viral

loading...

Sunday, November 16, 2014

Sad Darsana Dan Pembagianya

Bagian-Bagian Sad Darsana

Rsi Kanada
Kata Darśana berasal dari urat kata dś yang artinya melihat, menjadi kata Darśana (kata benda) artinya pengelihatan atau pandangan. Kata Darśana dalam hubungan ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Ilmu Filsafat adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana caranya mengungkapkan nilai-nilai kebenaran hakiki yang dijadikan landasan untuk hidup yang dicita-citakan.

Demikian halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran Hindu yang juga disebut dengan Darśana, semuanya berusaha untuk mengungkapkan tentang nilai-nilai kebenaran dengan bersumber pada kitab suci Veda. Aliran atau sistem filsafat India dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu āstika dan nāstika. Kelompok pertama terdiri atas enam system filosofis utama yang secara populer dikenal sebagai a Darśana yang dikenal dengan aliran orthodox, bukan karena mereka mempercayai adanya Tuhan, tetapi karena mereka menerima otoritas dari kitabkitab Veda.

Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata āstika dan nāstika umumnya berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan filosofis Sanskta, kata āstika berarti ‘orang yang mempercayai otoritas kitab kitab Veda, atau orang yang mempercayai kehidupan setelah kematian’, sedangkan kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata tersebut dipergunakan dalam pengertian pertama karena dalam pengertian yang kedua, aliran filsafat Jaina dan Buddha pun adalah āstika, karena mereka mempercayai kehidupan setelah kematian. Dalam kedua pengertian di atas, keenam aliran filsafat orthodox adalah āstika dan aliran filsafat Cārvāka sebagai nāstika. Pada uraian berikut akan diuraikan tentang a Darśana.

Nyāya Darśana

a. Pendiri dan Sumber Ajaran

Pendiri ajaran ini adalah Ri Gautaman yang juga dikenal dengan nama Akapāda dan Dīrghatapas, yang menulis Nyāyaśāstra atau Nyāya Darśana yang secara umum juga dikenal sebagai Tarka Vāda atau diskusi dan perdebatan tentang suatu Darśana atau pandangan filsafat kurang lebih pada abad ke-4 SM, karena Nyāya mengandung Tarka Vāda (ilmu perdebatan) dan Vāda-vidyā (ilmu diskusi). Sistem filsafat Nyāya membicarakan bagian umum darśana (filsafat) dan metoda (cara) untuk melakukan pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul karena adanya pembicaraan yang dilakukan oleh para ṛṣi atau pemikir, dalam usaha mereka mencari arti yang benar dari śloka-śloka Veda Śruti, guna dipakai dalam penyelenggaraan upacara-upacara Yajña. Nyāyaśāstra terdiri atas 5 Adhyāya (bab) dan dibagi ke dalam 5 ‘pada’ (bagian).

Pada tahun 400 Masehi kitab Nyāyaśāstra ini dikomentari oleh Ri Vāstsyāna dengan karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya (ulasan tentang Nyāya). Objek utamanya adalah untuk menetapkan dengan cara perdebatan, bahwa Parameśvara merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya menegakkan keberadaan Īśvara dengan cara penyimpulan, sehingga dikatakan bahwa Nyāya Darśana merupakan sebuah śāstra atau ilmu pengetahuan yang merupakan alat utama untuk meyakini suatu objek dengan penyimpulan yang tidak dapat dihindari.

Dalam hal ini kita harus mau menerima pembantahan macam apapun, tetapi asalkan berdasarkan pada otoritas yang dapat diterima akal. Pembantahan demi untuk adu argumentasi dan bukan bersilat lidah atau berdalih.

b. Sifat Ajaran

Pandangan filsafat Nyāya menyatakan bahwa dunia di luar manusia ini terlepas dari pikiran. Kita dapat memiliki pengetahuan tentang dunia ini dengan melalui pikiran yang dibantu oleh indra. Oleh karena itu sistem filsafat Nyāya ini dapat disebut sebagai sistem yang realistis (nyata). Pengetahuan ini dapat disebut benar atau salah, tergantung daripada alat-alat yang diperguakan untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, dimana secara sistematik semua pengetahuan menyatakan 4 keadaan, yaitu:
  1. Subjek atau si pengamat (pramātā).
  2. Objek yang diamati (prameya).
  3. Keadaan hasil dari pengamatan (pramīti).
  4. Cara untuk mengamati atau pengamatan (pramāa)

Prameya atau objek yang diamati, dengan nama pengetahuan yang benar dapat diperoleh, ada 12 banyaknya, yaitu Roh (Ātman), Badan (śarīra), indriya, objek indriya (artha), kecerdasan (buddhi), pikiran (manas), kegiatan (pravtti), kesalahan (doa), perpindahan (pretyabhāva), buah atau Hasil (phala), penderitaan (duhkha), dan pembebasan (apavarga). Kita membuat perbedaan pada suatu benda karena adanya beberapa ciri-ciri pada kedua benda tersebut yang masing-masing memiliki beberapa atribut yang tak didapati pada bagian lainnya. Karena kekhususan atribut (viśea) merupakan dasar utama dari pengamatan, maka sistem lanjutan dari filsafat ini disebut sebagai Vaiśeika. Nyāya Darśana, yang utamanya bertindak pada garis ilmu pengetahuan atau ilmiah menghubungkan Vaiśeika pada tahapan, di mana materi-materi adhyatmikā (spiritual) terkandung di dalamnya, yang keduanya ini memperguakan Tarka (logika) dan Tattva (filsafat) dimana filsafat dinyatakan melalui media logika.

c. Catur Pramāa

Nyāya Darśana dalam memecahkan ilmu pengetahuan menggunakan 4 metoda pemecahan yang disebut Catur Pramāa, dengan bagian-bagian sebagai berikut:

1. Pratyaka Pramāa, yaitu pengamatan langsung
Pada Pratyaka Pramāa atau pengamatan secara langsung memberikan pengetahuan kepada kita tentang objek-objek menurut keadaannya masingmasing yang disebabkan hubungan panca indra dengan objek yang diamati di mana hubungan itu sangat nyata. Adakalanya terjadi pengamatan yang tidak perlu menggunakan pañca indra dan pengamatan yang luar biasa ini disebut sebagai pengamatan transendental, yang jarang terjadi pada pengamatan orang-orang biasa yang sering pula ditunjang oleh adanya kekuatan supra normal yang dimiliki seorang. Dalam Pratyaka Pramāa ada dua tingkat pengamatan, yaitu:
  • Nirvikalpa yaitu pengamatan yang tidak menentukan. Pengamatan suatu objek adalah sebagai objek saja tanpa adanya suatu penilaian, tanpa hubungan (asosiasi) dengan suatu subjek. Sehingga apa yang dilihat hanyalah objek itu saja yang dianggap benar dan nyata.
  • Savikalpa yaitu pengamatan yang menentukan. Pengamatan terhadap suatu objek yang dibarengi dengan pengenalan terhadap ciri-ciri, sifat-sifat dan juga subjeknya sehingga pengamatan ini sifatnya menyeluruh.

2. Anumāna Pramāa yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu objek dengan menarik pengertian dari tanda-tanda yang diperoleh (linga) yang merupakan suatu kesimpulan dari objek yang ditentukan, disebut juga aya. Hubungan kedua hal tersebut di atas disebut dengan nama Wyapi. Selanjutnya Anumāna Pramāa, yang sangat penting dalam suatu proses pengamatan dalam Nyāya Darśana ini.

Dalam pengamatan dengan Anumāna Pramāa terdapat suatu perantara di antara subjek dan objek, di mana pengamatan langsung dengan indra saja tidak dapat secara langsung menyimpulkan hasil dari pengamatan, tetapi melalui beberapa tahapan (avayaya). seperti di bawah ini:
  • Pratijña, yaitu proses pertama, memperkenalkan objek permasalahan tentang kebenaran pengamatan misalnya gunung api itu berapi.
  • Hetu, yaitu proses kedua, alasan penyimpulan, dimana dalam hal ini adalah adanya terlihat asap yang keluar dari gunung tersebut.
  • Udāharaa, yaitu proses ketiga, menghubungkan dengan aturan umum tentang suatu masalah, yang dalam hal ini adalah bahwa segala yang berasap tentu ada apinya.
  • Upanaya, yaitu proses keempat, pemakaian aturan umum itu pada kenyataan yang dilihat, bahwa jelas gunung itu berapi.
  • Nigaman, yaitu proses kelima, berupa penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses sebelumnya, dengan pernyataan bahwa gunung tersebut berapi.

3. Upamāa Pramāa yaitu ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui perbandingan. Upamāa Pramāa merupakan cara pengamatan dengan membandingkan kesamaan-kesamaan yang mungkin terjadi atau terjadi di dalam objek yang diamati dengan objek yang sudah ada atau pernah diketahui. Misalnya seorang anak yang diberitahu ibunya bahwa binatang yang namanya komodo itu rupanya mirip dengan biawak tetapi lebih besar, bahkan bisa sebesar seekor buaya. Dalam hal ini si anak telah mengetahui rupa buaya dan biawak, maka ketika si anak pergi ke kebun binatang dan melihat seekor binatang sebesar buaya yang rupanya mirip dengan biawak, ia segera menyimpulkan bahwa binatang tersebut adalah komodo. Inilah yang disebut dengan Upamāa Pramāa.

4. Śabda Pramāa yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan mendengarkan melalui penjelasan dari sumber yang patut dipercaya. Śabda Pramāa adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kesaksian (śabda) dari seseorang yang dapat dipercaya kata-katanya ataupun dari naskah yang diakui kebenarannya, dalam hal ini terdapat 2 jenis kesaksian, yaitu:
  • Laukika śabda, yaitu bentuk kesaksian yang berasal dari orang yang dapat dipercaya dan kesaksiannya dapat diterima menurut logika atau akal sehat.
  • Vaidika śabda, yaitu bentuk kesaksian yang didasari pada naskah-naskah suci Veda Śruti, yang merupakan sabda Brahman yang tak mungkin salah.

d. Pokok-pokok ajaran Nyāya

Objek pengetahuan filsafat Nyāya adalah mengenai
  1. Ātma
  2. Tentang tubuh atau badan
  3. Pañca indra dengan objeknya
  4. Buddhi (pengamatan)
  5. Manas (pikiran)
  6. Pravtti (aktivitas)
  7. Doa (perbuatan yang tidak baik)
  8. Pratyabhāva (tentang kelahiran kembali)
  9. Phala (buah perbuatan)
  10. Duka (penderitaan)
  11. Apavarga (bebas dari penderitaan)


Di samping oleh Ri Vāstsyāna yang mengomentari Nyāya Sūtra dengan karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya, Śrikaṇṭha menulis Nyāya-lakara, Jayanta menulis Nyāya-mañjari, Govardhana menulis Nyāya-Bhodhini dan Vācaspati Miśra menulis Nyāya-Varṭṭika-Tatparya-Tīkā. Selain itu Udayana juga menulis sebuah buku yang disebut Nyāya- Kusumāñjali. Seperti yang telah diketahui bahwa filsafat Nyāya merupakan dasar dari semua pengantaran ajaran filsafat Sanskta. Nyāya juga merupakan rangkaian pendahuluan bagi seorang pelajar filsafat, karena tanpa pengetahuan tentang filsafat Nyāya, kita tidak akan dapat memahami Brahma Sūtra dari Śri Vyāaeva, karena filsafat Nyāya membantu untuk mengembangkan daya penalaran ataupun pembantahan, yang membuat kecerdasan bertambah tajam dan lembut gua pencarian filsafat Vedāntik.

2. Vaisesika Darsana Read More....

No comments:

Post a Comment