viral

loading...

Sunday, November 30, 2014

Sumber Ajaran Agama Hindu

Weda Sumber Ajaran Agama Hindu

Pengertian Weda 

Weda
Ladang Informasi - Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui Sapta Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sifat “Anadi Ananta” (Tidak berawal dan tidak berakhir).
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.

Bahasa Weda

Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiva Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Rsi Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.

Pembagian dan Isi Weda

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku Weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.

Srutistu wedo wijneyo dharma, sastram tu wai smerth
Te sarrtheswamimamsye tab, hyam dharmohi nirbabhau.
(Manava Dharmasastra.11.10)

Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)

Wedo khilo dharma mulam, smrti sile ca tad widam
Acarasca iwa sadhunam, atmanastustireqaca.
(Manava Dharmasastra II.6).

Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).

Srutir wedah samakhyato, dharmasastram tu wai smrth
Te sarwatheswam imamsye, tabhyam dharmo winir bhrtah.
(Sarassamuscaya. 37)

Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.

Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:

Sruti

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:
1. Rg. Weda atau Rg Weda Samhita
Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
2. Sama Weda Samhita
Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
3. Yajur Weda Samhita
Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
4. Atharwa Weda Samhita
Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.

Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.

Smerti

Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1).Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.
(2).Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
(3).Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
(4).Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
(5).Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
(6).Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
(1).Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.
(2).Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
(3).Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.
(4).Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan AyurWeda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.
(5).GandharwaWeda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk GandharwaWeda ini adalah Natyasastra (yang meliputi NatyaWedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.

Saturday, November 29, 2014

Yoga Musryik, Yoga Dicuri

Yoga Setan, Yoga Dicuri


Media Hindu
Yoga seperti matematika. Keduanya berasal dari India. Keduanya memberi manfaat bagi manusia. Yang pertama dalam kesehatan fisik dan rohani. Yang kedua dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Einstein mengatakan, tanpa penemuan matematika oleh orang India, kemajuan ilmu pengetahuan seperti sekarang tidaklah mungkin.

Matematika diambil oleh orang Arab dari India ketika mereka menyerbu India pada abad ketujuh. Oleh Al Kawarizmi matematika dikembangkan di Arab dengan nama aljabar. Dari Arab matematika pergi ke Eropa. Itulah sebabnya orang Eropa menyebut angka-angka desimal yang kita pakai sekarang disebut angka Arab. Jelas ini tidak benar. Di samping bukti sejarah, ada bukti lain: huruf Arab ditulis dari kanan ke kiri, sedangkan angka desimal ditulis dari kiri ke kanan. 

Berbeda dengan matematika, yoga sampai di Barat tidak melalui Arab. Orang Arab tidak mengambil yoga. Mereka menyerbu India untuk menjarah harta benda sambil memberi agama secara paksa. Yoga adalah praktik orang kafir, bertujuan menyatukan manusia (mahluk) dengan Tuhan (Khalik), suatu dosa besar di dalam Islam. Mereka hendak memisahkan Tuhan dari manusia sejauh tujuh lapis langit yang setiap lapis ditempuh selama 70 tahun cahaya. Andaikata mereka mengambil yoga, kemungkinan budaya kekerasan dalam tribalisme Arab, yang vibrasi negatifnya masih terasa sampai Cikeusik dan Temanggung, akan dapat dilembutkan. Tetapi itu pasti tidak menguntungkan upaya imperialisme mereka.

Yoga datang ke Barat dibawa langsung oleh orangorang Hindu India. Diawali oleh kedatangan Swami Vivekananda untuk menghadiri Parlemen Agama-Agama Dunia di Chicago pada tahun 1893.

Hu Shih, Duta Besar China untuk Amerika Serikat mengatakan, India menaklukan dan mendominasi China secara budaya (melalui Buddhisme) selama 20 abad tanpa pernah mengirim seorang prajuritpun melintasi perbatasan. Demikian juga, yoga, matematika, astronomi, geometri, catur, dll. diterima di seluruh dunia dengan damai. Tanpa paksaan atau bujukan.

Tetapi yoga yang dikenal di Barat dan juga di Indonesia oleh masyarakat banyak adalah Hatha Yoga. Kebanyakan dari mereka mempraktikan yoga untuk kesehatan, keindahan tubuh dan ketenangan batin. Tetapi yoga tidak sama dengan olah raga kebugaran atau fitness. Yoga jauh lebih luas dari itu.

S. Radhakrishnan menyatakan, ”badan harus didisiplinkan agar dapat melayani tujuan-tujuan kebenaran. Kita harus siap membuang beban-beban yang tidak Yoga Setan, Yoga Dicuri. perlu dan melakukan perjalanan dengan ringan. Disiplin jasmani menolong kita untuk melihat wajah Tuhan dan mendengar suaranya. Ia menolong kita untuk melihat kebutuhan dari orang-orang, dan melakukan tindak pelayanan baru, mengunjungi yang sakit, mempedulikan yang miskin, dan mengakhiri ketidakadilan di mana pun kita melihatnya.”

Tetapi yoga bukan hanya asana, postur-postur badan dari hata yoga. Masih ada beberapa macam yoga lagi, tiga yang utama, yaitu Karma, kerja tanpa pamerih; Bhakti, jalan pengabdian dan cinta kasih, Jnana, jalan pengetahuan. Yoga tidak hanya bertujuan membuat badan menjadi lebih sehat, pikiran lebih tenang, dan hati lebih sabar dan damai, sekalipun ini sudah sangat bagus. Yoga, memiliki tujuan yang lebih tinggi, yaitu persatuan jiwa dengan Tuhan, moksha.

Kata S.Radhakrishnan lagi, ”pencarian manusia bagi kesempurnaan terdiri dari mengorganisir hal-hal badan, pikiran, dan jiwa ke dalam suatu keseluruhan. Aktivitas jiwa manusia saling berhubungan, yang artistik dan yang etis, yang religius dan yang rasional. Manusia adalah suatu miniatur dari alam semesta di mana ia hidup. Manusia, sebagaimana dia adanya, adalah suatu mahluk transisi, satu eksperimen belum selesai. Ketika ia dibangunkan, ia hidup dalam damai dengan dirinya, ia berpikir dan bertindak dalam suatu jalan yang baru. Untuk kebangunan ini, manusia harus mengambil langkah lain di dalam evolusinya. Melalui cara dari tiga metode karma, bhakti, dan pengetahuan atau kontemplasi, yang tidak ekseklusif satu sama lain, kita dilahirkan kembali di dunia jiwa.” (Basic Writings, hal 222).

Sejalan dengan semakin meningkatnya popularitas dan penerimaan yoga, ada kontradiksi yang menimpa dirinya. Di satu pihak, ia hendak dipisahkan dari ibunya, yaitu Hindu (Sanatana Dharma). Yoga hendak dijadikan anak haram, agar mudah diambil jadi milik sendiri, tanpa perlu berterima kasih kepada siapapun. Di lain pihak, karena dicurigai mengancam dogma-dogma agama tertentu, yang dijaga dengan manajemen ancaman dan ketakutan, yoga dituduh sebagai setan. Dalam Hindu tidak ada konsep setan sebagai musuh Tuhan. Yoga justru ingin menghilangkan ketakutan tak berdasar ini. Yoga mengangkat danawa (raksasa) melalui manawa (manusia) menjadi dewata. *
Ngakan Putu Putra
Sumber : Media Hindu

Yajna Dalam Kisah Mahabharata

Nilai Yajna Dalam Kisah Mahabharata

SarpaYajna

Yajna
Ladang Informasi - Pada zaman Mahabharata dikisahkan Panca Pandawa melaksanakan Yajna Sarpa yang sangat besar dan dihadiri seluruh rakyat dan undangan yang terdiri atas rajaraja terhormat dari negeri tetangga. Bukan itu saja, undangan juga datang dari para pertapa suci yang berasal dari hutan atau gunung. Tidak dapat dilukiskan betapa meriahnya pelaksanaan upacara besar yang mengambil tingkatan utamaning utama. Menjelang puncak pelaksanaan Yajna, datanglah seorang brahmana suci dari hutan ikut memberikan doa restu dan menjadi saksi atas pelaksanaan upacara yang besar itu.

Seperti biasanya, setiap tamu yang hadir dihidangkan berbagai macam makanan yang lezat dalam jumlah yang tidak terhingga. Kepada brahmana utama ini diberikan suguhan yang enak-enak. Setelah melalui perjalanan yang sangat jauh dari gunung ke ibu kota Hastinapura, ia sangat lapar dan pakaiannya mulai terlihat kotor. Begitu dihidangkan makanan oleh para dayang kerajaan, Sang Brahmana Utamapun langsung melahapnya dengan cepat bagaikan orang yang tidak pernah menemukan makanan. Bersamaan dengan itu melintaslah Dewi Drupadi yang tidak lain adalah penyelenggara Yajna besar tersebut. Melihat cara Brahmana Utama menyantap makanan dengan tergesa-gesa, berkomentarlah Drupadi sambil mencela. “Kasihan Brahmana Utama itu, seperti tidak pernah melihat makanan, cara makannya tergesagesa,” kata Drupadi dengan nada mengejek. Walaupun jarak antara Dewi Drupadi dengan Sang Brahmana Utama cukup jauh, tetapi karena kesaktiannya ia dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Drupadi. Sang Brahmana Utama diam, tetapi batinnya kecewa. Drupadi pun melupakan peristiwa tersebut. 

Dalam ajaran agama Hindu, disampaikan bahwa apabila kita melakukan tindakan mencela, maka pahalanya akan dicela dan dihinakan. Terlebih lagi apabila mencela seorang Brahmana Utama, pahalanya bisa bertumpuk-tumpuk. Dalam kisah berikutnya, Dewi Drupadi mendapatkan penghinaan yang luar biasa dari saudara iparnya yang tidak lain adalah Duryadana dan adik-adiknya. Di hadapan Maha Raja Drestarata, Rsi Bisma, Guru Drona, Kripacarya, dan Perdana Menteri Widura serta disaksikan oleh para menteri lainnya, Dewi Drupadi dirobek pakaiannya oleh Dursasana atas perintah Pangeran Duryadana. Perbuatan biadab merendahkan kehormatan wanita dengan merobek pakaian di depan umum, berdampak pada kehancuran bagi negeri para penghina. Terjadinya penghinaan terhadap Drupadi adalah pahala dari perbuatannya yang mencela Brahmana Utama ketika menikmati hidangan.

Dewi Drupadi tidak bisa ditelanjangi oleh Dursasana, karena dibantu oleh Krisna dengan memberikan kain secara ajaib yang tidak bisa habis sampai adiknya Duryadana kelelahan lalu jatuh pingsan. Krisna membantu Drupadi karena Drupadi pernah berkarma baik dengan cara membalut jari Krisna yang terkena Panah Cakra setelah membunuh Supala. Pesan moral dari cerita ini adalah, kalau melaksanakan Yajna harus tulus ikhlas, tidak boleh mencela dan tidak boleh ragu-ragu.

Daksina dan Pemimpin Yajna

Mendengar kata daksina, dalam benak orang Hindu “Bali” yang awam akan terbayang dengan salah satu jejahitan yang berbentuk cerobong (silinder) terbuat dari daun kelapa yang sudah tua, dan isinya berupa beras, uang, kelapa, telur itik dan perlengkapan lainnya. Daksina adalah sesajen yang dibuat untuk tujuan kesaksian spiritual. Daksina adalah lambang Hyang.Guru (Dewa Siwa) dan karena itu digunakan sebagai saksi Dewata. Makna kata daksina secara umum adalah suatu penghormatan dalam bentuk upacara dan harta benda atau uang kepada pendeta/pemimpin upacara.

Penghormatan ini haruslah dihaturkan secara tulus ikhlas. Persembahan ini sangat penting dan bahkan merupakan salah satu syarat mutlak agar Yajna yang diselenggarakan berkualitas (satwika Yajna). Selanjutnya bagaimana pentingnya daksina dalam Yajna, dikisahkan dalam cerita berikut.

Setelah perang Bharatayuda usai, Sri Krishna menganjurkan kepada Pandawa untuk menyelenggarakan upacara Yajna yang disebut Aswamedha Yajna. Upacara korban kuda itu berfungsi untuk menyucikan secara ritual dan spiritual negara Hastinapura dan Indraprastha karena dipandang leteh (kotor) akibat perang besar berkecamuk. Di samping itu juga bertujuan agar rakyat Pandawa tidak diliputi rasa angkuh dan sombong akibat menang perang.

Atas anjuran Sri Krishna, di bawah pimpinan Raja Dharmawangsa, Pandawa melaksanakan Aswamedha Yajna itu. Sri Krishna berpesan agar Yajna yang besar itu tidak perlu dipimpin oleh pendeta agung kerajaan tetapi cukup oleh seorang pendeta pertapa dari keturunan warna sudra yang tinggal di hutan. Pandawa begitu taat kepada segala nasihat Sri Krishna, Dharmawangsa mengutus patihnya ke tengah hutan untuk mencari pendeta pertapa keturunan warna sudra.

Setelah menemui pertapa yang dicari, patih itu menghaturkan sembahnya, “Sudilah kiranya Kamu memimpin upacara agama yang bernama Aswamedha Yajna, wahai pendeta yang suci”. Mendengar permohonan patih itu, sang pendeta yang sangat sederhana lalu menjawab, “Atas pilihan Prabhu Yudhistira kepada saya seorang pertapa untuk memimpin Yajna itu saya ucapkan terima kasih. Namun kali ini saya tidak bersedia untuk memimpin upacara tersebut. Nanti andaikata kita panjang umur, saya bersedia memimpin upacara Aswamedha Yajna yang diselenggarakan oleh Prabhu Yudistira yang keseratus kali.

Mendengar jawaban itu, sang utusan terperanjat, kaget luar biasa. Ia langsung mohon pamit dan segera melaporkan segala sesuatunya kepada Raja. Kejadian ini kemudian diteruskan kepada Sri Krishna. Setelah mendengar laporan itu, Sri Krishna bertanya, siapa yang disuruh untuk menghadap pendeta, Dharmawangsa pun menjawab “Yang saya tugaskan menghadap pendeta adalah patih kerajaan”.

Sri Krishna menjelaskan, upacara yang akan dilangsungkan bukanlah atas nama sang patih, tetapi atas nama sang Raja. Karena itu tidaklah pantas kalau orang lain yang memohon kepada pendeta. Setidak-tidaknya permaisuri Raja yang harus dating kepada pendeta. Kalau permaisuri yang datang, sangatlah tepat karena dalam pelaksanaan upacara agama, peranan wanita lebih menonjol dibandingkan laki-laki. Upacara agama bertujuan untuk membangkitkan prema atau kasih sayang, dalam hal ini yang paling tepat adalah wanita.

Nasihat Awatara Wisnu itu selalu dituruti oleh Pandawa. Dharmawangsa lalu memohon sang permaisuri untuk mengemban tugas menghadap pendeta di tengah hutan. Tanpa mengenakan busana mewah, Dewi Drupadi dengan beberapa iringan menghadap sang pendeta. Dengan penuh hormat memakai bahasa yang lemah lembut Drupadi menyampaikan maksudnya kepada pendeta. Di luar dugaan, pendeta kemudian bersedia memimpin upacara yang agung tersebut.

Pendeta pun dijemput sebagaimana tata krama yang berlaku. Drupadi menyuguhkan makanan dan minuman dengan tata krama di kota kepada pendeta. Karena tidak pernah hidup dan bergaul di kota, sang Pendeta menikmati hidangan tersebut menurut kebiasaan di hutan yang jauh dengan etika di kota. Pendeta kemudian segera memimpin upacara. Ciri-ciri upacara itu sukses menurut Sri Krishna adalah apabila turun hujan bunga dan terdengar suara genta dari langit.

Nah, ternyata setelah upacara dilangsungkan tidak ada suara genta maupun hujan bunga dari langit. Terhadap pertanyaan Darmawangsa, Sri Krishna menjelaskan bahwa tampaknya tidak ada “daksina” untuk dipersembahkan kepada pendeta. Kalau upacara agama tidak disertai dengan daksina untuk pendeta, berarti upacara itu menjadi milik pendeta. Dengan demikian yang menyelenggarakan upacara berarti gagal melangsungkan Yajna. Gagal atau suksesnya Yajna ditentukan pula oleh sikap yang berYajna. Kalau sikapnya tidak baik atau tidak tulus menerima pendeta sebagai pemimpin upacara maka gagallah upacara itu. Sikap dan perlakuan kepada pendeta yang penuh hormat dan bhakti merupakan salah satu syarat yang menyebabkan upacara sukses.

Setelah mendengar wejangan itu, Drupadi segera menyiapkan Daksina untuk pendeta. Setelah pendeta mendapat persembahan daksina, tidak ada juga suara genta dan hujan bunga dari langit. Melihat kejadian itu, Sri Krishna memastikan bahwa di antara penyelenggara Yajna ada yang bersikap tidak baik kepada pendeta. Atas wejangan Sri Krishna itu, Drupadi secara jujur mengakui bahwa ia telah menertawakan Sang Pendeta memimpin Yajnanya walaupun hanya dalam hati mengatakan, yaitu pada saat pendeta menikmati hidangan tadi. Memang dalam agama Hindu, Pendeta mendapat kedudukan yang terhormat bahkan dipandang sebagai perwujudan Dewa. Karena itu akan sangat fatal akibatnya kalau ada yang bersikap tidak sopan kepada pendeta.


Beberapa saat kemudian setelah Drupadi datang menyembah dan mohon maaf kepada pendeta, jatuhlah hujan bunga dari langit disertai suara genta yang nyaring membahana. lni pertanda Yajna Aswamedha itu sukses.

Demikianlah, betapa pentingnya kehadiran “daksina” yang dipersembahkan oleh yang berYajna kepada pendeta pemimpin Yajna dalam upacara Yajna.

Panca Yajna

Pemahaman Mengenai Panca Yajna

Yajna dalam Hindu
Ladang Informasi Yajna berarti upacara persembahan kurban suci. Pemujaan yang dilakukan menggunakan kurban suci memerlukan dukungan sikap dan mental yang suci juga. Sarana yang diperlukan sebagai perlengkapan sebuah Yajna disebut dengan istilah upakara.

Upakara yang tertata dalam bentuk tertentu yang difungsikan sebagai sarana memuja keagungan Tuhan disebut sesajen. Upakara dapat diartikan memberikan pelayanan yang ramah tamah atau kebaikan hati. Dengan demikian sudah semestinya setiap upakara yang dipersembahkan hendaknya dilandasi dengan kemantapan, ketulusan dan kesucian hati, yang diwujudkan dengan sikap dan perilaku ramah tamah bersumber dari hati yang hening dan suci.

Tata cara atau rangkaian pelaksanaan suatu Yajna disebut upacara. Kata upacara dalam kamus Sansekerta diartikan mendekati, kelakuan, sikap, pelaksanaan, kecukupan, pelayanan sopan santun, perhatian, penghormatan, hiasan, upacara, pengobatan. Kegiatan upacara dapat memberikan ciri-ciri tersendiri bagi agamaagama tertentu, sekaligus membedakannya dengan agama-agama yang lainnya. Setiap agama memiliki tatanan tersendiri dalam melaksanakan upacaranya. Di dalam pelaksanaan upacara diharapkan terjadinya suatu upaya untuk mendekatkan diri ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta prabhawanya, kepada alam lingkungannya, para pitara, para rsi atau maha rsi dan manusia sebagai sesamanya. Wujud dari pendekatan itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk persembahan maupun tata pelaksanaan sebagaimana yang ditentukan dalam berbagai sastra yang memuat ajaran agama Hindu. Kesucian itu adalah sifat dari Tuhan Yang Maha Esa. Siapa pun orangnya bila berkeinginan mendekatkan diri dan berdoa ke hadapan Tuhan Yang Maha Suci, hendaknya menyucikan diri secara lahiriah dan bathiniah. Secara alamiah dunia beserta isinya harus bergerak harmonis, selaras, seimbang dan saling mendukung. Agama Hindu mengajarkan umatnya selalu hidup harmonis, seimbang, selaras, dan saling mendukung.

Tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran suci Veda hanya meminta saja dari alam, tetapi memberi kepada alam juga menjadi sebuah kewajiban dalam rangka menjaga keseimbangan alam. Katakanlah dengan bunga, kata orang bijak yang masih relevan dilakukan sepanjang zaman. Ketika memberi, tak boleh mengharapkan pengembalian, itu merupakan ajaran Veda tentang ketulusikhlasan. Saling memberi adalah satu-satunya cara untuk menjaga keteraturan sosial. Jangan heran bila di masyarakat dalam setiap upacara adat keagamaan selalu saling memberikan makanan.

Alam semesta ini diciptakan oleh Brahman dengan kekuatan-Nya sebagai Dewa Brahma. Isi alam yang kita nikmati untuk kesehatan lahir dan batin. Makanan yang disediakan oleh alam harus disyukuri dan dinikmati secara seimbang. Kitab suci Veda mengajarkan umat hindu dalam menyampaikan rasa syukur dengan memakai isi alam, yaitu bunga, daun, cahaya, air, dan buah. Isi alam ini dikemas, ditata dalam aturan tertentu sehingga menjadi sesajen persembahan (banten).Sesajen ini dipakai sebagai media persembahan kepada Brahman.

Sesajen atau banten bukan makanan para dewa atau Tuhan, melainkan sarana umat dalam menyampaikan dan mewujudkan rasa bakti dan syukur kepada Brahman, Sang Hyang Widhi. Di dalam ajaran suci Veda, Santi Parwa atau Bhagavad Gita disebutkan, mereka yang makan sebelum memberikan Yajna disebut pencuri. Veda mengajarkan tentang etika sopan santun, mengingat semua yang ada di dunia ini berasal dari Sang Hyang Widhi, maka tentu sangat sopan apabila sebelum makan diwajibkan mengadakan penghormatan dengan persembahan kepada pemilik makanan sesungguhnya, yaitu Sang Hyang Widhi. Dengan demikian, Yajna itu adalah kurban suci yang tulus ikhlas untuk menjaga keseimbangan alam dan keteraturan sosial.

Yajna berarti persembahan, pemujaan, penghormatan, dan kurban suci. Yajna adalah korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih. Berdasarkan sasaran yang akan diberikan Yajna, maka korban suci ini dibedakan menjadi lima jenis sebagai berikut :

1. Dewa Yajna

Yajna jenis ini adalah persembahan suci yang dihaturkan kepada Sang Hyang Widhi dengan segala manisfestasi-Nya. Contoh Dewa Yajna dalam kesehariannya, melaksanakan puja Tri Sandya, sedangkan contoh Dewa Yajna pada hari-hari tertentu melaksanakan piodalan di pura dan lain sebagainya.

“kāòksanta karmaṇāṁ siddhiṁ yajanta iha devatāá, kṣipraṁ hi mānuṣe
loke siddhir bhavati karma-jā”

Artinya :
“Mereka yang menginginkan keberhasilan yang timbul dari karma, beryajna di dunia untuk para deva, karena keberhasilan manusia segera terjadi dari karma, yang lahir dari pengorbanan”. (Bhagavad Gita. IV.12).

2. Rsi Yajna

Rsi Yajna adalah korban suci yang tulus ikhlas kepada para Rsi. Mengapa Yajna ini dilaksanakan, karena para Rsi sudah berjasa menuntun masyarakat dan melakukan puja surya sewana setiap hari. Para Rsi telah mendoakan keselamatan dunia, alam semesta beserta isinya. Bukan itu saja, ajaran suci Veda juga pada mulanya disampaikan oleh para Rsi. Para Rsi dalam hal ini adalah orang yang disucikan oleh masyarakat. Ada yang sudah melakukan upacara dwijati disebut pandita, dan ada yang melaksanakan upacara ekajati disebut pinandita atau pemangku. Umat hindu memberikan Yajna terutama pada saat mengundang orang suci yang dimaksud untuk menghantarkan upacara Yajna yang dilaksanakan.

3. Pitra Yajna

Korban suci jenis ini merupakan bentuk rasa normat dan terima kasih kepada para pitara atau leluhur karena telah berjasa ketika masih hidup melindungi kita. Kewajiban
setiap orang yang telah dibesarkan oleh leluhur adalah memberikan persembahan yang terbaik secara tulus ikhlas. Ini sangat sesuai dengan ajaran suci Veda agar umat Hindu selalu saling memberi demi menjaga keteraturan sosial.

4. Manusa Yajna

Manusa Yajna adalah pengorbanan untuk manusia, terutama bagi mereka yang memerlukan bantuan. Umpamanya ada musibah banjir dan tanah longsor. Banyak pengungsi yang hidup menderita. Dalam situasi begini, umat Hindu diwajibkan melakukan Manusa Yajna dengan cara memberikan sumbangan makanan, pakaian layak pakai, dan sebagainya. Bila perlu terlibat langsung untuk menjadi relawan yang membantu secara sukarela.
Dengan demikian, memahami Manusa Yajna tidak hanya sebatas melakukan serentetan prosesi keagamaan, melainkan juga seperti donor darah dan membantu orang miskin.

“yeyathāmāṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham,
Mamavartmānuvartante manusyaá partha sarvaṡaá”.

Artinya :
“Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima wahai Arjuna. Manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan”. (Bhagavad Gita.IV.11).

Manusa Yajna dalam bentuk ritual keagamaan juga penting untuk dilaksanakan. Karena 
sekecil apa pun sebuah Yajna dilakukan, dampaknya sangat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Umpamanya, kalau kita melaksanakan upacara potong gigi, maka semuanya ikut terlibat dan terkena dampaknya. Agama Hindu mengajarkan agar upacara Manusa Yajna. dilakukan sejak anak dalam kandungan seorang ibu. Ada beberapa perbuatan yang diajarkan oleh Veda sebagai bentuk pelaksanaan dari ajaran Manusa Yajna, antara lain:
  • Membantu orangtua, wanita atau anak-anak yang menyeberang jalan ketika kondisi lalu lintas sedang ramai.
  • Menjenguk dan memberikan bantuan kepada teman yang sakit.
  • Melakukan bakti sosial, donor darah, dan pengobatan gratis.
  • Memberikan tempat duduk kita kepada orangtua, wanita, atau anak-anak ketika berada di dalam kendaraan umum.
  • Memberikan beras kepada orang yang membutuhkan.
  • Memberikan petunjuk jalan kepada orang yang tersesat.
  • Membantu fakir miskin yang sangat membutuhkan pertolongan.
  • Membantu teman atau siapa saja yang terkena musibah, bencana alam, kerusuhan, atau kecelakaan lalu lintas
  • Memberikan jalan terlebih dahulu kepada mobil ambulan yang sedang membawa orang sakit.
Semua perilaku ini wajib dilatih, dibiasakan, dan dikembangkan sebagai bentuk pelaksanaan Manusa Yajna. Dalam konteks ini, tidak berarti hanya melakukan upacara saja, tetapi juga termasuk membantu orang.

5. Bhuta Yajna


Upacara Bhuta Yajna adalah korban suci untuk para bhuta, yaitu roh yang tidak nampak oleh mata tetapi ada di sekitar kita. Para bhuta cenderung menjadi kekuatan yang tidak baik, lebih suka mengganggu orang. Contoh upacara Bhuta Yajna adalah masegeh, macaru, tawur agung, panca wali krama. Sedangkan tujuannya adalah menetralisir kekuatan bhuta kala yang kurang baik menjadi kekuatan bhuta hita yang baik dan mendukung kehidupan umat manusia.

Gerakan Yoga Musyrik

Benarkah Yoga Itu Musyrik??


MUI Mengatakan Yoga Musryik
Ladang Informasi - Secara sejarah perkembangan agama Hindu di dunia, Yoga merupakan salah satu ajaran yang bernafaskan Hindu yang berasal dari India. Namun seiring perkembangan jaman, Yoga banyak yang mengklaim sebagai senam kebugaran, dan esensi dari ajaran Yoga mengalami penyimpangan pemahaman. Hal ini banyak menuai kontroversi dari umat yang Non-Hindu. Terkait adanya larangan beryoga bagi umat Islam Malaysia, Ketua Majelis UIama Indonesia (MUI)  mengimbau agar umat muslim di Indonesia untuk sementara tidak mengikuti kegiatan meditasi yoga.

Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin mengatakan, “Sebaiknya masyarakat tidak terjun dan ikut serta kegiatan yang sifatnya berbau meditasi yoga sebelum duduk persoalannya jelas.”

Sementara itu Rais Syuriah PBNU KH. Hafizh Utsman, Selasa (25/11) menyatakan tidak ada masalah dan boleh orang melakukan yoga sepanjang tidak ada unsur musyrik (menyekutukan Allah). “Yoga itu kan gerak olah badan, atau olah raga, karena itu tidak masalah kita mengikuti gerak yoga”, ujarnya.

Dikatakannya, banyak macam gerak olah badan selain yoga, seperti senam, silat dan lain-lain, yang pada dasarnya merupakan cara untuk gerak olah badan supaya sehat. Menurut dia, kalau ada unsur musyriknya, jangankan yoga, duduk di atas sajadah pun kalau ada perbuatan musyrik, itu dilarang.

Ia mengatakan, mengacu pada kaidah hukum Islam, “Al ashlu fil asyaa al ibaahah, hatta yadulladdalilu a`la tahriimi” , yang artinya segala sesuatu pada dasarnya adalah boleh, sampai ada dalil (petunjuk) yang mengharamkannya. Oleh karena itu, katanya, yoga boleh, kecuali ada unsur kemusyrikannya.

Menyinggung tentang adanya elemen-elemen Hindu yang bisa merusak akidah Islam, seperti gerakan-gerakan sambil memejamkan mata dan mengatur pernafasan, ia mengatakan elemen-elemen tersebut atau gerakan-gerakan tersebut bisa diisi dengan dzikir kepada Allah, yakni dengan membaca dalam hati kalimat-kalimat dzikir kepada Allah SWT.

Sebelumnya di negeri Jiran Malaysia fatwa haram olahraga yoga dikeluarkan Dewan Fatwa Nasional, Sabtu (22/11). Badan tertinggi Umat Islam di malaysia ini memang memiliki otoritas untuk mengatur bagaimana muslim di negeri jiran itu mempraktekkan keimanan mereka. Menurut fatwa yang dikeluarkan lembaga itu, yoga bukan cuma melibatkan latihan fisik namun juga elemen-elemen spiritual, pujian dan pemujaan Hindu.
Menurut Ketua Dewan Fatwa Nasional, Abdul Shukor Husin, banyak muslim yang mempraktekkan yoga yang populer di dunia itu, tidak mengetahui kalau tujuan akhirnya adalah menyatu dengan Tuhan dari agama lain. (Sumber : www.arrahmah.com)

Namun hal itu mendapat sangkalan dari pihak MUI Jawa Barat, Ketua MUI Jawa Barat Drs KH. A Hafizh Ustman menyatakan bahwa melakukan praktek yoga tidak menjadi masalah dan boleh, sepanjang tidak ada unsur musyrik (menyekutukan Allah).

"Yoga itu kan gerak olah badan, atau olah raga, karena itu tidak masalah kita mengikuti gerak yoga" katanya kepada ANTARA Selasa.

Dikatakannya, banyak macam gerak olah badan selain yoga, seperti senam, silat dan lain-lain, yang pada dasarnya merupakan cara untuk gerak olah badan supaya sehat.
Menurut KHA Hafizh Ustman, kalau ada unsur musyriknya, jangankan yoga, duduk di atas sajadah pun kalau ada perbuatan musyriknya itu dilarang.

Ia mengatakan, mengacu pada kaidah hukum Islam, "Al ashlu fil asyaa al ibaahah, hatta yadulladdalilu a’la tahriimi" bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah boleh, sehingga ada dalil (petunjuk) yang mengharamkannya.

Oleh karena itu, katanya, yoga boleh, kecuali jika ada unsur kemusyrikannya. Menyinggung tentang adanya elemen-elemen Hindu yang bisa merusak Muslim, seperti gerakan-gerakan sambil memejamkan mata sambil mengatur pernafasan, ia mengatakan, elemen-elemen tersebut atau gerakan-gerakan tersebut bisa diisi dengan dzikir kepada Allah, yakni dengan membaca dalam hati kalimat-kalimat dzikir kepada Allah.

Dewan Fatwa Nasional Malaysia melarang umat muslim melakukan yoga. Menurut rencana rapat harian Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa ini (25/11) juga akan membahas masalah yoga tersebut. (Sumber : Nasional Kompas)

Menyikapi hal ini, masalah musyrik atau tidak, yoga adalah murni ajaran Hindu. Jika ada umat lain yang mempelajari, itu sah saja. Sepanjang tidak menjelek-jelekkan dan menyalahgunakannya. jika memang itu tidak boleh dilakukan oleh umat lain, jangan katakan ajaran kkatakanaagai musyrik. Tuhan mengajarkan umatnya untuk saling menghormati satu sama lain. Jika ada Tuhan yang mengajarkan bahwa umat lain adalah Musuh, maka Tuhan itu tidak layak dihormati. Tuhan tidak se-EGOIS manusia, Tuhan adalah yang maha kuasa, jadi tidak mungkin ada Tuhan yang mengajarkan umatnya untuk memusuhi kebudayaan, kebiasaan dan cara melakukan ibadah yang berbeda-beda satu sama lain.

Teknik Meditasi Pranayama Dhyana

Meditasi Pranayama Dhyana

Yoga
Ladang Informasi - Hampir seluruh Negara dibelahan dunia saat ini telah mengenal ajaran Yoga dan Meditasi, pelaksanaan setiap tahunnya mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang sangat pesat. Selain karena pencarian akan makna hidup dan kedamaian bathin, juga karena orang barat mulai sadar akan manfaat yoga dan Meditasi yang begitu baik bagi mental dan spiritual. Hal ini mungkin patut dijadikan bahan renungan bagi kita semua, orang barat belajar yoga dan Meditasi, tapi sebagian dari kita malah meninggalkan kekayaan spiritual kita ini. Sehingga ada baiknya, bila ada sebagian dari kita yang belum pernah belajar Meditasi, bisa belajar Meditasi sendiri melalui ajaran yang ada di buku-buku, online maupun datang ke rumah yoga.
Ada banyak sekali tehnik Meditasi yang dapat kita pelajari, salah satunya adalah Pranayama Dhyana, salah satu tehnik Meditasi tertua di India (sudah ada setidaknya sejak jaman Veda). Meditasi ini demikian sederhana, sehingga bisa dipelajari sendiri di rumah.

Sebelum Meditasi

Sebelum memulai Meditasi [di rumah], ucapkanlah Gayatri Mantra. Dan kita mulai Meditasi dengan suatu tekad, kita Meditasi tidak hanya untuk diri kita sendiri, tapi juga Meditasi untuk semua mahluk. Dengan Meditasi bathin kita menjadi damai, tenang-seimbang dan bahagia, serta kecenderungan negatif kita seperti kemarahan, kebencian, kesombongan, dll, akan jauh berkurang. Dengan lebih sedikit marah dan benci, kita lebih sedikit melukai hati dan perasaan mahluk lain. Dengan lebih rendah hati, kita bisa menghormati orang lain dan menghormati perbedaan secara lebih baik. Dengan lebih sedikit serakah, kita lebih sedikit membuat orang lain menderita. Dengan lebih tenang-seimbang, kita lebih sedikit membunuh nyamuk dan serangga, dll-nya. Dengan kata lain, kembali ke awal, Meditasi kita mulai dengan suatu tekad, kita melaksanakan Meditasi tidak hanya untuk diri kita sendiri tapi sekaligus juga untuk semua mahluk.

Sarana

1. Alas Duduk

Pakailah alas duduk atau bantalan yang cukup tebal (sekitar 5 cm), tujuannya untuk menghindari tubuh fisik kontak langsung dengan energi gravitasi bumi. Seandainya tidak ada tidak apa-apa, tapi kalau ada seperti itu lebih baik.

2. Pakaian

Gunakan pakaian yang longgar [tidak ketat atau mengikat], tipis dan terbuka, agar tidak terlalu mengganggu kelancaran sirkulasi nadi dan energi tubuh. Semakin bebas semakin baik. Akan tetapi kalau tinggal di daerah dingin [misalnya di pegunungan] dimana ini tidak memungkinkan [juga tidak baik karena suhu dingin], selimutilah tubuh dengan kain tebal, yang penting pakaian tetap tidak ketat atau sifatnya mengikat bagian tubuh kita. Seandainya tidak bisa tidak apa-apa, tapi kalau bisa seperti itu lebih baik.

Tempat

Meditasi sebenarnya bisa dilakukan dimana saja. Tapi paling baik kalau kita melakukannya [di rumah] di tempat yang memiliki vibrasi energi, seperti : sanggah atau merajan di rumah, di kamar suci atau setidaknya di depan pelangkiran di kamar. Karena vibrasi tempat-tempat itu bisa membantu kita dalam Meditasi. Seandainya tidak bisa tidak apa-apa, cukup cari tempat yang nyaman saja, tapi kalau bisa seperti itu lebih baik.

Waktu

Meditasi sebenarnya bisa dilakukan kapan saja. Tapi baik kalau kita melakukannya antara jam 03.00 – 06.00 dini hari. Pertama karena saat itu udara bersih dan segar, kedua karena energi alam yang halus cenderung bebas dari gangguan vibrasi lain. Dengan catatan khusus faktor waktu ini bukanlah sebuah pakem, yang paling baik kita sendirilah yang menentukan kapan akan Meditasi sesuai kondisi diri kita masing-masing.

Asanas (Sikap Badan)

1. Badan

Badan mengambil sikap tubuh [asana] dengan padma asana atau padmasana, yaitu posisi duduk berbentuk bunga padma.
Atau boleh juga mengambil sikap tubuh [asana] dengan ardha padmasanaatau ada yang menyebutnya dengan Sidha Asana, yaitu posisi duduk berbentuk setengah bunga padma.
Silahkan bebas memilih yang mana yang kita paling merasa nyaman.

2. Punggung

Keadaan tulang punggung harus tegak lurus. Tujuannya untuk menghindari bangkitnya api kundalini [kundalini shakti] tanpa disadari. Bila kita belum biasa dengan posisi punggung tegak lurus ini, kita bisa mula-mula melatihnya dengan bersandar pada dinding.

3. Lidah

Tekuk ujung lidah keatas agar menyentuh langit-langit mulut. Ini terkait dengan sirkulasi energi dalam tubuh kita.

4. Mudra

Ada ratusan jenis mudra dengan fungsinya masing-masing. Tapi disini yang kita gunakan adalah Jnana Mudra. Letakkan kedua tangan diatas lutut [kaki] dan gunakan Jnana Mudra. Ujung ibu jari bertemu dengan ujung telunjuk, tujuannya adalah keheningan bathin [membentuk angka nol]. Tiga jari lainnya menghadap keluar [melepas], tujuannya melepaskan [melampaui] Tri Guna :Sattvam, Rajas, Tamas, melalui ketiga jari. Mudra ini terkait dengan aliran energi dari cakra-cakra dalam tubuh kita.

Pernafasan Sebagai Obyek Meditasi

Setelah melakukan semua hal yang diuraikan diatas, pejamkan mata anda. Kemudian laksanakan ketiga hal ini secara bersamaan :
  • Tarik nafas perlahan dari hidung dalam-dalam, simpan sebentar, lalu lepaskan pelan-pelan. Lakukan dengan berirama teratur.
  • Pada saat yang bersamaan, pada saat menarik nafas, hitung tarikan nafas ini (dalam hati) sebagai : “satu”, pada saat melepas nafas, hitung pelepasan nafas ini (dalam hati) sebagai : “dua”. Tarikan nafas berikutnya hitung sebagai “tiga” dan kemudian pelepasan nafas hitung sebagai “empat”. Terus demikian sampai hitungan “delapan”. Setelah “delapan” kembali ulangi lagi dari awal (dari “satu”). Demikian seterusnya. Catatan : jumlah hitungannya jangan lebih atau kurang dari delapan. Hitunglah dari satu - delapan saja, jangan diubah-ubah.
  • Pada saat yang bersamaan, fokuskan seluruh konsentrasi pikiran kita untuk mengamati udara yang keluar masuk. Amati pergerakan udara dari dia mulai masuk ke hidung kita, mengalirke dalam paru-paru kita, diam sejenak di dalam paru-paru kita, kemudian mengalir keluar dari paru-paru kita. Demikian seterusnya.
Penting : Lakukan ketiga hal ini secara bersamaan, dengan berirama teratur.

Lima Tahapan Meditasi

Lakukanlah Meditasi setiap hari secara rutin. Minggu pertama cukup 10 menit. Minggu berikutnya tingkatkan jadi 20 menit. Terus demikian sampai kita bisa Meditasi antara 30 menit sampai dengan 1 jam.
Berikut adalah serangkaian tahapan dalam perjalanan meditasi kita :

1. Pratyahara – berusaha “memegang” Obyek

Pada mulanya, jadikanlah ujung hidung sebagai tempat mengamati keluar-masuknya nafas. Berusahalah sungguh-sungguh konsentrasi, tapi tetaplah santai. Kalau kita sungguh-sungguh, rata-rata bagi orang kebanyakan dalam waktu 3 bulan tahap pertama ini akan terlewati. Kita sudah bisa berkonsentrasi dengan baik, objek mulai jelas dan sudah tertangkap dgn baik.

2. Dharana – “memegang” obyek dengan baik

Kalau setiap Meditasi obyek sudah dapat terpegang dengan baik, berarti kekuatan konsentrasi kita sudah terbentuk. Jangan terbelokkan oleh apapun yang muncul, selalu kembali konsentrasi pada obyek Meditasi [keluar-masuk nafas] dengan baik.

3. Dhyana – memasuki Meditasi

Apabila kita telah dapat “memegang” obyek Meditasi dengan baik, maka “saluran-saluran energi” dalam tubuh kita akan mulai terbuka dan berkembang. Inilah tahap memasuki Meditasi. Pada setiap orang akan mengalami pengalaman yang berbeda-beda, ada juga yang seolah tidak mengalami hal ini tapi langsung ke tahap 4 [savikalpa samadhi].
Bagi yang mengalami, sensasinya bermacam-macam. Ada yang melihat cahaya biru kecil, ada yang melihat cahaya dari langit menghujam ke seluruh badan, ada yang melihat cahaya warna-warni yang indah sekali, ada yang tubuhnya merasa ringan sampai seperti terbang, ada yang merasa terangkat dari tempat duduknya, ada yang merasa tubuhnya membesar atau sebaliknya tubuhnya mengecil, dan lain-lain.

Ada juga yang (kadang-kadang, jarang) menerima seperti wangsit atau suruhan melalui suara yang masuk. Hati-hatilah disini, apalagi bila kita tidak memiliki guru pembimbing, karena mungkin saja itu adalah suara mahluk-mahluk bawah. Sehingga kalau kita mendengar suara apapun, abaikan saja kembalilah pada obyek Meditasi. Karena kita bukan mau jadi dukun atau paranormal.

Pada semua kejadian ini kita sama sekali tidak perlu takut, sadari saja dan kembalilah ke obyek. Seringkali para pemula yang tidak mengerti merasa takut dan tidak berani Meditasi lagi. Padahal sesungguhnya inilah kemajuan dari Meditasi yang akan dialami oleh yogi yang benar.

4. Samprajnata Samadhi

Sebagian yogi seolah tidak mengalami tahap ketiga [karena untuk mereka berlangsung sangat-sangat singkat], tapi langsung ke tahap ke-4 ini. Sebabnya adalah karena kondisi bathin dan kondisi badan halus setiap orang yang berbeda-beda.
Di tahap ini muncullah cahaya yang sangat terang (tapi sejuk, tidak menyilaukan), yang kita lihat semata-mata hanya cahaya. Kita akan berada pada puncak kebahagiaan-kedamaian yang luar biasa. Tidak seperti kenikmatan nafsu duniawi, tapi sebentuk rasa damai luar biasa yang sulit untuk dijelaskan. Biasanya berlangsung hanya sekitar 1-3 detik saja, kemudian kita sadar dari Meditasi. Selepas ini pikiran kita plong sekali, ringan bagaikan kapas. Kita merasa sangat damai dan bahagia. Tidak ada beban lagi, tidak ada penderitaan, pikiran benar-benar bebas lepas bagaikan berada di Svarga Loka. Inilah tahap ke-4, atau samprajnata samadhi yang sedang kita alami.

Pikiran yang sudah diajak berlatih Meditasi dengan tekun, akan membersihkan kegelapan-kegelapan bathin. Ketika bathin kta dalam keadaan bersih, dia ringan bagaikan kapas, dia damai dan bahagia. Tidak ada beban yang negatif lagi. Semua sad ripu [kegelapan bathin] tidak ada lagi dan kita benar-benar bebas lepas. Ini berlangsung lama sekali.

Kalau kita tidak berhenti disini dan Meditasinya diteruskan, kita akan masuk tahap ke-5 yaitu Asamprajnata Samadhi.

5. Asamprajnata Samadhi

Laksana menikmati sebuah pemandangan yang sungguh indah, awalnya kita terpesona dan takjub [tahap 3], setelah itu timbul kedamaian-kebahagiaan [tahap 4].

Setelah kedua proses ini batin mulai normal kembali dan tenang-seimbang, inilah upeksha. Pada tahap upeksha ini, batin sepenuhnya Hening. Tidak ada lagi gejolak. Ibarat air laut, tidak ada riak gelombang lagi. Batin benar-benar tenang-seimbang. Dan antara subjek dan objek sudah manunggal, tidak bisa dibedakan lagi mana subjek dan mana objek. Nafas adalah aku, aku adalah nafas. Asamprajnata Samadhi.