Mahabarata
Bharatayudha / Kisah Mahabharata |
Secara singkat,
Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawalimadengan saudara sepupu
mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara
Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha dimedanKurusetra dan pertempuran
berlangsung selama delapan belas hari.
Pengaruh dalam budaya
Selain berisi cerita
kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu,
mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini
dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis
dalam bahasa Sansekerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama
mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di
Asia Tenggara.
Di
Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa,Bhismaparwa dan mungkin juga beberapa parwa yang
lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno)
semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja
Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa
ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
Yang
terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam
bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum Indiaberbahasa Jawa Kuno. Salah
satu yang terkenal ialah kakawin
Arjunawiwaha (Arjunawiwāha,
perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara
1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari
kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya
sastra lain yang juga terkenal adalah kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh
mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini
dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir
masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga
menulis kakawin Hariwangśa di masa Jayabaya, dan diperkirakan
pula menggubah Gaţotkacāśraya di masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dariKediri.
Beberapa
kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya
adalah Kŗşņāyana (karya mpu Triguna) dan Bhomāntaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari
jaman kerajaan Kediri, dan Pārthayajña (mpu Tanakung) di akhir jaman
Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun
lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu,
mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi
berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai
dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis
hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam masa
yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga
kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad
ke-18.
Dalam dunia sastera
popularIndonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik yang
membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal
adalah karya dari R.A. Kosasih.
Versi-versi Mahabharata
Di India ditemukan dua
versi utama Mahabharata dalam bahasa Sansekerta yang agak berbeda satu sama
lain. Kedua versi ini disebut dengan istilah “Versi Utara” dan “Versi Selatan”.
Biasanya versi utara dianggap lebih dekat dengan versi yang tertua.
Daftar kitab
Mahābhārata merupakan
kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut
Astadasaparwa. Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah
Mahābhārata, yakni semenjak kisah para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati,
Yadu, Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai kisah diterimanya
Pandawa di surga.
Nama kitab
|
Keterangan
|
Adiparwa
|
Kitab
Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya
kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga
muridnya, kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa,
kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di
tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkan Dropadi.
|
Sabhaparwa
|
Kitab
Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung
untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni,
permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian,
Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu
melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
|
Wanaparwa
|
Kitab
Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di
hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di
gunungHimalayauntuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi
bahan cerita Arjunawiwaha.
|
Wirataparwa
|
Kitab
Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan
Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar
sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari,
Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi
sebagai penata rias.
|
Udyogaparwa
|
Kitab
Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata
(Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan
perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu
sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan
India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
|
Bhismaparwa
|
Kitab
Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di
Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara
Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal
sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan
gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu
oleh Srikandi.
|
Dronaparwa
|
Kitab
Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima
perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur
dimedanperang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk
lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam
kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
|
Karnaparwa
|
Kitab
Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh
Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam
kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir
kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna
gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
|
Salyaparwa
|
Kitab
Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang
Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur dimedanperang.
Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan
hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan
para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima.
Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat
Aswatama sebagai panglima.
|
Sauptikaparwa
|
Kitab
Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa.
Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah
pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu
ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh
Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan
Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali
perbuatannya dan menjadi pertapa.
|
Striparwa
|
Kitab
Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami
mereka dimedanpertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran
jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur.
Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi
rahasia pribadinya.
|
Santiparwa
|
Kitab
Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh
saudara-saudaranya dimedanpertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh
Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu
agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
|
Anusasanaparwa
|
Kitab
Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma
untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha,
aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|
Aswamedhikaparwa
|
Kitab
Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja
Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan
para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam
kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri
Kresna.
|
Asramawasikaparwa
|
Kitab
Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti,
Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka
menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang
membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api
sucinya sendiri.
|
Mosalaparwa
|
Kitab
Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan
kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan
mendapati bahwakotatersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan
Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan
dunia fana.
|
Mahaprastanikaparwa
|
Kitab
Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke
puncak gunungHimalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit,
cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali
Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
|
Kitab
Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak
gunungHimalayadan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam
perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak
masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing
menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.
|
Suntingan teks
Antara
tahun 1919 dan 1966, para pakar di Bhandarkar
Oriental Research Institute, Pune, membandingkan banyak naskah dari
wiracarita ini yang asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan
suntingan teks kritis dari Mahabharata.
Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang dibagi menjadi 19 jilid.
Lalu suntingan ini diikuti dengan Harivaṃsa dalam
2 jilid dan 6 jilid indeks. Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk
telaah mengenai Mahabharata.
Ringkasan Cerita
Peta Bharatayudha |
Latar belakang
Mahabharata merupakan
kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja
Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan
Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis
keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek
moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang
menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada,
Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata
banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata,
Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata
merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja
yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah
Sang Bharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja
Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati,
menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang
Bharata, raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno.
Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti
wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan).
Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat
pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura.
Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan
sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di negara
bagianHaryana,India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa
Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu
Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa
(Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa tersebut berasal dari
leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa Chandra
atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam silsilah Wangsa Yadawa,
lahirlah Prabu Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera
Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa
bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
Prabu Santanu dan keturunannya
Prabu Santanu adalah
seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura.
Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi
Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan
Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata
atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda.
Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga
dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu
berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada wafat di usia muda
dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu
Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki
keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan
Ambalika, melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka Pandu (dari
Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir
buta, maka tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandu, adiknya. Pandu menikahi
Kunti dan memiliki tiga orang putera bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna.
Kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madri, dan memiliki
putera kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal
sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan memiliki seratus
orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan
Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura memiliki seorang
anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu,
masa sekarang, dan masa depan.
Keluarga Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun jalan cerita Mahabharata.
Keluarga Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun jalan cerita Mahabharata.
Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu Dretarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sangkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryodana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika,
Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Disanamereka
menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada malam hari,
rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh Bima sehingga mereka
tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri,
Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa
Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari
pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan
rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Disanatersiar kabar bahwa Raja
Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti
sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta
menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Arjuna
mewakili para Pandawa untuk memenangkan sayembara dan ia berhasil melakukannya.
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum
brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian
meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa
mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil
tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia
saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun
juga seorang wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
Permainan dadu
Drupadi korban taruhan permainan dadu |
Untuk merebut kekayaan
dan kerajaan Yudistira secara perlahan namun pasti, Duryodana mengundang
Yudistira untuk main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Yudistira yang
gemar main dadu tidka menolak undangan tersebut dan bersedia datang ke
Hastinapura dengan harapan dapat merebut harta dan istana milik Duryodana. Pada
saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni yang memiliki kesaktian
untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira jatuh ke tangan
Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam peristiwa tersebut,
pakaian Dropadi berusaha ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi harta
Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil
berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena istrinya dihina, Bima bersumpah
akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah
tersebut, Dretarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka
ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa
karena Dretarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi
miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini,
siapa yang kalah harus menyerahkan kerajaan dan mengasingkan diri ke hutan
selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan
setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya,
Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena
kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12
tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa
pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk
mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana
bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas
ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan
oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat
dielakkan lagi.
Misi Damai Sri Kresna / Dharmaduta
Sebelum keputusan
untuk berperang diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan
mengirimkansuratpermohonan kepada para Raja di daratan India Kuno agar mau
mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang besar akan
terjadi. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu
membuat para Raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak
Pandawa dan pihak Korawa.
Sementara itu, Kresna
mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk
mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak
usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk
menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia
biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit
Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk
rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan
Widura.
Setelah Kresna
meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para
Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa
menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Persiapan perang
Persiapan perang |
Kresna tidak bersedia
bertempur secara pribadi. Ia mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa,
bahwa salah satu boleh meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara
yang lain boleh memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat
kesempatan itu, Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu
dari dua pilihan tersebut.
Duryodana jenius di
bidang politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang
diwakili Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat
dan memintanya agar bertempur tanpa senjata dimedanlaga. Sri Kresna bersedia
mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.
Pandawa telah
mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna.
Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para
Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat
besar berdatangan dari berbagai penjuruIndiadan berkumpul di markasnya
masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas
divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka,
Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu
dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa
terdiri dari Raja Pragjyotisha, Anga, Kekaya, Sindhudesa, Mahishmati, Awanti
dari Madhyadesa, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja,
dan masih banyak lagi.
Pihak Pandawa
Melihat tidak ada
harapan untuk berdamai, Yudistira, kakak sulung para Pandawa, meminta
saudara-saudaranya untuk mengatur pasukan mereka. Pasukan Pandawa dibagi
menjadi tujuh divisi. Setiap divisi dipimpin oleh Drupada, Wirata,
Drestadyumna, Srikandi, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan
para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima
perang pasukan Pandawa. Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di
daratanIndiautara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang
jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan
Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, KerajaanMagadha, dan masih banyak
lagi.
Pihak Korawa
Duryodana meminta
Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa
ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para
Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan
membiarkan-nya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin
dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia
tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan
bahwa kasta Karna lebih rendah. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan
Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan
dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri
bersama dengan adiknya — Duhsasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam
pertempuran Korawa dibantu oleh Rsi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para
Korawa — Jayadrata, guru Kripa, Kritawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa,
Bahlika, Sangkuni, dan masih banyak lagi para ksatria dan Raja gagah perkasa
yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.
Pihak Netral
Kerajaan Widarbha dan
rajanya, Raja Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang
netral dalam peperangan tersebut.
Divisi pasukan dan persenjataan
Setiap pihak memiliki
jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi-bagi ke dalam divisi (akshauhini).
Setiap divisi berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:
- 21.870 pasukan berkereta kuda
- 21.870 pasukan penunggang gajah
- 65.610 pasukan penunggang kuda
- 109.350 tentara biasa
Perbandingan jumlah
mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan pandawa memiliki 7 divisi, total
pasukan=1.530.900 orang. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total
pasukan=2.405.700 orang. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam
perang=3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak
sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan
kerajaan lain di seluruh daratanIndia.
Senjata yang digunakan
dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan primitif, contohnya:
panah; tombak; pedang; golok; kapak-perang; gada; dan sebagainya. Paraksatria
terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona, dan Abimanyu, memilih
senjata panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima dan Duryodana memilih
senjata gada untuk bertarung.
Formasi militer
Dalam setiap perang di
zaman Mahabharata, formasi militer adalah hal yang penting. Dengan formasi yang
baik dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan. Adabeberapa
formasi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Formasi
militer tersebut sebagai berikut:
- Krauncha Vyuha (formasi bangau)
- Chakra Vyuha (formasi cakram / melingkar)
- Kurma Vyuha (formasi kura-kura)
- Makara Vyuha (formasi buaya)
- Trisula Vyuha (formasi trisula)
- Sarpa Vyuha (formasi ular)
- Kamala atau Padma Vyuha (formasi teratai)
Sulit mengindikasi
dengan tepat makna dari nama-nama formasi tersebut. Nama formasi mungkin saja
mengindikasi bahwa sebuah pasukan memilih suatu bentuk tertentu (seperti elang,
bangau, dll) sebagai formasi, atau mungkin saja nama suatu formasi berarti
strategi mereka mirip dengan suatu hewan/hal tertentu.
Aturan perang
Dua pemimpin tertinggi
dari kedua belah pihak bertemu dan membuat “peraturan tentang perlakuan yang
etis”—Dharmayuddha—sebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagai berikut:
- Pertempuran harus dimulai setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
- Pertempuran satu lawan satu; tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
- Dua ksatria boleh bertempur secara pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan yang sama (kuda, gajah, atau kereta).
- Tidak boleh membunuh prajurit yang menyerahkan diri.
- Seseorang yang menyerahkan diri harus menjadi tawanan perang atau budak.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
- Tidak boleh membunuh atau melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit dari belakang.
- Tidak boleh menyerang wanita.
- Tidak boleh menyerang hewan yang tidak dianggap sebagai ancaman langsung.
- Peraturan khusus yang dibuat untuk setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang memukul bagian pinggang ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.
- Bagaimanapun juga, para ksatria tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Kebanyakan peraturan
tersebut dilanggar sesekali oleh kedua belah pihak.
Jalannya pertempuran
Persiapan Tempur |
Beberapa saat sebelum perang
Pada hari pertempuran
pertama, begitu juga pada hari-hari berikutnya, pasukan para Korawa berbaris
menghadap barat sedangkan pasukan para Pandawa berbaris menghadap timur. Pasukan
Korawa membentuk formasi seperti burung elang: pasukan penunggang gajah sebagai
tubuhnya; pasukan para Raja dan ksatria di barisan depan sebagai kepalanya; dan
pasukan penunggang kuda sebagai sayapnya. Dalam urusan perang, Bisma
berkonsultasi dengan panglima Drona, Bahlika dan Kripa.
Pasukan Pandawa diatur
oleh Yudistira dan Arjuna agar membentuk “formasi Vajra”. Karena pasukan
Pandawa lebih kecil daripada pasukan Korawa, maka strategi berperang dibuat
agar memungkinkan pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar. Sesuai
strategi Pandawa, pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah dari
belakang pasukan garis depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata langsung
jarak pendek seperti: gada, pedang, kapak, tombak, dll. Pasukan Korawa terdiri
dari sebelas divisi di bawah perintah Bisma. Sepuluh divisi pasukan Korawa
membentuk barisan yang sangat hebat, sedangkan divisi kesebelas masih berada di
bawah aba-aba langsung dari Bisma, dan sebagian divisi melindunginya dari
serangan langsung karena Resi Bisma sangat berguna dan merupakan harapan untuk
menang.
Setelah sepakat dengan
formasi dan strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak berbaris rapi.
Para Raja dan ksatria gagah perkasa tampak siap untuk berperang. Duryodana
optimis melihat pasukan Korawa memiliki para ksatria tangguh yang setara dengan
Bima dan Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti
Yuyudana, Wirata, dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam
mencapai kajayaan dalam pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria
yang sangat ahli di bidang militer, yaitu Bisma, Karna, Kritawarma, Wikarna,
Burisrawas, dan Kripa, ada di pihaknya. Selain itu Raja agung seperti
Yudhamanyu dan Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi dalam
pertempuran sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh
Para Raja dan ksatria dari kedua belah pihak meniup “sangkala” (terompet
kerang) mereka tanda pertempuran akan segera dimulai.
Ketika terompet sudah
ditiup dan kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur,
Arjuna menyuruh Kresna, guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar
mengemudikan keretanya menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa
melihat, siapa yang siap bertempur dan siapa yang harus ia hadapi. Tiba-tiba
Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan wangsa Bharata, keturunan Kuru,
nenek moyangnya. Arjuna juga dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan
atau tidak. Ia melihat kakek tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman,
saudara sepupu, ipar, mertua, dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini
berada di Kurukshetra, harus bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna
merasa lemah dan tidak tega untuk melakukannya.
Bharatayudha / Kisah Mahabharata |
Dilanda oleh
pergolakan batin, antara mana yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan
mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik
segala ajaran agama. Kresna, yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna,
menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang
ksatria, agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran
tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal
yang bernama Bhagawad Gita.
Dalam Bhagawad Gita,
Kresna menyuruh Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan kewajibannya sebagai
seorang ksatria yang berada di jalur yang benar. Ia juga mengingatkan bahwa
kewajiban Arjuna adalah membunuh siapa saja yang ingin mengalahkan kebajikan
dengan kejahatan. Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada
Arjuna, agar Arjuna tahu siapa ia sesungguhnya sehingga segala keraguan dalam
hatinya sirna. Dalam wujud semesta tersebut, ia meyakinkan Arjuna bahwa
sebagian besar para ksatria perkasa di kedua belah pihak telah dihancurkan, dan
yang bertahan hidup hanya beberapa orang saja, maka tanpa ragu Arjuna harus mau
bertempur.
Visvarupa Sri Krsna |
Sebelum pertempuran
dimulai, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Tiba-tiba ia meletakkan
senjata, melepaskan baju zirah, turun dari kereta dan berjalan ke arah pasukan
Korawa dengan mencakupkan tangan seperti berdoa. Para Pandawa dan para Korawa
tidak percaya dengan apa yang dilakukannya, dan mereka berpikir bahwa Yudistira
sudah menyerah bahkan sebelum panah sempat melesat. Ternyata Yudistira tidak
menyerah. Dengan hati yang suci Yudistira menyembah Bisma dan memohon berkah
akan keberhasilan. Bisma, kakek dari para Pandawa dan Korawa, memberkati
Yudistira. Setelah itu, Yudistira kembali menaiki keretanya dan pertempuran
siap untuk dimulai.
Pembantaian Bisma
Pertempuran dimulai.
Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi
pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan
membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut
dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang
Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama
tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta,
gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat
Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan
sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
Duel Arjuna dengan Bisma
Pada hari kedua,
Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama.
Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa
berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga
meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma.
Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di
tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma
terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi
dan mematahkan panahnya berkali-kali. Bima yang melihat keadaan tersebut
menyongsong Drestadyumna dan menyelamatkan nyawanya. Duryodana mengirim pasukan
bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari
Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu
dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda
melarikan kereta Bisma menjauhimedanlaga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa
mendapat kekalahan.
Kemarahan Kresna
Pada hari ketiga,
Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang
dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara
Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan
lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi
bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri.
Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna. Kemudian kereta
Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan kemahirannya yang hebat,
Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang tak terhitung jumlahnya.
Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara
milik Sangkuni. Bima dan putranya, Gatotkaca, menyerang Duryodana yang berada
di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju Duryodana yang menukik di atas
keretanya. Kusir keretanya segera membawanya menjauhi pertempuran. Tentara
Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi pertarungan. Bisma melihat hal tersebut
lalu menyuruh agar pasukan bersiap siaga dan membentuk kembali formasi,
kemudian Duryodana datang kembali dan memimpin tentaranya. Duryodana marah
kepada Bisma karena masih segan untuk menyerang para Pandawa. Bisma kemudian
sadar dan mengubah perasaannnya kepada para Pandawa.
Arjuna dan Kresna
mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam
pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk
melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata,
“Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku
sendiri,” lalu ia mengambil chakra-nya dan berlari ke arah Bisma. Arjuna
berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Kemudian mereka
berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.
Hari keempat merupakan
hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa
untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang.
Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang
genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian
Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat
pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu
persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah
pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para ksatria Korawa dan membunuh
delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya.
Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa.
Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang
marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Duryodana merasa sedih telah
kehilangan saudara-saudaranya.
Pertempuran terus berlanjut
Pada hari kelima,
pertempuran terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas
serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di
sampingnya. Setyaki berhadapan dengan Drona dan kesulitan untuk membalas
serangannya. Bima pergi meninggalkan Srikandi yang menyerang Bisma. Karena
Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan
pergi. Sementara itu, Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk
menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan
Burisrawas dan kemudian Setyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi
genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Setyaki dan menyelamatkan
nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang
dikirim Duryodana untuk menyerangnya.
Pertumpahan darah yang
sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran
berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang hebat. Drona membantai
banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua
belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera
Dretarastra. Putera Arjuna—Irawan—terbunuh oleh para Korawa. Pada hari
kesembilan Kresna marah lagi sebab Arjuna masih segan untuk mengalahkan
Bhishma, lalu ia bergerak menuju pasukan Korawa. Arjuna sekali lagi
menghentikan Kresna.
Kekalahan Bisma
Bisma mampu hidup menyaksikan kehancuran Korawa |
Yudistira mau ditangkap
Dengan kekalahan Rsi
Bisma pada hari kesepuluh, Karna kembali kemedanlaga dan melegakan hati
Duryodana. Ia mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Karna
dan Duryodana berencana untuk menangkap Yudistira hidup-hidup. Membunuh
Yudistira dimedanlaga hanya membuat para Pandawa semakin marah, sedangkan
dengan adanya Yudistira para Pandawa mendapatkan strategi perang. Drona
membantu Karna dan Duryodana untuk menaklukkan Yudistira. Ia memanah busur
Yudistira hingga patah. Para Pandawa cemas karena Yudistira akan menjadi
tawanan perang. Melihat hal itu, Arjuna turun tangan dan menghujani Drona
dengan panah dan menggagalkan rencana Duryodana.
Setelah menerima
kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan Yudistira sulit
diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja Trigarta — Susharma — bersama dengan 3
saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak Korawa dan mencoba untuk
membunuh Arjuna atau sebaliknya, mati di tangan Arjuna. Mereka turun
kemedanlaga pada hari kedua belas dan langsung menyerbu Arjuna. Namun mereka
tidak berhasil sehingga gugur satu persatu. Semakin hari kekuatan para Pandawa
semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar kepada pasukan Korawa.
Untuk menghancurkan
mereka, Duryodana mencoba memanggil Bhagadatta, Raja Pragjyotisha. Bhagadatta
merupakan putera dari Narakasura, raja jahat yang dibunuh oleh Kresna beberapa
tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan mammoth, gajah yang berukuran
sangat besar sebagai kekuatan pasukannya. Bhagadatta merupakan ksatria terkuat di
antara seluruh pasukan penunggang gajah di dunia. Bhagadatta mencoba menyerang
Arjuna dengan ribuan gajahnya. Pertempuran terjadi dengan sangat sengit. Karena
Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, ia kesulitan untuk mematahkan
formasi Cakravyhuha. Yudistira melihat hal tersebut dan menyuruh Abimanyu,
putera Arjuna, untuk membantu ayahnya keluar dari perangkap formasi Cakravyuha.
Arjuna berhasil keluar namun sebaliknya, Abimanyu terperangkap dan terbunuh.
Pada hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya
Bhagadatta dan Susharma gugur di tangan Arjuna.
Akhir peperangan
Pertempuran
berlangsung selama 18 hari penuh. Setelah kematian Abimanyu, Bhagadatta,
Susharma dan saudara-saudaranya pada hari ke-12, pertempuran berlangsung dengan
ganas selama enam hari berikutnya. Pada akhir hari ke-18, hanya sepuluh ksatria
yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu,
Setyaki, Aswatama, Kripa dan Kritawarma. Yudistira dinobatkan sebagai Raja
Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta
kepada cucu Arjuna, Parikesit. Kemudian, ia bersama Pandawa dan Dropadi mendaki
gunungHimalayasebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dropadi dan empat
Pandawa, kecuali Yudistira, meninggal dalam perjalanan. Akhirnya Yudistira
berhasil mencapai puncakHimalaya, dan dengan ketulusan hatinya, oleh anugerah
Dewa Dharma ia diizinkan masuk surga sebagai seorang manusia.
Perkiraan kapan terjadinya perang
Parasarjana
berusaha mencari tahu pada tahun berapa sebenarnya perang di Kurukshetra
terjadi. Mereka menggunakan catatan dalam Mahābhārata, memperhitungkan posisi
benda langit, menggunakan sistem kalender, bahkan sampai melakukan analisa
radiokarbon. Hasil perhitungan mereka sebagai berikut :
- Dr. S. Balakrishna menyatakan bahwa perang tersebut terjadi tahun 2559 SM dengan memperhitungkan gerhana bulan.
- Prof. I.N. Iyengar memperkirakan perang tersebut terjadi tahun 1478 SM dengan memperhitungkan gerhana dan garis lurus planet Saturnus+Jupiter.
- Dr. B.N. Achar menyatakan bahwa perang tersebut terjadi tahun 3067 SM dengan memperhitungkan posisi planet-planet yang dicantumkan dalam Mahabharata.
- Shri P.V. Holey yakin bahwa perang tersebut terjadi tanggal 13 November tahun 3143 SM dengan memperhitungkan posisi planet dan sistem kalender.
- Dr. P.V.Vartak mengatakan bahwa perang tersebut terjadi tanggal 16 Oktober tahun 5561 SM dengan memperhitungkan posisi planet.
Beberapa
sarjana memperkirakan usia perang di Kurukshetra tidak setua yang diperkirakan
oleh sarjana di atas. John L Brockington memperkirakan perang tersebut sangat
mungkin terjadi 900 SM. Pertempuran Sepuluh Raja, pertempuran antara Raja
Bharata bernama Sudas dan perserikatan sepuluh suku yang muncul dalam Rgveda,
dipercaya sebagai asal mula mitologi perang di Kurukshetra terjadi. Beberapa
arkeolog India mencoba mencari tahu kapan sebenarnya perang di Kurukshetra
terjadi, seperti penelitian belanga yang ditemukan di Ganges. Penelitian
radiokarbon menunjukkan artifak tersebut berasal dari periode 800 – 350 SM.
Penerus Wangsa Kuru
Setelah perang
berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah
selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit.
Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunungHimalayasebagai
tujuan akhir perjalanan mereka. Disanamereka meninggal dan mencapai surga.
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi
Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya menikahi
Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika. Satanika
berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian memimpin
Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
No comments:
Post a Comment