Vaisesika Darśana
a. Pendiri dan Sumber Ajarannya
Vaisesika yang
merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong ke dalam Ṣaḍ Darśana agaknya lebih tua dibandingkan dengan
filsafat Nyāya. Vaisesika
dan Nyāya Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok mereka,
seperti sifat-sifat dan hakikat Sang Diri dan teori atom alam semesta, dan
dikatakan pula Vaisesika merupakan tambahan dari filsafat Nyāya, yang memiliki analisis pengalaman sebagai objektif
utamanya. Diawali dengan susunan pengamatan atas kategori-kategori (padārtha), yaitu perhitungan atau perumusan
tentang sifat-sifat umum yang dapat dikenakan pada benda-benda yang ada di alam
semesta ini, serta merumuskan konsep-konsep umum yang berlaku pada benda-benda
yang dikenal, baik melalui indra maupun melalui penyimpulan, perbandingan, dan
otoritas tertinggi. Sistem filsafat Vaisesika
mengambil nama dari kata Viśesa yang artinya kekhususan, yang merupakan
ciri-ciri pembeda dari benda-benda. Jadi ciri pokok permasalahan yang diuraikan
didalamnya adalah kekhususan (padārtha) atau kategori-kategori yang nantinya
akan disebutkan secara lebih terperinci.
Vaisesika muncul
pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya Rṣi Kaṇāda, yang juga dikenal sebagai Rṣi Ūluka, sehingga sistem ini juga dikenal
sebagai Aūlukya
Darśana dan juga dengan nama Kaśyapa dan dianggap seorang Deva-ṛṣi. Kata Ūluka artinya
burung hantu. Dalam buku karyanya Vaisesika-Sūtra
yang terdiri atas 10 bab, Rṣi Kaṇāda menguraikan berbagai permasalahan pada
setiap bab sebagai berikut:
- Pada bab I berisi keseluruhan kelompok padārtha atau kategori-kategori yang dapat dinyatakan.
- Pada bab II berisi penetapan tentang benda-benda.
- Pada bab III berisi uraian tentang Jīva dan indra dalam.
- Pada bab IV berisi uraian tentang badan dan bahan penyusunnya.
- Pada bab V berisi tentang Karma atau kegiatan.
- Pada bab VI berisi uaraian tentang Dharma atau kebajikan menurut kitab suci..
- Pada bab VII berisi uraian tentang sifat-sifat dan Samavāya (keterpaduan atau saling berhubungan).
- Pada bab VIII berisi tentang wujud pengetahuan, sumbernya dan sebagainya.
- Pada bab IX berisi tentang pemahaman tertentu atau yang konkrit, dan
- Pada bab X berisi uraian tentang perbedaan sifat dari Jīva.
Sistem filsafat ini terutama dimaksudkan untuk menetapkan
tentang Padārtha, tetapi Rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan
sebuah pengamatan tentang intisari dari Dharma, yang merupakan sumber dari
pengetahuan inti dari Padārtha. Sūtra pertama
berbunyi:
”Ytao
bhyudayanihsreyasa siddhiḥ sa dharmaḥ”
Artinya, Dharma
adalah yang memuliakan dan memberikan
kebaikan tertinggi atau Moksa (penghentian dari penderitaan).
b. Pokok-Pokok Ajaran
Padārtha secara
harfiah artinya adalah arti dari sebuah kata, tetapi di sini Padārtha adalah satu permasalahan benda dalam
filsafat. Sebuah Padārtha
merupakan suatu objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (pada). Semua yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu semua
objek pengalaman adalah Padārtha. Bendabenda majemuk saling bergantung dan sifatnya
sementara, sedangkan benda-benda
sederhana sifatnya abadi dan bebas. Padārtha dan Vaisesika Darśana, seperti yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah kategori, namun
satu katagori ditambahkan oleh penulis-penulis berikutnya,
sehingga akhirnya berjumlah 7 katagori (Padārtha), yaitu:
1) Substansi (dravya).
Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas
dari pengaruh unsurunsur lain. Namun unsur lain tidak dapat ada tanpa
substansi. Substansi (dravya) dapat menjadi sebab yang melekat pada
apa yang dijadikannya. Atau dravya
dapat menjadi tidak ada pada apa yang
dihasilkannya. Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat pada periuk yang
terbuat dari tanah. Jadi tanah itu selalu dan telah ada pada apa yang
dihasilkannya, sedangkan periuk itu tidak dapat terjadi tanpa substansi
(tanah). Demikian pula halnya kategori lain tidak dapat ada tanpa substansi (zat)
seperti beraneka ragam minuman tidak dapat terjadi tanpa air (zat cair), tapi
air dapat ada walaupun tidak adanya bermacam-macam minuman. Ada sembilan
substansi yang dinyatakan oleh Vaisesika, yaitu (1) Tanah (pṛthivī); (2) Air (āpah, jala); (3) Api (tejah); (4) Udara (vāyu); (5) Ether (ākāśa); (6) Waktu (kāla); (7) ruang (dis); (8) diri/roh (Jīva); dan (9) pikiran (manas). Semua substansi tersebut di atas
riil, tetap, dan kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas.
Kombinasi dari sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya menjadikan
hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat
fisik maupun yang bersifat rohaniah. Adapun yang termasuk substansi badani (fisik) adalah bumi, air, api, udara, ruang, waktu,
dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohaniah terdiri atas akal (manas/ pikiran), diri (atman/jiwa). Kedua substansi rohaniah ini
bersifat kekal dan pada setiap makhluk (manusia) hanya terdapat satu jiwa dan
satu manas.
Demikianlah pribadi (diri/atma)
itu bersifat individu dan menjadi sumber kesadaran setiap makhluk yang
senantiasa berhubungan dengan kegiatan badani atau fisik. Setiap pribadi (atma) memiliki manas tersendiri yang dipakai sebagai alat
untuk mengenal dan mengalami segala sesuatu melalui alat fisik termasuk juga
dipakai sebagai alat untuk mencapai kebebasan. Namun dilain pihak manas juga diakui dapat menyebabkan kelahiran
kembali. Oleh karena setiap makhluk (manusia) dijiwai oleh pribadi (jiwa/atma). Maka pandangan Vaisesika terhadap jiwa adalah riil dan pluralis,
yaitu jiwa itu benar-benar ada dan tak terbatas jumlahnya.
2) Kualitas (guṇa)
Guṇa ialah keadaan atau sifat dari suatu
substansi. Guṇa sesungguhnya nyata dan terpisah dari
benda (substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi
yang diberi sifat. Guṇa atau sifat-sifat atau ciri-ciri dari
substansi yang jumlahnya ada 24, yaitu (1) warna (Rūpa); (2) rasa (rasa); (3) bau (gandha); (4) sentuhan/raba (sparśa); (5) jumlah (Sāṁkhya); (6) ukuran (parimāṇa); (7) keanekaragaman (pṛthaktva); (8) persekutuan (saṁyoga); (9) keterpisahan (vibhāga); (10) keterpencilan (paratva); (11) kedekatan (aparatva); (12) bobot (gurutva); (13) kecairan/keenceran (dravatva); (14) kekentalan (sneha); (15) suara (śabda); (16) pemahaman/pengetahuan (buddhi/jñāna); (17) kesenangan (sukha); (18) penderitaan (dukḥa); (19) kehendak (īccha); (20) kebencian/keengganan (dvesa); (21) usaha (prayatna); (22) kebajikan/manfaat (dharma); (23) kekurangan/cacat (adharma); dan (24) sifat pembiakan sendiri (saṁskāra). Sejumlah 8 sifat, yaitu buddhi/jñāna, īccha,
dvesa, sukha, dukḥa, dharma, adharma dan prayatna
merupakan milik dari roh, sedangkan 16
lainnya merupakan milik dari substansi material.
3) Aktivitas (karma)
Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan dengan unsur dan
kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat)
dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau
mengubah tempatnya. Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu dan
akasa) tidak dapat bergerak karena telah memenuhi segala yang ada. Gerakan dari
benda-benda di alam ini bukan bersumber dari dirinya, melainkan ada sesuatu
yang berkesadaran yang menjadi sumber gerakan itu. Benda-benda hanya dapat menerima
gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan yang terjadi di
alam ini seperti adanya hembusan angin, peredaran bumi dan planet-planet, maka
tentu ada sumber penggerak yang adikodrati. Sumber yang dikodrati itulah Tuhan.
Karena Tuhan sebagai sumber gerakan alam ini, maka Tuhan Maha Mengetahui segala
gerak dan perilaku benda-benda di alam ini. Termasuk mengetahui benar perilaku
(karma) manusia.
Ada 5 macam gerak, yaitu (1) Utkṣepaṇa (gerakan ke atas); (2) Avakṣepaṇa (gerakan ke bawah); (3) A-kuñcana (gerakan membengkok); (4) Prasaraṇa (gerakan mengembang); dan (5) Gamana (gerakan menjauh atau mendekat).
4) Universalia (sāmānya)
Samanya bersifat
umum yang menyangkut 2 permasalahan, yaitu sifat umum yang lebih tinggi dan
lebih rendah, dan jenis kelamin dan spesies. Dalam epistemologi, hal ini mirip
dengan konsep universalia
dan agak mirip dengan idenya Plato. Ia
ada dalam semua dan dalam masing-masing objek, namun tidak berbeda dalam objek partikular
yang berbeda. Karenanya ide ‘kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis.
Ide itu selalu hidup, tetapi tidak dapat dimengerti melalui dirinya sendiri, namun
hanya melalui seekor ‘sapi’ khusus. Walaupun tampak bersama, namun ‘sapi’ dan
‘kesapian’ dipahami sebagai dua entitas berbeda. Dari universalia-universalia
ini, ‘Ada’ (being, satta)
adalah yang tertinggi, karena ia memberikan ciri pada banyak sekali entitas.
5) Individualitas (viśeṣa)
Kategori ini menunjukkan ciri atau sifat yang membedakan
sebuah objek dari objek lainnya. Sistem Vaisesika
diturunkan dari kata viśeṣa, dan merupakan aspek objek yang
mendapat penekanan khusus dari para filsuf Vaisesika.
Kategori ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke sembilan substansi (dravya). Dalam system Vaisesika, unsur tanah, air, api, udara, dan
pikiran dibangun dari atom (paramānu), sedangkan eter, ruang, waktu dan
jiwa dianggap sebagai substansi sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas.
Inilah yang menyebabkan sistem darśana
ini disebut Vaiśseṣika Darśana.
6) Hubungan Niscaya (samavāya)
Dimensi objek ini menunjukkan hakikat hubungan yang mungkin
antara kualitas-kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat bersifat
sementara (saṁyoga) atau permanen (samavāya). Saṁyoga adalah hubungan sementara seperti antara
sebuah buku dan tangan yang memegangnya. Hubungan selesai ketika buku dilepaskan
dari tangan. Di sisi lain, samavāya
adalah sebuah hubungan yang tetap dan
hanya berakhir ketika salah satu di antara keduanya dihancurkan. Ada lima jenis
hubungan yang tetap dan entitas yang tetap atau tidak terpisahkan ini (ayūta-siddḥa):
- Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya, seperti sehelai kain dan benang-benangnya.
- Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan warna merahnya.
- Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan kuda yang melakukannya.
- Hubungan antara partikular dengan yang universal, ibarat satu jenis sapi dengan seekor sapi atau bangsa Jepang dan seorang Jepang.
- Hubungan antara substansi kekal dan substansi khusus. Menurut system Vaisesika, partikel subatomis (paramānu) setiap substansi abadi memiliki ciri-ciri khusus yang tidak membiarkan atom dari satu substansi bercampur dengan atom substansi lainnya. Ciri khusus (Viśeṣa) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing melalui ‘hubungan tak terpisahkan’ (samavāya).
7) Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (abhāva)
Kategori ini menunjukkan sebuah objek
yang telah terurai atau larut ke dalam partikel subatomis terpisah melalui
pelarutan universal (mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan (nothingness). Semua benda-benda yang ada dan
bernama digolongkan sebagai bhava, sedangkan entitas yang sudah tidak
ada digolongkan sebagai abhāva. Sebenarnya kategori ini bukan
merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori lainnya, namun hanya modus
pengaturan negatif. Abhāva, yang merupakan kategori ke 7, ada 4
macam, yaitu:
- Pragabhāva, yaitu ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya. Contohnya: ketidak adaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.
- Dhvaṅsabhāva, yaitu penghentian keberadaan, misalnya periuk yang dipecahkan, di mana dalam pecahan periuk itu tak ada periuk.
- Atyāntabhāva, atau ketidakadaan timbal balik, seperti misalnya udara yang dari dulu tidak pernah berwarna atau pun berbentuk. Ketiga ketidakadaan ini disebut sebagai Samsarga-bhava, yaitu ketidakadaan suatu benda dalam benda yang lain.
- Anyonyābhāva, atau ketidak adaan mutlak, dimana antara benda yang satu sama sekali tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk yang tidak sama dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya.
Ṛṣi Kaṇāda di dalam Sūtra-nya tidak secara terbuka menunjukkan
tentang Tuhan. Keyakinannya adalah bahwa formasi atau susunan alam dunia ini
merupakan hasil dari Adṛṣṭa yaitu kekuatan yang tak terlihat dari karma atau kegiatan. Beliau menelusuri
aktivitas atom dan roh mula-mula melalui prinsip Adṛṣṭa ini. Para pengikut Rṣi Kaṇāda kemudian memperkenalkan Tuhan sebagai
penyebab efisien dari alam semesta, sedangkan atom-atom adalah materialnya.
Atom-atom yang tak terpikirkan itu tidak memiliki daya dan kecerdasan untuk
menjalankan alam semesta ini secara teratur. Namun yang pasti, aktivitas
atom-atom itu diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesimpulan dari otoritas kitab
suci seperti ini mengharuskan kita untuk mengakui adanya Tuhan. Kecerdasan yang
membuat Adṛṣṭa dapat bekerja adalah kecerdasan Tuhan, sedangkan
lima unsur (pañca
mahābhūta) hanya merupakan
akibat. Semua ini harusnya didahului oleh ‘keberadaan’ yang memiliki
pengetahuan tentang itu adalah Tuhan. Roh-roh dalam keadaan penghancuran, kurang
memiliki kecerdasan, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan aktivitas atom-atom dan dalam
atom-atom itu sendiri tidak ada sumber gerakan.
Pada sistem Vaisesika,
seperti halnya sistem Nyāya, susunan alam semesta ini diduga
dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung jumlahnya dan kekal.
Kosmologi Vaisesika dalam batasan mengenai keberadaan atom
abadi bersifat dualistik dan secara positif memisahkan hubungan yang pasti
antara roh dan materi. Terjadinya alam semesta menurut sistem filsafat Vaisesika memiliki kesamaan dengan ajaran Nyāya yaitu dari gabungan atom-atom catur
bhuta (tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang
bersifat universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas.
Lima substansi universal tersebut tidak memiliki atom-atom, maka
itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara penggabungan
atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka), dan tiga atom ini saling
menggabungkan diri dengan cara yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam
semesta beserta isinya. Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan lainnya maka
lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya gerakan atom-atom itu
tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu kekuatan
yang memiliki kesaḍaran dan kemahakuasaan. Sesuatu yang memiliki
kesadaran dan kekuatan yang maha dahsyat itu menurut Vaisesika adalah Tuhan Yang Maha Esa. Vaisesika dalam etikanya menganjurkan semua orang
untuk kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnaña, Sravāna,
manāna, dan Meditasi.
Selanjutnya silahkan baca artikel Sāṁkhya Darśana
No comments:
Post a Comment