Isi Singkat Babad Pasek
Ladang Informasi - Pada Sukra, Kliwon Tolu Sasih ke-5 Isaka 70 di bumi terjadi hujan yang amat
deras, angin besar, lalu menurunkan putra dari Gunung Tolangkir, dan juga pada
Sasih ke-6 Isaka 113 meletus lah Gunung Tolangkir dan lahirlah Bhatara
Putrajaya, Bhatari Dhanuh, Bhatara Gnijaya. Adik dari Dewi Danuh bernama
Bhatara Mahadewa. Dewi Danuh berparhyangan di Batur, Bhatara Gnijaya
berparhyangan di Gunung Lempuyang. Kemudian pada Anggara Kliwon Julungwangi
sasih ke-2, Isaka 118, Bhatara Mahadewa bersama saudaranya beryoga menciptakan
Brahmana pandita yang bernama Mpu Mahameru, Mpu Ghana dan Mpu Kuturan. Dan Mpu
Pradah datang ke Gunung Semeru serta memuja Bhatara Pasupati. Juga Bhatara
Mahadewa berputra Bhatara Ghana dan Bhatari Manik Geni diperistri oleh Mpu
Gnijaya. Kemudian para putra Bhatara Pasupati datang ke Bali. Diceriterakan Sri
Aji Herlangga di Daha, didatangi oleh Bhatara Gnijaya serta diikuti oleh Mpu
Mahameru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, Mpu Pradah, untuk menyampaikan keadaan di
Bali. Ketika Mpu Pradah turun ke Bali menuju Silayukti dilihat oleh Mpu Kuturan
lalu disambutnya. Pada Radite Paing Dungulan Mpu Bradah pindah ke Gelgel. Diceriterakan
Mpu Gnijaya kawin dengan Bhatari Manik Geni menurunkan Mpu Ketek, Mpu Kanandha,
Mpu Wirajnyana, Mpu Witadharma, Mpu Raga-Runting dan Mpu Prateka dan saudaranya
yang paling kecil bernama Mpu Dangka. Karena bersaudara tujuh disebut Sanak
Pitu. Mpu Bradah mengambil anak Mpu Kanwa menurunkan Mpu Siwa-Gandhu, dan Mpu
Bahula.
Logo Kepasekan |
Kemudian Mpu Ketek mengambil Ni Ayu Padang Subadra menurunkan Mpu Pamaca.
Mpu Kanandha mengambil Ni Ayu Jayaningrat menurunkan Mpu Sweta Wijaya. Mpu
Wirajnyana, mengambil istri Ni Ayu Natar menurunkan Mpu Wiranata. Mpu
Wiradharma mengambil Ni Ayu Darma menurunkan Mpu Wiradharma. Mpu Ragarunting
mengambil Ni Ayu Sidemen menurunkan Mpu Sirarunting. Mpu Prateka mengambil Ni
Ayu Sumatra menurunkan Mpu Prateka-yajnya. Mpu Dangka memperistri anak Mpu
Wiraraga melahirkan Mpu Wira-Dangkya. Kemudian Mpu Siwa-Gandhu mengambil Ni Ayu
Singarsa menurunkan Mpu Witaraga- Tantular, Dewa Ratna Sumeru, Dewi Giri Natha,
dan Dewi Patni Dewi. Mpu Bahula mengambil Ni Ratna Manggali menurunkan Mpu
Wiranata, Dewi Dwaranika, Dewi Ajnyani, Dewi Mretajiwa, dan Dewi Mertamanggali.
Dewi Dwaranika diambil oleh Sang Hyang Pamaca dan melahirkan Mpu Wira-Darma,
Mpu Pamacekan dan Ni Ayu Subrata. Mpu Sweta-Wijaya mengambil Dewi Ajnyani
melahirkan Sang Kulputih. Diceriterakan Mpu Pamacekan mengambil Dewi Sura-Natha
dan melahirkan Mpu Jiwa-Katha dan Sanghyang Sangkulputih. Mpu Sangkulputih
mengambil Ni Ayu Sadra lahirlah Sang Sangkulputih. Kemudian Mpu Wiranata
menurunkan Mpu Panawasikan Danghyang Sidhimantra, Danghyang Asmaranata dan
Danghyang Kapakisan. Mpu Pananda bernama Mpu Pastika turun ke Bali mengantarkan
Mpu Kuturan di Silayukti. Mpu Dwijaksara datang ke Bali untuk menyelidiki
keadaannya atas perintah dari Kryan Mada. Selanjutnya Sang Kulputih turun ke
Bali dengan diiringi oleh I Guto. Sang Kulputih bersama I Guto datang menuju
Besakih untuk melaksanakan upacara/ pecaruan di Sad-Kahyangan. I Guto inilah
nantinya menurunkan Sengguhu. Mpu Dwijaksara di Bali mempunyai putra yang
bernama Patih Ulung. Sang Kulputih mempunyai tiga orang putra yang bernama Arya
Kepakisan, Mangku Kulputih dan Ni Swanih. Mpu Jiwanatha menurunkan Arya Tatar
dan Mpu Purwa. Mpu Wiraraga-Runting menurunkan Arya Tutuwan dan Ni Kamareka. Sang
Prateka melahirkan I Gusti Pasek Prateka, Sang Wirakadangkan menurunkan Kiyai
Pasek Kadangkan. Kemudian Patih Ulung kawin dengan Ni Ayu Prateka melahirkan I
Gusti Smaranatha. Arya Pamacekan menurunkan I Gusti Bandesa Kaywan.
Kemudian Sira Smaranatha mengambil Ni Ayu Rudhani, menurunkan Kiyai
Rare-Angon. I Gusti Bandesa menurunkan Bandesa Mas, dan I Gusti Bandesa Mas
mengambil Ni Ayu Manik serta melahirkan I Gusti Bandesa Manikan dan Ni Ayu
Manikan. Kiyai Rareangon mengambil Ni Ayu Manikan melahirkan Kiyai Pasek Agung
Gelgel dan Ni Ayu Gelgel. I Gusti Pasek Gelgel mengambil Ni Ayu Pasek lahirlah
Kiyai Pasek Gelgel dan Kiyai Pasek Denpasar.
Kemudian Sirarya Pasekan mengambil Ni Ayu Reka dan melahirkan I Gusti Agung
Subadra. I Gusti Pasek Gelgel mengambil Ni Luh Tangkas menurunkan I Bandesa
Tangkas, I Pasek Koriagung dan I Pasek Tangkas. Kiyai Pasek Denpasar menurunkan
I Pasek Togog. Pangeran Tohjiwa menurunkan I Pasek Tohjiwa, I Made Gelgel dan
Ni Luh Gelgel. I Gusti Pasek Padang Subadra menurunkan I Pasek Baleagung
Subrata, I Pasek Sadri, Pasek Sadra. I Pasek Padang Subrata setelah disucikan
(di-winten) menjadi Dukuh Gamongan dan mempunyai dua orang putra yang I Pasek
Tulamben. I Dukuh Gamongan memangku di Lempuyang. I Pasek Prateka setelah di
winten (disucikan) menjadi Dukuh Belatung. Kemudian Patih Ulung berkata kepada
para putranya agar menjaga dan memelihara Bali dengan sebaik-baiknya serta
setelah itu beliau kembali ke Wilatikta. Putra Patih Ulung menghamba kepada
Raja Samprangan.
Diceriterakan kemudian Wang Bang Kepakisan diutus datang ke Bali oleh Kryan
Madha, Perjalanan beliau ke Bali diiringi oleh para Arya seperti Arya
Kanuruhan, Arya Kuta Waringin, Arya Belog, Arya Kenceng dan juga para Wesya
seperti Tan Kober, Tan Mundur, dan Tan Kawur. Kesemuanya itu menuju Puri
Samprangan.
Oleh karena Ki Pasek sangat tunduk kepada titah Dalem, maka Dalem sangat
sayang kepadanya. I Pasek Togog mempunyai tiga orang putra yang bernama Dukuh
Ambengan, Dukuh Subudi dan Dukuh Bunga. Dukuh Bunga melahirkan Dukuh Prawangsa.
Kemudian Pasek Sadri ditugaskan untuk tinggal di Mengwi dan berpuri di Munggu.
Putra dari Pasek Baleagung berkuasa di Silayukti, Anak Pasek Sadra ada di
Kusamba, anak Pasek Gelgel di Budaga, Ngis, Mandwang, Timuhun, Akah, Muntig,
Babi, Tista, Denpasar serta berpusat di Tainsiyat.
Keturunan dari Pangeran Tohjiwa menyebar di Tangguntiti, Panataran, Pajahan,
Bantiran, Antasari, Lalanglinggah dan sebagainya. Kemudian putra dari Bandesa
Tangkas Koriagung menguasai Sibetan, Prasi Bubug, Sengkidu , Timbrah, Babi,
Tumbu, Muncan, Batu-wayang dan Bandem. Anak dari Pasek Agung Gelgel yang
bernama Ki Pasek Watudawa menguasai desa Muntig. I Gusti Bandesa Kaywan
berputra I Gusti Kaywan dan Ni Luh Kaywan. Ni Luh Kaywan diambil oleh Danghyang
Kanaka dari Wana Keling , serta menurunkan Pangeran Mas dan Pangeran Manu-
Keling. Pangeran Mas dijadikan anak angkat oleh I Gusti Bandesa Kaywan. Dan
Pangeran Manu-Keling ikut bersama orang tuannya kembali ke Jawa. Pangeran Mas
mempunyai keturunan di Batubulan, Sukawati, Negara, Gianyar, Peliyatan,
Tengkulak, Sukasada, Badung, Sibang, Apuan, Banjar Tengah, Jembrana, Ngis,
Tianyar, Kayumas, Tamanbali, Panarungan dan sebagainya di seluruh desa-desa di
Bali menyebar. Diceriterakan Pasek Baleagung Subrata pindah dari Pasangkan
mengungsi desa Sidemen dan menyerahkan diri kepada I Dewa Gede Dangin Jambe,
Pasek Baleagung Subrata diberikan tempat di desa hutan Balulang serta membuat
pondok yang nantinya bergabung, dengan I Dukuh Belatung, karena I Dukuh
Belatung dikalahkan oleh Ida Manik Angkeran. Adapun desa yang didirikannya
bernama Desa Sanggem. Kemudian keturunan Ki Pasek Gaduh yang bermukim di desa
Bangbang setelah enam keturunan mengalih desa Sidem Bunut. Keturunannya itu
kini bernama I Turun. I Turun melahirkan I Asih. I Asih melahirkan I Menggen. I
Pasek Gaduh kemudian menguasai Banjar Watugaling.
Atas kebijaksanaan Dalem keluarga dari Pasek Padang Subrata dibagikan
wilayah, daerah serta rakyat untuk membangun desa-desa masing-masing. Banyak
nasehat pengarahan dari Dalem Ketut kepada Ki Pasek baik tentang pemerintahan,
upacara upakara Yajnya, maupun tentang sesajen-sesajen yang dihaturkan pada
parhyangan-parhyangan. Tidak lupa juga diberikan pedoman- pedoman
ke-pemangku-an.
(Sumber : Babad Bali)
No comments:
Post a Comment