Paparan Praktis Praktek Spiritual
Ladang Informasi - Sãdhana Pãda yang tersusun dari 55 sutra ini
memberikan paparan praktis bagi seorang sadhaka. Disini mulai diperkenalkan
Yama, Niyama, Pranayama dan Pratyahara, serta persiapan untuk memasuki
tiga-serangkai Samyama, Dharana, Dhyana, Samadhi. Samyama baru dipaparkan
secara panjang lebar pada Vibhuti Pãda. Metode pembebasan psikologis dan
spiritual yang terdiri dari delapan tahapan ini, juga dikenal dengan Ashtanga
Yoga. Disini juga diingatkan akan bahaya dari siddhi bagi seorang sadhaka
sejati. Secara keseluruhan prinsip-prinsip praktis dari Yoga dapat ditemukan
disini dalam paparan yang lugas. Sebagai paparan praktis, di dalam mengikuti
Sãdhana Pãda ini kita juga acapkali seakan-akan sedikit ‘dipaksa’ untuk
mengerti tentang sistem Yoga praktis tertentu, terutama Hatha Yoga dan Laya
Yoga atau Kundalini Yoga.Yoga berarti "persatuan dengan Yang
Ilahi." Persatuan dengan Bhagawan ini tidak dapat dicapai hanya dengan
usaha - itu hanya terjadi melalui anugerah Brahman.
Semua yang ada adalah Tuhan dan semua ada karena Tuhan. Dalam arti mutlak tidak
ada yang terpisah dari Bhagawan. Semua adalah permainan ilahi Tuhan. Jika
seseorang ingin mencapai pembebasan, maka itu hanya akan menjadi hadiah dari
Bhagawan. Semua adalah Tuhan untuk memberi atau tidak, bagaimanapun juga.
Ada
dua jalur yoga (atau margas). Maryada Marga; cara yang sah - di mana disiplin
dan upaya diri sendiri yogi membawanya ke tujuan, dan Jalan Rahmat atau Pushti
Marga. Kedua jalan itu hanya dapat membawa praktisi ke pintu pembebasan; namun
itu adalah Bhagawan yang pada akhirnya dan dengan anggun membawa para penyembah
melintasi ambang akhir. Anda tidak dapat melakukan yoga. Yoga adalah siapa Anda
sebenarnya. Yoga tidak dapat dicapai hanya dengan usaha saja - itu muncul
dengan anggun. Namun, karunia hanya dapat muncul setelah pikiran telah
dimurnikan melalui banyak usaha.
Rsi Patanjali
membuka wacana tentang Yoga dengan menyatakan dalam Samadhi Pãda atau Bab tentang Ecstasy bahwa Yoga terjadi dengan
mudah, ketika pikiran telah menjadi murni dan terkonsentrasi. Yogash chitta
vritti nirodha 1: 2. (Ketika Anda berhenti mengidentifikasi dengan pikiran
Anda, fluktuasi pikiran, maka ada Yoga, identitas dengan Diri - Bhagawan, yang
Samadhi.) Menurut Rsi Patanjali,
metode paling langsung untuk menghasilkan Nirodha atau Yoga, adalah dengan menyerah
sepenuhnya kepada Brahman. Metode satu langkah adalah: Isvara Pranidhanad va.1: 23 (Dengan memberikan hidup dan identitas
Anda kepada Brahman - Anda mencapai
identitas Brahman). Beberapa jiwa,
karena karma masa lalu, mungkin dapat mengikuti jalan penyerahan total seperti
yang disarankan dalam Samadhi Pãda.
Dengan “melepaskan, dan membiarkan Tuhan” dalam santa yang anggun seperti
satsang, kirtan, japa, atau seva seseorang dapat menjalani kehidupan penuh
pengabdian - membudidayakan bhava, suasana cinta yang tercurah untuk Tuhan.
Tetapi
jalan yang anggun bukan untuk semua orang. Dalam bab kedua Yoga Sutra, Rsi Patanjali menjelaskan metode tiga
langkah: Tapa Swadhaya Ishwara Pranidhani Kriya Yogah II: 1. Di sini Rsi Patanjali menyediakan sarana praktis
untuk memurnikan dan memusatkan pikiran, sehingga nirodha itu mungkin, bagi
mereka yang tidak dapat menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Beberapa orang
merasa bahwa mereka harus 'melakukan' sesuatu, dan beberapa pikiran gelisah,
ragu-ragu, dan mudah teralihkan perhatiannya. Para aspiran ini dapat menemukan
penghiburan di Sãdhana Pãda. Rsi Patanjali adalah welas asih bagi
jiwa-jiwa yang tidak dapat menyerahkan dirinya hanya pada rahmat Ilahi, dan
memberikan sebuah bab yang menjelaskan sadhana yang lebih rinci.
Sutra
ini menyarankan kepada seorang yogi atau yogini yang bercita-cita bahwa, bukan
hanya upaya itu penting, tetapi juga harus menjadi jenis usaha yang tidak
henti-hentinya. Tapa artinya terbakar. Seseorang harus memiliki hasrat yang
bersemangat dan membara, menjalani disiplin apa pun yang diperlukan untuk
memurnikan pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Ketika kita melepaskan semua
keinginan yang egois, ego-driven, atau egois, maka sang yogi dapat
berkonsentrasi pada Svadyaya; studi tentang Diri. Svadyaya berarti memusatkan perhatian
kepada Tuhan dalam segala situasi tanpa ada gangguan. Mempelajari sesuatu
berarti memberikan perhatian Anda yang tak tergoyahkan. Kedua kriya (tapas dan
svadyaya) ini akan membuat seseorang dapat menyerah kepada Tuhan, yang
dinyatakan sebagai Ishvara Pranidhani, bagian ketiga dari sistem tiga langkah.
Kemudian
Rsi Patanjali mencatat rintangan,
yang dapat menyebabkan kesulitan praktisi dalam mengikuti rencana 3 langkah.
Dia membuat daftar dan menggambarkan kleshas ini, bersama dengan karma yang
mendasarinya, yang memungkinkan rintangan muncul. Dari tempat kesabaran yang
tampaknya tak kenal lelah, Rsi Patanjali
menyediakan metode delapan langkah atau yang dikenal dengan istilah Astangga Yoga bagi mereka yang masih membutuhkan arah
“bagaimana-ke” praktis dalam cara untuk melepaskan diri dari dukha (penderitaan)
yang mengikat kita. Karena banyak dari kita merasa bahwa ketidakbahagiaan kita
disebabkan oleh tindakan orang lain.
Astangga Yoga
1. Yama
Yama yaitu suatu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus
dilakukan oleh seorang dari segi jasmani, misalnya, dilarang membunuh (ahimsa),
dilarang berbohong (satya), pantang mengingini sesuatu yang bukan miliknya
(asteya), pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima
pemberian dari orang lain (aparigraha).
“Yaccintayati yadyàti ratin
badhnàti yatra ca,
tathà càpnotyayatnena
prànino
na hinasti yah.
Kunëng phalanya nihan, ikang
wwang tan pamàtimàtin haneng ràt,
senangënangënya,
sapinaranya, sakahyunya, yatika sulabha katëmu
denya, tanulihnya kasakitan.
Terjemahan:
Pahalanya, orang yang tidak
membunuh (menyakiti) selagi ada di dunia ini, maka segala sesuatu yang
dicita-citakannya, segala yang ditujunya, segala sesuatu yang dikehendaki atau
diingini olehnya, dengan mudah tercapai olehnya tanpa sesuatu penderitaan,
(Sarasamuçcaya,142).
“Ànrcamsyaý kûmà
satyamahinsà
dama àrjavam,
pritih prasàdo màdhuryam
màrdavaý
ca yamà daça”.
Nyang brata ikang inaranan
yama, pratyekanya nihan, sapuluh kwehnya, ànresangsya, kûamà, satya, ahingsà,
dama, àrjawa, priti, prasàda, màdhurya, màrdawa, nahan pratyekanya sapuluh,
ànresangsya, si harimbawa, tan swàrtha kewala; ksamà, si kelan ring panastis;
satya, si tan mrsàwàda; ahingsà, manukhe sarwa bhàwa; dama, si upacama wruh
mituturi manahnya; àrjawa, si dugà-dugabener; priti, si gong karuna; prasàda,
beningning manah; màduhurya, manisning wulat lawan wuwus; màrdawa, pösning
manah.
Terjemahan:
Inilah brata yang disebut
yama, perinciannya demikian; ànresangsya, ksamà, satya, ahingsà, dama, àrjawa,
priti, prasàda, màdhurya, màrdawa, sepuluh banyaknya; ànresangsya yaitu
harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja; ksamà, tahan akan panas dan
dingin; satya, yaitu tidak berkata bohong (berdusta); ahingsà, berbuat selamat
atau bahagianya sekalian mahluk; dama, sabar serta dapat menasehati dirinya
sendiri; àrjawa, adalah tulus hati berterus terang; priti, yaitu sangat welas
asih; prasàda, adalah kejernihan hati; màdhurya, yaitu manisnya pandangan (muka
manis) dan manisnya perkataan (perkataan yang lemah lembut); màrdawa, adalah
kelembutan hati, (Sarasamuçcaya,259).
2. Nyama
Nyama yaitu bentuk pengendalian diri yang lebih bersifat rohani,
misalnya Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang
datang), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana
(selalu bakti kepada Tuhan).
“Dànamijyà tapo dhyànam
swàdhyàyopasthaningrahah,
vratopavasamaunam ca ananam
ca niyama daûa”.
Nyang brata sapuluh kwehnya,
ikang niyama ngaranya, pratyekanya, dàna, ijya, tapà, dhyana, swàdhyàya,
upasthanigraha, brata, upawàsa, mauna, snàna, nahan ta awakning niyama, dàna
weweh, annadànàdi; ijyà, Devapujà, pitrpujàdi, tapa kàyasangcosana, kasatan
ikang ûarira, bhucarya, jalatyagàdi, dhyana, ikang siwaûmarana, swàdhyàya,
wedàbhyasa, upasthanigraha, kahrtaning upastha, brata annawarjàdi, mauna
wàcangyama, kahrtaning ujar, haywàkeceng kuneng, snàna, trisangdhyàsewana,
madyusa ring kàlaning sandhya.
Terjemahan:
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama, perinciannya; dàna,
ijya, tapà, dhyana, swàdhyàya, upasthanigraha, brata, upawàsa, mauna, snàna,
itulah yang merupakan niyama, dàna, pemberian makanan- minuman dan lain-lain;
ijya, pujaan kepada Deva, kepada leluhur dan lain-lain sejenis itu; tapà,
pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus kering, layu,
berbaring di atas tanah, di atas air dan di atas alas-alas lain sejenis itu;
dhyana, tepekur merenungkan Çiwa; swàdhyàya, yakin mempelajari Veda;
upasthanigraha, pengekangan upastha, singkatnya pengendalian nafsu seksual;
brata/upawàsa, pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman; mauna/mona, itu
wacanyama berarti menahan, tidak mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata-kata
sama sekali tidak bersuara; snàna, trisandhyasewana, mengikuti trisandhya,
mandi membersihkan diri pada waktu pagi, tengah hari dan petang hari,
(Sarasamuçcaya, 260).
3. Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin (silasana,
padmasana, bajrasana, dan sukhasana).
4. Pranayama
Pranayama yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan
yaitu puraka (menarik nafas), kumbhaka (menahan nafas) dan recaka (mengeluarkan
nafas).
5. Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indria dari ikatan objeknya, sehingga
orang dapat melihat hal-hal suci.
6. Dharana
Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan.
7. Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu
objek. Dhyana dapat dilakukan terhadap Ista Devata.
8. Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan atman (sang diri sejati dengan Brahman). Bila seseorang
melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat
menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan.
No comments:
Post a Comment