Sejarah Ketutrunan Pande
Ladang Informasi - Pande yang dimaksud
disini pande dalam arti keturunan (clan), soroh dari
seseorang yang dahulu leluhurnya mempunyai propesi sebagai ”memande” apakah memande itu membuat alat dari
logam berupa perunggu ( gong, alat-alat keagamaan dan lain-lain), berupa besi (
cangkul pisau tombak keris dan lain-lain), berupa emas perak ( perhiasan,
alat-alat keagamaan dan lain-lain) semua dapat digolongkan dalam istilah anggtandring dan angaluh.Memande adalah suatu pekerjaan yang hasilnya
sangat diperlukan oleh seluluh lapisan masyarakat. Memande dan berdagang memang sudah digeluti oleh
para pande sejak dahulu.
Dasarnya warga pande tinggal
disuatu tempat degan berkelompok. Tetapi begitu ditempat baru ( Desa yang
membutuhkannya) mereka memecah diri untuk mengisi pande ditempat beru tersebut tetapi ikatan
kekerabatan/leluhur menyatukan kembali mereka dalam adat keagamaan terutama
pada hari raya tumpek landep.
Pande Yang Ada Di Nusantara
Untuk menelusuri lebih jauh asal usul warga pande dimasa lalau kita berpedoman pada pembuktian
archeologi yang menyangkut alat-alat yang dipakai manusia di masa lalu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah zaman batu yang disebut zaman neolithicum
berakhir maka selanjutnya timbut zaman logam. Jaman ini dicirikan ditemukannya
saat itu suatu bahan dari dalam tanah bijih logam yang diproses sedemikian rupa
lalu mengasilkan barang-barang atau alat-alat penting untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Zaman logam dibagi menjadi tiga zaman yaitu zaman tembaga, zaman
prunggu, zaman besi.
Pada zaman dahulu kaum pande diangap/digolongkan
sebagai masyarakat tersendiri yang memiliki teknik dan kemampuan khusus sehinga
banyak yang bergelar empu. Zaman
dahulu hanya warga pande yang bisa
membuat alat/barang dari logam sehinga keberadaan warga pande sezaman dengan mulainya zaman logam. Kapan
zaman logam itu ada pada saat itulah ada kaum pande.
Menurut Dr. R Soekmono dalam bukunya yang berjudul ”sejarah
kebudayaan Indonesia I ” menyatakan kebudayaan logam itu berasal dari luar Asia
Tenggara. Berarti bila kaum pande memakai
sistim keturunan purusa maka dapat dipastikan
kaum warga pande berasal dari luar Asia
Tenggara. Mereka berasal dari satu keluarga yang menemukan teknik pengolahan
logam menjadi alat-alat keperluan manusia lalu seluruh keluarganya turun
temurun menjadi pande. Kebudayaan logam di
Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayaan logam Asia yang
berpusat di Dongson.
Kaum pande yang
berpropesi mengolah logam tersebut sebelum menyebar di bumi Nusantara. Mereka
sebagain besar mereka bermukim di Dongson ( Teluk Tongkin) memande alat-alat yang bahannya dari perunggu
maupun dari besi. Mereka bermukim di Dongson ini mulai kurang lebih 300 tahun
SM. Jadi pande yang bermukim di Teluk Tongkin adalah cikal
bakal pande yang datang kenusantara kemudian. Mereka
berasal dari satu keluarga yang kemudian berkembang menjadi clan pande.
Perpindahan mereka ke Nusantara adalah pada zaman perunggu ± 2500 tahun SM
bersama dengan kelompok penduduk lain yang lebih besar.
Warga Pande Di Bali
Kedatangan para pande di Bali
seiring kedatangan para penguasa yang datang dari seberang/luar pulau Bali.
Sejarah menyatakan bahwa pada abad-abad VII-VIII M di Bali dikuasai oleh
raja-raja dari dinasti Sanjaya dari kerajaan Mataram (Jawa Tengah). Tetapi jauh
sebelum itu pengingalan-peningalan arkeologi membuktikan di pulau Bali dihuni
oleh parapande yang hidup dalam masyarakat pada zaman itu
(zaman Bali mula).
Pada zaman prasejarah di Bali masyarakat mengeal peti dari batu
yang bernama sarkopagus yang digunakan untuk menyimpan mayat orang yang semasa
hidupnya yang sangat berpengaruh. Ini membuktikan bahwa alat-alat yang dipakai
untuk membuat sarkopagus tersebut adalah buatan para pande yang telah menghuni pulau bali pada zaman
prasejarah yaitu pada zaman pra Hindu.
Desa Trunyan Kintamani sebagai desa tua yang keberadaanya
diyakini paling tua di Bali telah hidup pada zaman megalitik yaitu jauh sebelum
masehi dan juah sebelum kedatangan Hindu di Bali mereka memiliki kepercayaan
bahwa Dewa tertinggi mereka bernama Ratu Sakti Pancering jagat juga disebut Da
Tonta. Dewa ini bukan dewa dalam agama Hindu, beliau adalah leluhur/kawitan
orang Desa Trunyan yang paling dimulikan. Di Pura tempat Da Tonta disemayamkan
pada sebuah pelingih yang disebut Pura Dewa Pande. Rupaya pada zaman pra Hindu
telah ada parapande di Desa Trunyan meskipun sekarang ini
di Desa Trunyan tidak ada warga pandenya lagi
(Nyoman Wista Darmada (pande Nongan) dan Made Gede Sutama (Pande Celuk), 1996:
17).
Sekitar awal abad VI Masehi telah datang ke Bali Rsi Markandea
penyebar agama Hindu yang membawa sejumalah pekerja. Beliau juga membawa warga pande dari Jawa. Para warga pande yang dibawa oleh Rsi Markandeya kemudian
bermukim disekirtar daerah Desa Taro. Sekitar Danau Batur, Danau Tamblingan dan
Besakih ( zaman Bali Age). Kemudian pada
abad VI Masehi datang lagi ke Bali salah seorang agama Hindu bernama Sri
Agni Jaya Sakti salah seorang pengikut Sang Aji Saka. Beliau beraliran Brahmana
dan kedatangannya ke Bali bersama-sama pendeta Siwa dan Budha.
Ajaran agama Hindu yang diajarkan oleh Sri Angi Jaya Sakti
mengajarkan agama kepada masyarakat sekitar adalah agama Hindu yang beraliran
Brahmana. Ajaran – ajaran beliau antara lain terntang:
- Perihal membuat senjata yaitu tombak keris dan mantram-mantramnya
- Perihal memilih baik buruknya senjata tombak dam keris yang disebut ”carcaning keris”.
- Perihal pakaian perang serta mantram-mantramnya serta tulisan-tulisan yang diangap bertuah.
- Perihal siasat perang.
Dari keempat ajaran tersebut diatas yang dibawa Sri Angi Jaya
Sakti . ajaran pertama dan ke dua sangat berkaiatan dengan keahlian/propesi pande. Hanya pande yang
memiliki mantram dalam pembuatan senjata dan hanya pande yang mengerti dan menghayati carcaning keris. Ajaran ketiga dan keempat sangat
terkait dengan ajaran pertama dan kedua dimana dihendaki peningkatan persepsi
tentang cara mempermainkan perang sebagai seorang prajurit atau pengatur siasat
perang dari seorang pande. Tidak salah
cerita orang terdahulu bahwa warga pande selau
berada dimuka sebagai pemuka dalam peperangan karena dia tahu siasat menghayati
arti pusaka degan segala isinya (pasupatii).`
Pande Bang
Pada zaman ini para pande yang
datangnya bersama Sri Kesari Warmadewa berasal dari Indonesia berdiam
berkelompok di empat tempat. Yaitu:
- Kelompok pande yang berdiam di daerah Besakih dan sekitarnya.
- Kelompok pande yang berdiam disekitar daerah Renon (badung) dan sekitarnya.
- Kelompok pande yang mendiami pingiran Danau Tamblingan.
- Kelompok pande yang tingal dipejeng.
Dari keempat tempat pande yang
bermukim di Danau Tamblingan mendapat perlakuan istimewa karena jenis barang
yang mereka hasilkan bersifat istimewa serta skill/kepandaiannya yang mereka
sangal unggul. Ada keistimewaan lain pada mereka yaitu mereka dibebaskan dari
segala pajak yang mestiya harus dibayar oleh penduduk.
Terpecahnya warga pande yang
bermukim di Danau tamblingan karena pada saat itu Raja Sri Tapolung yang
bergelar ”Bhatara Cri Asta Asura Ratna Bumi Banten” menyatakan dirinya tidak
lagi tunduk kepada kekuasaan Raja Jawa ( Majapahit ). Sehingga raja majapahit
menghukum atas sikapnya, Raja Majapahit Sri Hayam Wuruk mengirim pasukan untuk
menyerang Bali. Sasaran utamanya adalah warga Pande yang ada
di Danau Tamblingan karena diangap senjata-senjata penguasa Sri Tapolung berada
di daerah ini. Penduduk lainnya yang berada dipingiran Danau Tamblingan ikut
melahirkan diri dan kebanyakan dari mereka menyembuyikan diri ke hutan sebelah
barat danau (daerah Gobleg).
Penguasa Bali kemudian setelah Sri Tapolung yaitu Dalem Semara
Kepakisan (Dalem Ketut Ngulesir) yang memerintah Bali dari istananya di Gelgel
merasa perlu untuk memanggil kembali para pande yang
telah lari meningalkan danau Tamblingan agar kembali ke asalnya.
Demikianlah keadaan dari keempat kelompok pande Bang pada zaman Sri Kesari Warmadewa sampai
zaman Pejeng. Keempat kelompok yang mengikuti Sri Kesari Warmadewa tersebut
dinamakan pande bang termasuk didalam Pande Bangke Maong, alias Pande Tamblingan. Ada
dolemik dalam masyarakat Bali setelah kehancuran kerajaan pejeng tentang nama Pande Bangke Maong. Julukan ini diberikan kepada
kelompok pande yang kalah perang bahwa mereka mati nantinya
mayatnya akan menjadi maong.
Demikian bencinya para penguasa baru kepada para pande sehinga
nama Pande Bangke Maong menjadi momok/menakutkan bagi
seluluh keluarga pande dan mereka menghindari
dirinya disebut Pande Bangke maong.Penguasa akan
membunuh pande yang benar-benar adalah keturunan Pande bangke Maong. Kemudian muncul semacam
sanggahan halus dari para pande yang
menyatakan bahwa pengucapan Pande Bangke Maong sebenarnya
adalah Pande Bang Kemaong (pande bang
saja).
Pande Pada Zaman Gelgel
Pada zaman Gelgel tersebut kedatangan warga pande ke Bali itu merupakan prajurit-prajurut dari
majapahit yang bukan orang sembarangan seperti Empu Brahma Wisesa dan Empu
Lelumang. Beliau orang-orang tersohor kesaktiannya serta mempunyai hubungan
dekat dengan raja Majapahit. Dengan adanya ikatan kembali dengan raja Majapahit
raja Dalem Semara Kepakisan saja Bali yang bertahta di Gelgel mulai mendapat
simpati rakyat Bali agar tidak mengadakan pemberontakan dikemudian hari.
Sebelumnya telah menjadi pemberontokan yaitu pemeberontakan Takawa tahun 1345 dan pemberontakan Makambika tauhun 1347( keduanya keluarga raja
Pejeng). Sehinga mengambil keputusan oleh Dalem Semara Kepakisan sebagai
berikut:
- Pura Besakih dijadiakn Pura kerajaan pusat seluruh Bali.
- Pura Dasar di Gelgel ditingkatkan statusnya menjadi Pura Kekerajaan yang sama statusnya dengan Pura Pusering Jagat pada zaman kerajaan Bedahulu.
- Kaum Pasek Bendesa turunan Bali asli memegang kekuasaan di tiap-tiap daerah dan kahyangan menjadi pembesaratau tabeng puri.
- Kauam Pande (turunan Bali asli) yang mahir dalam pembuatan senjata menjadikan pembesar dan mengepalai alat-alat besi.
Para pande juga akan
pindah ke tempat atau Desa baru yang belum ada pandenya.
kadang-kadang atas kehendak mereka sendiri atau atas perintah penguasa. Demikian
seterusnya sehinga akhirnya sukar bagai kita membedakan pertalian anatra pande-pande yang
berbeda masa kedatangannya ke Bali.
Diceritakan dalam prasasti/babad bagaimana situasai kondisi pada
saat pemerintahan Dalem Bekung semua penduduk kota kerajaan Gegel terpecah
belah terutama keturuanan Majapahit. Akibat keikutsertaan para pande di Klungkung memberontak pada Raja akhirnya
Pura Dalem Tusan ( Pura Pande yang
dibuatkan Dalem Gelgel untuk Sentana Sire Tusan) lama tidak
terurus, para pande tidak berani ngaturang piodalan karena situasi kerajaan yang
sangat genting. Sewaktu-waktu para pande dapat
terbunuh ketika akan ke Pura atau bisa sewaktu sehabis sembahyang.
Masalah warga pande ketika
Ida Dalem berada dalam liputan Ida Sang Hyang Sengara (penasehatnya). pada saat
itu juga Sire Pande seluruhnya baik, besar,
kecil, tua, muda biar bayi sekalipun ikut dibunuh. Sunguh amat teragisnya tidak
keprimanusiaan tetapi Tuhan tidaklah membiarkan umatnya dibegitukan, maka ada
satu orang pande yang berada di bawah menguasaan
Ida Sang Hyang Ibu yang disembunyikan Oleh Djangga Wadita di bawah air terjun (
bantang matiyem).
No comments:
Post a Comment