh 9 kali.
- Dadi terbunuh 4 kali. Itulah semuanya menjadi uripnya masing-masing.
Mengenai Sadwara.
- Tungleh terbunuh 7 kali.
- Aryang terbunuh 6 kali.
- Urukung terbunuh 5 kali.
- Paniron terbunuh 8 kali.
- Was terbunuh 9 kali.
- Maulu terbunuh 3 kali
Begitu pula halnya Caturwara :
- Hyang Angga terbunuh 4 kali, sehingga Sri mempunyai urip 4 (empat).
- Hyang Bayu terbunuh 5 kali, sehingga Laba mempunyai urip 5 (lima).
- Hyang Purusa dibunuh 9 kali, sehingga Jaya mempunyai urip 9 (sembilan).
- Hyang Kencanawidi terbunuh 7 kali, sehingga mandala mempunyai urip 7 (tujuh) (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 8).
Demikian cerita kehidupan Wewaran
berperang melawan Kala semuanya yang
akhirnya dihidupkan kembali oleh Hyang taya, itulah sebabnya semua
wewaran mempunyai urip/neptu seperti telah tersebut di atas.
Dari sinilah kiranya Padma Anglayang yang
juga disebut dengan pengider-ngider, setiap arahnya mempunyai urip tertentu.
Sehubungan dengan terciptanya alam semesta yang keadaannya sudah stabil, sempurna dan sejahtera artinya masing-masing
dari benda-benda alam (Brahmanda) telah berdiri sendiri-sendiri disebut dentan
Swastika sebagai lambang suci agama Hindu.
Lambat laun dari Swastika itulah
berkembang menjadi lukisan Padma Anglayang, artinya tunjung terbang
melayang-layang di awang-awang mengedari matahari (Suryasewana). Daunnya yang
delapan menjadi 8 (delapan) arah dari bumi yaitu :
- Purwa
(Timur).
- Gneya
(Tenggara).
- Daksina
(Selatan).
- Nairiti
(Barat Daya).
- Pascima
(Barat).
- Wayabya
(Barat Laut).
- Uttara
(Utara).
- Airsanya
(Timur Laut
Dalam Sapta loka yaitu tingkat keempat
dari atas atau dari bawah Sang Hyang Widhi itu disebut Loka Pala artinya
pemimpin alam. Dalam kepemimpinan ini Sang Hyang Widhi digelari bermacam-macam
menurut tempat dan tugasnya, misalnya Panca Brahma, Panca Dewata, Nawa Dewata
atau Dewata Sangga. Yang terdiri dari :
- Sang Hyang Iswara melawan para Kala, beliau terbunuh oleh Kala Sanjaya 5 kali, tetapi dihidupkan 5 kali oleh Sang Hyang taya. Sang Iswara diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi mengatur memimpin alam bagian Timur. Itulah sebabnya dalam pangider-ngider arah Timur mempunyai urip 5 (lima).
- Sang Hyang Maheswara atau Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat 8 kali, dihidupkan oleh Sang Hyang Taya 8 kali, sehingga Sang Hyang Maheswara yang memimpin arah Tenggara mempunyai urip 8 (delapan).
- Sang Hyang Brahma terbunuh 9 kali oleh Kala Wiwesa, kemudian dihidupkan 9 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Hyang Brahma yang diperintahkan memimpin arah Selatan mempunyai urip 9 (sembilan).
- Sang Hyang Rudra dibunuh 3 kali oleh Kala Pundutan dan dihidupkan juga 3 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Rudra memperoleh tugas dibagian Barat daya mempunyai urip 3 (tiga).
- Sang Hyang Mahadewa dibunuh 7 kali oleh Kala Agung, tetapi dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 7 kali, sehingga Sang Hyang Mahadewa yang ditugaskan memimpin arah Barat mempunyai urip 7 (tujuh).
- Sang Hyang Sangkara terbunuh oleh Kala Mretiu sekali, kemudian dihidupkan juga sekali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Sangkara yang ditugaskan memimpin arah Barat Laut mempunyai urip 1 (satu).
- Sang Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka 4 kali, juga dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Wisnu yang ditugaskan menagtur atau memimpin arah Utara mempunyai urip 4 (empat).
- Sang Hyang Sambhu atau Sang Hyang Kawia dibunuh oleh Kala Greha 6 kali kemudian dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 6 kali, sehingga Sang Hyang Sambhu yang ditugaskan memimpin arah Timur Laut mempunyai urip 6 (enam).
- Sang Hyang Siwa terbunuh 8 kali oleh Kala Eka Dasabumi, dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 8 kali juga, sehingga Sang Hyang Siwa yang ditugaskan di bagian Tengah sebagai proses mempunyai urip 8 (delapan).
Dari uarain diatas maka timbullah Padma
Anglayang atau pangider-ngider yang menunjukkan setiap arah itu memiliki
urip/neptu tertentu dan akhirnya menjadi
patokan yang nantinya diikuti oleh Wewaran maupun Wuku. (Transkripsi Lontar
Bagawan Garga, 7).
No comments:
Post a Comment