Pengendalian Nafsu Adalah Brata Sivaratri
Deva Siva Memberikan Anugrah Pada Pemujanya |
Buda Pon Wuku Bala bertepatan Sasih Kapitu (Rabu, 29 Januari 2014), merupakan hari suci bagi umat Hindu. Hari tersebut dikenal
dengan nama Siwalatri/Siwaratri atau Malam Siwa. Latri berarti malam (gelap).
Dan bahkan malam itu adalah malam tergelap dibanding malam-malam lainnya.
Kalangan krama Bali beragama Hindu umum menyebutnya "peteng pitu".
Pada hari Siwaratri umat memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam
prabhawanya sebagai Siwa Mahadewa. Umat patut melaksanakan brata, meningkatkan
kesucian rohani dan latihan mengekang hawa nafsu. Tujuannya agar memiliki daya
tahan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan di dunia ini. Terbebas dari
berbagai godaan yang bisa menjerumuskan dan menyesatkan hidup, karena perbuatan
menyimpang dari ajaran dharma atau Agama.
Gelap bisa menakutkan dan menciutkan nyali bagi sebagian orang.
Karena menurut mereka di dalam gelap bercokol setan dan berbagai mahluk
pemangsa lainnya. Tetapi sebagaian orang lagi gelap merupakan media dalam
mendapatkan ketentraman batinnya. Dalam kegelapan malam ada keheningan
kesunyian dan kedamaian, makanya mereka memburu gelap, termasuk malam siswa
malam paling gelap sehari menjelang Tilem Kepitu 29 Januari 2014.
Adalah Lubdhaka si pemburu miskin yang berbahagia dalam
perjalanan hidupnya, sekalipun tidak disadari karena secara kebetulan.
Dikatakan berbahagia, lantaran sekalipun dalam sehari-hari selalu melakukan
tindakan sadis, melakukan pembunuhan satwa (binatang), tetapi bisa masuk surga
sesudah meninggal.
Dari pandangan mata secara awam saja, tentu perbuatan membunuh,
menghilangkan nyawa mahluk lain di luar tujuan yadnya, adalah berdosa. Misteri
kematian dan perjalanan arwah Lubdhaka tidak banyak yang mengetahuinya. Pemburu
tersebut dalam mitologi HIndu meniggal beberapa hari setelah Siwaratri lantaran
menderita suatu penyakit. Istri dan anak-anaknya merasa kehilangan.
Apa yang dilakukan Lubdhaka sehingga memperoleh tiket masuk
surga setelah mati? Suatu hari lelaki itu seharian berburu, namun sama sekali
tidak mendapat binatang buruan. Waktu itu jangankan ia berhasil memanah seekor
binatang untuk dibawa pulang, melihat bayangan binatang saja tidak. Sangat apes
hari itu perjalanan Lubdhaka sebagai pemburu profesional.
Dalam kehampaan, jengkel bercampur lelah fisik karena lapar dan
harus Lubdhaka memutuskan tidak bertolak pulang menemui istri dan anak-anak
kesayangannya. Dengan perasaan pasrah dan nekat ia memutuskan bermalam di
hutan, padang perburuannya seorang diri.
Waktu itu sebagai pemburu Lubdhaka tidak memiliki motip lain,
bertahan di hutan. Kecuali satu harapannya, malam itu ia akan menemukan
binatang dan berhasil memanahnya untuk dibawa pulang. Ia memilih berdiam di
sebuah pohon dekat telaga yang airnya sangat bening.
Lubdhaka boleh saja berharap, namun kenyataannya sampai tengah
malam yang sunyi senyap hasilnya tetap nihil. Malah dalam malam gelap ia
dilanda ketakutan. lantas Lubdhaka memilih memanjat sebuah pohon yang lumayan
rindang, antisipasinya supaya terhindar dari sergapan binatang buas. Untuk
menahan kantuknya tangan memetik satu persatu dahan pohon yang tidah. Ternyata
malam saat Lubdhaka menginap di hutan adalah Malam Siwa (Siwa Latri), yakni
malam payogan Hyang Siwa.
Dimana dibawah pohon tempatnya memanjat ada sebuah telaga dan
perwujudan Siwa beryoga. Pohon yang dinaiki adalah pohon Bila, serta dalam
petikan lelaki itu tpat mengenai patung Siwa tersebut. karena takut jatuh
otomatis laki-laki tetap terjaga (jagra) sampai pagi. Aktivitas Lubdhaka malam
itulah mendapat pahala dari Hyang Siwa, hingga ia berhak masuk sorga.
Aktivitasnya itu sama nilainya dengan yang dikerjakan Siwa.
Beryoga, menahan haus, lapar, tidak tidur dan menahan nafsu-nafsu lainnya. Di
Khayangan rohnya sempat menjadi rebutan, antara penguasa neraka dan surga.
Perjalanan Lubdhaka sebagai pemburu sampai masuk sorga cukup kontroversial.
Malahan di kalangan umat Hindu sendiri hal ini masih menjadi
masalah yang patut untuk didiskusikan, artinya begini, pantaskah seorang
Lubdhaka yang melakukan pembunuhan terhadap sarwa buron ini mendapatkan
pengampunan hanya karena melakukan kegiatan begadang semalam suntuk.
No comments:
Post a Comment