Struktur Padmasana
Bagian Dasar
Bedawangnala |
Bhedawangnala, yaitu ukiran “mpas” (kura-kura besar) yang dililit dua ekor
naga.Kura-kura adalah simbol dasar bhuvana dibayangkan sebagai api magma,
sedangkan naga adalah simbol Basuki yaitu kekuatan yang mengikat alam
semesta. Lontar Kaurawasrama menyebutkan, dasar gunung Mahameru adalah
bedawangnala. Dalam bahasa Kawi, bedawangnala terdiri dari dua kata: beda
artinya ruang, dan nala artinya api. Jadi bedawangnala artinya ruang yang
berisi api atau magma.Lontar Agni Purana (Kurma Awatara) menyebutkan adanya
perang yang sengit antara para Dewa dengan para Detya. Dalam perang itu
Dewa-Dewa dikalahkan. Para Dewa mohon agar Wisnu menyelamatkan. Bhatara Wisnu
kemudian meminta kedua pihak yang berperang mengaduk lautan susu di mana gunung
Mandara sebagai tangkai pengaduk dan Naga Basuki sebagai tali pengaduk.Para
Dewa memegang ekor naga dan para Detya memegang kepala naga. Tetapi ketika
perputaran dimulai gunung Mandara yang tidak mempunyai dasar tenggelam ke dalam
lautan susu. Bhatara Wisnu yang menjelma sebagai seekor kura-kura raksasa
kemudian muncul untuk menyelamatkan gunung Mandara.Bhedawangnala adalah Bahasa
Kawi, di mana ‘bheda” artinya: lain, kelompok, selisih; “wang” artinya:
peluang, kesempatan; “nala” artinya: api. Jadi bhedawangnala artinya: suatu
kelompok (kesatuan) yang meluangkan adanya api.Api di sini bisa dalam arti
nyata sebagai dapur magma inti bumi, dapat juga dalam arti simbol lain yaitu
energi kekuatan hidup.Karena letaknya di bawah/ dasar bangunan maka simbol
bhedawangnala dapat bermakna sebagai kekuatan bumi ciptaan Hyang Widhi yang
perlu dijaga, dan dapat pula bermakna sebagai dasar kehidupan manusia yaitu
energi yang senantiasa perlu ditumbuh kembangkan.Oleh karena itu bedawang di
Bali dilukiskan sebagai kura-kura yang moncongnya menyemburkan api.
Naga, Lontar Siwagama dan lontar Sri Purana Tattwa menyebutkan bahwa
setelah bumi diciptakan oleh Bhatara Siwa dan Bhatari Uma lengkap dengan segala
isinya maka pada suatu ketika terjadilah bencana, di mana tumbuh-tumbuhan mati,
air menyurut dan udara mengandung penyakit.Sanghyang Trimurti bermaksud
menyelamatkan manusia. Brahma berwujud sebagai Naga Anantabhoga yang berwarna
merah berada di dalam inti bumi; Wisnu berwujud sebagai Naga Basuki yang
berwarna hitam berada dalam laut, dan Iswara berwujud sebagai Naga Taksaka yang
berwarna putih bersayap berada di udara.Agar bumi ini tidak gonjang-ganjing
maka diikat oleh dua ekor naga yakni: naga basuki dan naga
anantaboga.Saptapetala disimbolkan dengan kura-kura, sehingga terbentuklah
patung kura-kura yang dililit dua naga di dasar padmasana, yang disebut
‘bedawang-nala’ (beda = ruang-ruang; wang = yang ada; nala = api = inti bumi
atau ‘ratala’).Naga basuki dan anantaboga adalah simbol kemakmuran dan
kesejahteraan.Jadi makna padmasana yang berdasar bedawang nala adalah: keajegan
bumi sebagai tempat kehidupan, atas karunia Sanghyang Widhi yang berwujud:
Parama siwa, Sada siwa dan Siwa. Padma = teratai; sana = sikap duduk.Jadi
padmasana adalah tempat/ kedudukan suci Sanghyang Widhi yang melindungi bumi/
kehidupan kita.
Bagian Tengah
Garuda Wisnu, diletakkan di bagian tengah belakang, adalah simbol Hyang Widhi
dalam manifestasi sebagai pemelihara.Simbol garuda-wisnu adalah simbol garuda
(putra Sang Winata) yang membawa tirta amerta kamandalu, anugerah dari wisnu.
Itu berarti juga sebagai simbol kesejahteraan dan kesehatan serta umur panjang
bagi penyungsung garuda-wisnu.Di lontar Adi Parwa diceritakan sebagai berikut:
Sang Kadru dan Sang Winata adalah istri-istri dari Bhagawan Kasyapa, Sang Kadru
berputra naga yang ribuan banyaknya dan Sang Winata berputra Sang Aruna dan
Sang Garuda. Pada suatu ketika keduanya membicarakan Uchaisrawa (kuda putih)
yang keluar dari pemuteran gunung Mandaragiri.Sang Kadru mengatakan warna kuda
itu hitam, sedangkan Sang Winata mengatakan kuda itu putih. Karena sama-sama
teguh mempertahankan pendapat akhirnya mereka sepakat untuk bertaruh, bahwa
siapa yang kalah akan mejadi budak dari yang menang.Para naga putra Sang Kadru
tahu bahwa warna kuda itu putih. Untuk memenangkan ibunya para naga
menyemprotkan bisa ke Uchaiswara sehingga berwarna hitam. Sang Winata kalah
lalu menjadi budak Sang Kadru. Anak Sang Winata, yakni Garuda, ingin
membebaskan ibunya dari perbudakan.Garuda kemudian bertanya kepada para naga,
bagaimana cara membebaskan ibunya. Sang Naga memberi tahu agar ia mencari Tirta
Amertha. Sang Garuda mencari tirta itu ke Sorga sampai berperang melawan para
Dewa namun tidak berhasil.Bhatara Wisnu yang iba pada nasib Garuda bersedia
memberikan Tirta Amertha, namun dengan syarat agar Garuda mau menjadi kendaraan
Bhatara Wisnu. Garuda bersedia, dan bersama Wisnu terbang mencari Tirta
Amertha.
Angsa, Angsa diletakkan di bagian atas belakang, adalah simbol
Sanghyang Saraswati. Hiasan Angsa, sebagai kendaraan Bhatari Saraswati,bermakna
sebagai: pengetahuan, ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan kesucian.Angsa
adalah simbul ketenangan dan warna putih bulunya adalah simbul kesucian,
ketelitian memilih makanan walaupun mulutnya masuk ke lumpur yang busuk toh
lumpur tidak termakan, jadi angsa merupakan simbul kebijaksanaan memilih yang
baik, di samping itu pula simbul kewaspadaan sebab baik siang maupun malam
seolah-olah angsa tidak penah tidur.Di lontar Indik Tetandingan disebutkan
sayap angsa yang terkembang adalah simbul Ongkara: kedua sayapnya melukiskan
ardha candra (bulan sabit), badannya yang bulat lukisan windhu, leher dan
kepalanya yang mendongak ke atas adalah simbul nada.
Bagian Atas
Acintya, Pada bagian kepala (sari) terdapat singhasana yang diapit naga
tatsaka yang terbuat dari paras yang diukir sesuai bentuknya. Pada belakangnya
terdapat ulon yang bagian tengahnya terdapat ukiran lukisan Sang Hyang Acintya
atau Sang Hyang Taya sebagai simbol perwujudan Ida Sang Hyang Widhi. Lukisan
ini menggambarkan sikap tari dari dewa Siwa yang disebut dengan Siwa Natyaraja
dalam menciptakan alam semesta.Acintya diletakkan di bagian atas depan, adalah
simbol Hyang Widhi yang tidak dapat dilihat, dipikirkan wujudnya, di raba,
namun vibrasinya dapat dirasakan. Sehingga kekuasaan-Nya’ sungguh mutlak dan
luar biasa.Acintiya artinya tidak dapat dibayangkan. Namun niyasa Acintiya
dilukiskan sebagai tubuh manusia telanjang dengan api di setiap sendinya serta
kaki kanan yang terangkat, kepala tanpa bentuk wajah, dan sikap tangan dewa
pratistha.Niyasa itu bermakna: tubuh manusia yang telanjang kiasan dari ciptaan
Sanghyang Widhi yang utama; api di setiap sendi adalah simbol energi kehidupan;
kaki kanan yang terangkat adalah simbol rotasi alam dan kehidupan yang aktif;
kepala tanpa bentuk wajah adalah simbol dari keberadaan yang tidak dapat
dibayangkan; sikap tangan dewa pratistha adalah simbol kecintaan Sanghyang
Widhi pada hasil-hasil ciptaan-Nya.
Hiasan Tambahan
Hiasan lainnya dapat berupa karang gajah, karang boma, karang
bun, karang paksi, dll. yang semuanya bermakna sebagai simbol keaneka ragaman
alam semesta.Kesimpulan arti simbolis dari semua bentuk Padmasana adalah: Stana
Hyang Widhi yang dengan kekuatan-Nya telah menciptakan manusia sebagai mahluk
utama dan alam semesta sebagai pendukung kehidupan, senantiasa perlu dijaga
kelanggengan hidupnya.Kesimpulan: kelak bila ada dana, baik sekali membangun
padmasana, walaupun sudah ada sapta petala, karena simbol-simbol seperti:
garuda, angsa, acintya, tidak ada di padmasari.
No comments:
Post a Comment