Pengertian Darśana
Tak sedikit orang yang menganggap bahwa filsafat itu tak
lebih dari omong kosong, abstrak, obrolan yang mengawang-awang belaka. Padahal
filsafat adalah landasan untuk mengembangkan pengetahuan yang sangat berguna
bagi peradaban. Melihat situasi saat ini yang mengalami kemunduran dalam berbagai
hal, termasuk dalam cara berfilsafat, maka kita butuh bangkit dengan menggunakan
filsafat yang benar, yaitu filsafat yang progresif, dialektis, rasional, logis,
dan kritis. Filsafat seperti ini akan membantu kita untuk bangkit. Di tengah
fatalisme, orang harus diajak untuk bersikap rasional agar tahu apa masalahnya
dan bagaimana menjelaskan dunia secara akal sehat agar bisa mengubahnya menjadi
sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Filsafat membuat kita mandiri dan tidak
bergantung pada orang lain. Filsafat membantu kita untuk berpikir kritis dan
analitis. Dengan demikian, kita akan dipandu untuk memahami dunia bersama misteri-misterinya,
dunia seakan menjadi gambling dengan permasalahan-permasalahannya. Ini juga akan
membantu kita untuk mudah menghadapi masalah, dan kadang juga membuat kita
mudah mengembangkan pengetahuan serta menggapai keterampilan teknis.
Kata Tattva
berasal dari bahasa Sanskerta ‘Tat’ yang
artinya ‘Itu’, yang maksudnya adalah hakikat atau kebenaran (Thatnees). Dalam sumber lainnya, kata Tattva juga berarti falsafah (filsafat agama),
yakni ilmu yang mempelajari kebenaran sedalamdalamnya (sebenarnya) tentang
sesuatu seperti mencari kebenaran tentang Tuhan, tentang atma, serta yang lainya sampai pada proses
kebenaran tentang reinkarnasi dan karmapala. Dalam ajaran Tattva, kebenaran yang dicari adalah hakikat
tentang Brahman (Tuhan) dan segala sesuatu yang terkait
dengan kemahakuasaan Tuhan. Dalam buku Theologi Hindu, kata Tattva berarti hakikat tentang Tat atau Itu (yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguṇa Brahman).
Penggunaan kata Tat
sebagai kata yang artinya Tuhan, adalah
untuk menunjukkan kepada Tuhan yang jauh dengan manusia. Kata ‘Itu’ dibedakan
dengan kata ‘Idam’ yang artinya menunjuk pada kata benda yang dekat (pada semua
ciptaan Tuhan). Definisi tersebut berdasarkan pada pengertian bahwa Tuhan atau Brahman adalah asal segala yang ada, Brahman merupakan primacosa yang adanya
bersifat mutlak. Karena sumber atas semua yang ada, tanpa ada Brahman maka tidak mungkin semuanya ada. Tattva juga dapat diartikan kebenaran yang sejati
dan hakiki. Penggunaan kata Tattva
ini adalah istilah dalam filsafat yang
didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai yakni kebenaran tertinggi dan
hakiki. Dalam lontar-lontar di Bali, kata Tattva lebih
sering diguṇakan
jika dibandingkan dengan istilah filsafat yang lainnya.
Dengan pengertian ini dapat diartikan bahwa Tattva adalah suatu istilah dalam filsafat agama
yang diartikan sebagai kebenaran sejati dan hakiki yang didasari perenungan mendalam
dan memerlukan pemikiran yang cemerlang agar sampai kepada hakikat dan sifat
kodrati. Ajaran Hindu kaya akan Tattva, dan secara khusus disebut Darśana.
Kata Darśana
berasal dari urat kata dṛś yang artinya melihat, menjadi kata Darśana (kata benda) yang artinya penglihatan
atau pandangan. Kata Darśana
dalam hubungan ini berarti pandangan
tentang kebenaran (filsafat). Filsafat adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
caranya mengungkapkan nilai-nilai kebenaran hakiki yang dijadikan landasan
untuk hidup yang dicita-citakan. Demikian juga halnya dengan Darśana yang berusaha mengungkap nilai-nilai kebenaran
dengan bersumber pada kitab suci Veda. Dalam agama Hindu terdapat sembilan
cabang filsafat yang disebut Nawa
Darśana.
Pada masa Upaniṣad, Darśana dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu astika (kelompok yang mengakui Veda sebagai ajaran tertinggi) dan nastika (kelompok yang tidak mengakui Veda ajaran tertinggi ). Terdapat enam
cabang filsafat yang mengakui Veda
yang disebut Ṣaḍ Darśana (Nyāyā, Sāṁkya, Yoga, Mīmāmsā, Vaisiseka, dan Vedānta)
dan tiga cabang filsafat yang menentang Veda
yaitu Jaina, Carvaka dan Buddha. Darśana merupakan
bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang tajam, penalaran serta
perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan
inti sari dari ajaran Veda
secara menyeluruh dibidang filsafat,
yakni aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral dari agama.
Nama atau istilah lain dari Darśana
adalah Mananaśāstra (pemikiran atau renungan filsafat), Vicaraśāstra (menyelidiki tentang kebenaran
filsafat), tarka (spekulasi), Śraddhā (keyakinan atau keimanan). Filsafat
juga merupakan pencarian rasional ke dalam sifat kebenaran atau realitas yang
juga memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan
permasalahanpermasalahan yang lembut dari kehidupan ini, di mana ia juga menunjukkan
jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian.
Filsafat bermula dari keperluan praktis umat manusia yang menginginkan untuk
mengetahui masalah-masalah transendental ketika ia berada dalam perenungan tentang
hakikat kehidupan itu sendiri. Ada dorongan dalam dirinya untuk mengetahui rahasia
kematian, kekekalan, sifat dari jīva
(roh), dan sang pencipta alam semesta
ini. Dalam hal ini filsafat dapat membantu untuk mengetahui semua permasalahan
yang dihadapi, karena filsafat merupakan ekspresi diri dari pertumbuhan jiwa
manusia, sedangkan filsuf adalah wujud lahiriahnya. Para pemikir kreatif dan
para filsuf merupakan wujud yang muncul pada setiap zaman dan mereka mengangkat
atau mengilhami umat manusia.
Pemikiran tentang kematian selalu menjadi daya penggerak
yang paling kuat dari ajaran agama dan kehidupan keagamaan. Manusia takut akan
kematian dan tidak menginginkan untuk mati. Inilah yang merupakan titik awal
dari filsafat, karena filsafat berusaha mencari dan menyelidikinya. Pemahaman
yang jelas dari manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, merupakan masalah yang
sangat penting bagi para pelajar filsafat dan bagi para calon spiritual (sādhaka) sehingga berbagai aliran filsafat dan
bermacam-macam aliran kepercayaan keagamaan yang berbeda telah muncul dan
berkembang dalam kehidupan umat manusia. Filsafat Hindu bukan hanya merupakan
spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai yang sangat luhur, mulia,
khas, dan sistematis yang didasarkan atas pengalaman spiritual mistis yang
dikenal sebagai Aparokṣa Anubhūti. Para pengamat spiritual, para orang
bijak, dan para Ṛṣi yang
telah mengarahkan persepsi intuitif dari kebenaran adalah para pendiri dari
berbagai sistem filsafat yang berbeda-beda, yang secara langsung maupun tidak
langsung mendasarkan semuanya pada Veda. Mereka yang telah mempelajari
kitab-kitab Upaniṣad secara tekun dan hati-hati akan menemukan
keselarasan antara wahyu-wahyu Śruti
dengan kesimpulan filsafat. Ṣaḍ Darśana yang merupakan enam sistem filsafat
Hindu merupakan enam sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian
kebenaran. Masing-masing kelompok Darśana
telah mengembangkan, mensistematisir
serta menghubungkan berbagai bagian dari Veda, dengan caranya masing-masing,
sehingga masing-masing kelompok tersebut memiliki seorang atau beberapa orang Sūtrakāra, yaitu penyusun doktrin-doktrin dalam
ungkapan-ungkapan pendek (aphorisma) yang disebut Sūtra.
No comments:
Post a Comment