Ajaran Pokok Upanisad
Esensi ajaran-ajaran
Upanisad dapat dikategorikan ke dalam lima pokok pikiran yang luas
sebagai berikut : (I) Brahman, (2) Jivätman atau diri individual, (3) jagat
atau jagatraya, (4) sadhana atau sarana pencapaian, dan (5) parama purusartha
atau tujuan yang terutama. Seluruh pokok-pokok Upanisad secara
umum berhubungan dengan lima hal tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kami akan memberikan suatu penjelasan tentang masing-masing ajaran
pokok ini termaktub di dalam Upanisad, yang menjadi
pertimbangan atas penggunaan teks-teks yang tepat sebagaimana yang ditentukan
pada pedoman otoritatif pandangan Badarayana, dimanapun yang tersedia dan juga
pada pokok makna teks-teks yang digambarkan dengan menerapkan aturan-aturan
interpretasi yang sudah biasa diterima. Dalam usaha ini, kami akan menahan diri
sebisa mungkin untuk memaksakan kehendak terhadap pandangan komentator yang
secara umum terbias dalam kepentingan ajaran mereka sendiri. Hal ini akan
memungkinkan kami untuk menilai filsafat Vedãnta yang dianjurkan di dalam Upanisad.
Brahman
Pengetahuan tentang Brahman merupakan tema sentral dalam Upanisad.
Hampir di seluruh Upanisadberhubungan dengan persoalan ini. Dalam
pandangan ini, ajaran tersebut tepatnya dilihat sebagai brahma-vidyã atau suatu
risalah yang mengajarkan pengetahuan tentang Brahman. Para pendeta ahliUpanisad oleh
sebab itu pada intinya memperhatikan secara khusus yang memberikan pengetahuan
tentang Brahman. Di dalam Taiitiriya Upanisad, Bhrgu mendekati
ayahnya Varuna untuk mengajarkannya tentang Brahman (adhihi bhagavo brahma?)
Ada pula sejumlah pernyataan di dalam Upanisad yang secara
khusus memerintahkan tentang meditasi Brahman (upãsita, nididyãsitayah,
vijijňãitavyah). Pertanyaan mendasar tentang yang menjadi perhatian Upanisad adalah
Apakah prmnsip pokok metafisik tersebut atau kenyataan dengan mengetahui yang
segalanya menjadi diketahui. Demikianlah, di dalam Mudaka Upanisad Saunaka
menyapa pendeta Angiras dengan pertanyaan sebagai berikut:
Kasmimu bhagavo
vijñte sarvaij idam vijñatam bha vati
”Apakah dengan mengetahui yang segalanya
ini menjadi diketahui?”
Pertanyaan serupa dalam sepintas konteks yang berbeda
muncul dalam Chandogya Upanisad , pendeta Uddãlaka menyapa
putranya vetaketu, yang telah kembali setelah duapuluh tahun mempelajari Veda,
dengan pertanyaan “Apakah kamu memperoleh tentang petunjuk (ãdesa) itu, di mana
yang tak terdengar menjadi terdengar, yang tak terpikirkan menjadi pikiran dan
yang tak dipahami menjadi terpahami?” Apapun yang mungkin menjadi implikasi
dari pertanyaan ini menurut komentatornya, adalah jelas bahwa para pendeta Upanisad benar-benar
memperhatikan persoalan mendasar yang berhubungan dengan alam pikiran pokok
seseorang atau kenyataan yang menjadi sumber pelipat gandaan alam semesta, yang
pengetahuannya adalah yang terpenting untuk pencapaian Tujuan Spiritual yang terutama.
Istilah yang biasa digunakan oleh Upanisad untuk
menyebut Realitas Yang Utama adalah Brahman (brahma dalam bahasa Sanskerta
sebagai gender yang netral untuk membedakan dari Brahmä dengan vokal bersuara
panjang dalam gender maskulin yang mengacu kepada ketuhanan yang bersifat
Veda). Istilah lain yang sering digunakan Upanisad sebagai
persamaan kata dari Brahman adalah atman (brahma dalam bahasa Sanskerta juga
dinamakan sebagai Paramãtmã atau Diri yang Terutama untuk membedakan dari
jivãtmã sebagai diri individual). Ada beberapa istilah lain yang digunakan di
dalam Upanisad untuk menyebut Brahman. Istilah-istilah itu
adalah sat, aksara, prana, akasa, jyotis, Purusa, Isa, Isvara, dan Paramesvara.
Ketika Brahman setara dengan Ketuhanan Tertinggi, dilukis-kan sebagai Visnu dan
Narayana, dua kata yang digunakan di dalam Upanisad. Sementara
menjelaskan esensi alam (svarupa) atau sifat-sifat inti (dharma) dari Brahman, Upanisad menggunakan
istilah-istilah sebagai berikut untuk menyebut Brahman satya, jnana, prajnana,
vijnana, cit, änanda, ananta, bhüma, dan antaryami. Kecuali Brahman banyak dan
istilah ini yang membawa lebih dan satu makna. Atma berarti Brahman dan juga
berarti jivätman atau diri individual. Aksara berarti Brahman dan juga berarti
jivatman atau persoalan kosmik.
Purusa menunjukkan Brahman demikian juga jivätman.
Istilah prana, ãksa, dan jyotis juga menunjukkan kosmik yang sungguh-sungguh
ada yakni nafas kehidupan, ruang ether dan terang secara fisik. Kata-kata cit,
jnana, dan vijnana mengacu kepada svarüpa dan sifat dasar dari Brahman maupun
jivatman. Penggunaan yang tepat dari masing-masing istilah ini harus ditentukan
dengan mengambil pertimbangan yang seharusnya tentang maknanya secara
etimologis dan juga konteks pada saat istilah itu digunakan:
Arti Istilah Brahman
Kata
Brahman berasal dari akar kata kerja brh yang artinya ‘tumbuh’ (brhati) dan
menyebabkan tumbuh (brhmayati). Demikian pernyataan dalam Atharvairas Upanisad:
“Itu disebut Brahman karena itu bertumbuh dan menyebabkan tumbuh” (brhati,
bhmayati tasmad ucyate parabrahma). Sesuai dengan makna etimologis ini, istilah
Brahman menunjukkan suatu entitas ontologis yang besarnya sangat luas baik
dalam penghargaan terhadap alamnya (svarữpa) dan sifat-sifatnya (guna). Ini
adalah makna yang diterima oleh Rämänuja. Sankara mengambil akar dan makna
brhati dan menjelaskan istilah Brahman sebagai Yang Maha besar. Madhva
mengambil makna brhanti dan menafsirkan istilah Brahman sebagai brhanti yang
mana seluruh sifat-sifatnya tinggal dalam kelimpahan. Taittiriya Upanisad memberikan
sebuah pengertian tunggal tentang istilah Brahman. Sebagai jawaban atas
permintaan dari Bhrgu kepada ayahnya Varuna agar mengajarkan kepadanya tentang
Brahman, Varuna menawarkan pengertian sebagai berikut, “Yang daripada-Nya
segala mahiuk dilahirkan, Yang oleh-Nya dan kepada-Nya mereka hidup, ketika berangkat mereka masuk, mencari tahu itu, yang adalah Brahman.”
Menurut Upanisad, Brahman adalah yang menjadi sebab utama dan fungsi
kosmis utama yakni asal mula (srsti), kehidupan (sthiti), dan kematian
(pralaya) alam semesta.
Badarayana juga mengambil pengertian yang sama tentang
Brahman yang jelasnya dan bacaan Vedantasütra yaitu sebagai janmady-asya-yatah,
yang artinya, yang daripadanya berasal dll, dan jagat raya yang dihasilkan.
Sutra ini berdasarkan bacaan pada Taittiriya Upanisad. Pada
pendapat Badarayana, jagat-kraiiatva atau yang menjadi penyebab utama dan tiga
kali lipat fungsi kosmis adalah suatu sifat yang berbeda dan Brahman dan hal
itu diterima sebagai sebuah kriteria penting untuk menentukan apakah itu atau
bukan istilah semacam ãkasa dan prana yang terdapat dalam Chandogya Upanisad menunjukkan
Brahman.
Ketika menjelaskan tentang Brahman, tidak Upanisad dan
tidak juga Badaryana menyebutkan bahwa pengertian ini dapat digunakan hanya
untuk Brahman yang lebih rendah (apara) dan tidak untuk Brahman yang lebih
tinggi (para). Kedua Upanisad tersebut dan Vedãntasutra
mengacu kepada satu Brahman yang lebih tinggi (para). Kedua Upanisad tersebut
dan Vedantasütra mengacu kepada satu Brahman yaitu hanya sebagai penyebab utama
jagat-raya.
Sifat Dasar Brahman
Taiitiriya Upanisad juga menggambarkan Brahman sebagai satya
atau kesejatian, jnana atau pengetahuan dan ananta atau tak terbatas (satyam
jnnam anantam brahma). Apakah ketiga istilah ini menunjukkan sifat dasar
Brahman (svarupa) atau apakah mereka mengacu kepada pembedaan sifat-sifat
Brahman (svarupanirupaka dharma) adalah sebuah persoalan yang diperdebatkan di
antara para komentator. Apabila teks ini diambil sebagai sebuah pernyataan yang
memberikan definisi tentang Brahman (laksana vakya), yang tampaknya menjadi
tujuan daripada Upanisad, istiiah-istilah tersebut menyampaikan
tiga sifat dasar dan Brahman. Meskipun demikian, pengertian-pengertian yang lebih
lengkap tentang istilah-istilah ini, sebagaimana dijelaskan Upanisad,
membuktikan bahwa mereka merupakan svarupa dan juga sifat-sifat Brahman.
Brahman Sebagai Satya
Bhadaranyaka, yang diketahui sebagai salah satu dan Upanisad tertua,
menggambarkan Brahman sebagai satyam atau Realitas. Dalam kaitannya dengan
penggambaran dan keadaan susupti atau tidur nyenyak, Upanisad menyatakan
“Nama rahasia dan Paramätman (tasya upanisad) adalah Realitas dan
kesejatian (satyasya satyam).” Kesejatian yang dimak-sud adalah pria (nafas
kehidupan menurut Sankara, dan jiva menurut Ramanuja, dan para dewa menurut
Madhva) dan Realitas dan kesejatian adalah Brahman (satya). Upanisad yang
sama pada tulisan yang lain menarasikan bentuk mürta dan amurta dan Brahman,
menyebutkan secara eksplisit bahwa satyasya satyam adalah nama (namadheya) dan
Brahman dan menjelas-kannya dengan cara yang sama yakni, prana vai satyam tesan
esa satyam. Adalah jelas dan pernyataan ini bahwa kata satya mewakili svarupa
Brahman dalam makna realitas yang mutlak. Prana yang digunakan dalam makna
sebagai nafas kehidupan atau sebagai jiva, adalah pokok bagi beberapa
perubahan, dimana Brahman tetap tak berubah. Dengan kata lain, Brahman adalah
satya karena itu bukanlah suatu pokok bagi segala jenis modifikasi (nirvikara).
No comments:
Post a Comment