Makna Perayaan Hari Raya Saraswati
Perayaan Hari Raya Saraswati sekarang ini tidak hanya dilaksanakan
umat Hindu di Bali saja tetapi diseluruh Nusantara. Di Bali, perayaan Saraswati
dikenal juga dengan sebutan Piodalan Sanghyang Aji Saraswati, datangnya setiap
enam bulan sekali, tepatnya pada Sabtu Umanis, Wuku Watugunung. Perayaan
Saraswati begitu semarak terlebih di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan.
Banyak kegiatan seni dan ketrampilan bernafaskan Hindu yang dilaksanakan
serangkaian pelaksanaan perayaan Saraswati baik yang sifatnya memeriahkan
maupun sengaja diperlombakan antar kelas dalam satu sekolah sehingga perayaan
Saraswati terasa begitu istimewa di kalangan pelaku pendidikan. Dari kemeriahan
tersebut belum begitu banyak yang memahami apa makna dan inti perayaan hari
suci ini.
Bila umat ditanya makna perayaan hari
raya Saraswati? Jawabnya sudah barang pasti adalah “perayaan turunnya ilmu
pengetahuan” benarkah demikian….? Tidakkah kita latah / ikut-ikutan (agama
lain) karena kita tengah menderita syndrome minoritas…? (Ada umat tertentu
merayakan Hari Turunnya kitab suci agamanya terus kita ikut-ikutan merayakan
hari raya seperti mereka).
SIAPAKAH DEWI SARASWATI?
Kata “Saraswati: berasal dari bahasa
sansekerta : ‘Sara’ berarti: “Dia yang memberi essensi/arti”, ‘Swa’ berarti:
‘diri sendiri’,dan ‘Thi, berarti: ‘dia yang mengetahui’. “Sarasvati” juga
berarti “yang mengalir”, di dalam Rig Weda beliau digambarkan sebagai sebuah
sungai yang senantiasa mengalir, beliau memberi kesuburan setiap kandungan
wanita dan juga kesuciaan bagi semua pemujanya. Ragunath Airi menyatakan bahwa
dipujanya Saraswati sebagai Dewi Sungai tidak lepas dari keinginan untuk
mendapatkan kemakmuran, kesejahteraan hidup, oleh karena itu sungai Saraswati
kemudian sangat disucikan sebagaimana sungai Gangga dan Jamuna. Oleh karena itu
di India terdapat tiga sungai suci, yaitu: Gangga, Yamuna, dan Saraswati, yang
selalu di puja dan dihormati.
Posisinya sebagai Dewi kata-kata baru
ditemui dalam kitab-kitab Brahmana. Ramayana, dan Mahabharata. Belakangan
Saraswati dikenal sebagai Sakti Dewa Brahma. Nama lain dari Dewi Sarasvati
adalah Bharati, Brahmi, Putkari, Sarada, Wagiswari (John Dowson,1979:285;
Davane,1968). Dengan demikian Saraswati sejatinya telah muncul sejak jaman
Weda, seiring perkembangannya Saraswati memiliki banyak gelar yang merupakan
pengejawantahan dari salah satu ayat dalam kitab suci yaitu : Ekam satwiprah
bahuda wadanti, yang artinya hanya satu Tuhan tetapi para orang arif bijaksana
menyebut-NYA dengan banyak nama.
Saraswati dipuja sebagai dewi
kata-kata dikaitkan dangan cerita kitab Itihasa yaitu Ramayana yang
menceritakan pada saat Rahwana bertapa bersama Kumbhakarna para Dewa sangat
khawatir terhadap permintaan Kumbhakarna untuk mendapatkan tahta Indra,
kemudian para Dewa meminta pertolongan kepada Dewi Saraswati untuk tinggal di
Bungkahing lidah Kumbhakarna agar Kumbhakarna tidak meminta sesuatu yang bukan
haknya. Akhirnya Kumbhakarna salah dalam pengucapan Tahta Indra menjadi
Tatanindra yang artinya tempat tidur sehingga Kumbhakarna dikenal sebagai
penidur.
Di Bali Dewi Saraswati disebut juga
Wagiswari Dhatridewi, lambang-NYA yang lebih dikenal berupa aksara ( dalam hal
ini Aksara Bali ) Aksara Bali disamping merupakan lambang bunyi, juga terdapat
aksara suci yang mengandung nilai magis, seperti aksara modre, loka natha, yang
dipakai dalam aji kadyatmikan dan sebagainya.
Dalam lontar Siwagama ada disebutkan
bahwa sesungguhya carik dan bisah adalah asal dan kembalinya semua aksara
(“jatunya carik lawan wisah, sangkan paraning sastra kabeh”). Carik dan bisah
kalau disandingkan pada aksara suara “A”, maka akan terbentuk aksara rwa
bhineda Ang dan Ah, yaitu lambang purusa dan pradana, pati urip. Carik sama
dengan cecek yang mempunyai makna konotatif aksara atau tulisan
(penyarikan=juru tulis, sing nawang cecek=tidak mengetahui tulisan atau hurup).
Rupanya cecek yang mempunyai makna tulisan ini kemudian diasosiasikan ke dalam
cecek binatang ( binatang cecak ) yang kebetulan kepercayaan kepada cecak
(totemisme) yang sudah ada sebelum agama Hindu datang ke Bali. Dalam hubungan
ini kita juga mengenal angsa (Aksara) dengan angsa binatang. Yang disebut
aksara angsa adalah ulu sandi ” ^ “ yang tidak dibunyikan sebelum disandingkan
pada aksara lain (I.B Kade Sindu). Yang jelas bahwa yang dianggap sebagai
Lingga atau pralingga dari Dewi Saraswati adalah lontar, pustaka suci, kitab
suci dan buku keagamaan dan tuntunan hidup lainnya.
Saraswati dikenal sebagai Dewi Ilmu
pengetahuan karena sebuah kisah dalam purana yang menyebutkan ketika Saraswati
turun kedunia, beliau memiliki saudara yang bernama Saraswat. Saraswata
sangatlah bodoh banyak Guru yang tidak mau mengajarinya. Saraswati merasa
kasihan kepada saudaranya itu kemudian Saraswati mengajarkan kepada Saraswata
intisari dari ke empat Weda yang sangat luas kepada Saraswata hanya dalam waktu
4 hari. Bahkan Narada pun dibuat bingung akan luasnya intisari Weda yang di
ajarkan oleh Saraswati oleh karena itulah Dewi Saraswati Disebut sebagai Dewi
Ilmu Pengetahuan.
Memuja Saraswati berarti memuja dan
menjunjung tinggi nilai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Ilmu pengetahuan
adalah senjata yang paling ampuh untuk mengusir ketidaktahuan (awidya). Awidya
adalah sumber kesengsaraan. Dalam kitab sarasamuccaya disebutkan sebagai
berikut:
Sang
kinahaning kaprajnan ngaranya, tan alara yan panemu dukha, tan angirang yang
panemu sukha tatan kataman krodha, mwang takut, prihati, langgeng mahening juga
tutur nira, apan majnana, muniwi ngaraning majnana. ( sarasamuccaya.505 ).
Artinya:
Yang disebut orang yang memiliki kaprajnan (kebajikan), tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan, tidak girang hati jika mendapatkan kesenangan, tidak kerasukan nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan, melainkan selalu tetap tenang juga pikirannya dan tutur katanya, karena berilmu, budi mulia pula disebut orang yang arif dan bijaksana.
Yang disebut orang yang memiliki kaprajnan (kebajikan), tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan, tidak girang hati jika mendapatkan kesenangan, tidak kerasukan nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan, melainkan selalu tetap tenang juga pikirannya dan tutur katanya, karena berilmu, budi mulia pula disebut orang yang arif dan bijaksana.
Kaprajnan adalah yang memberi cara
pandang dan sikap mental yang berpegang teguh pada kebenaran, sehingga tidak
terombang ambing oleh perasaan duka, suka, benci, amarah, dan lain-lain.
Kaprajnan dapat diperoleh dengan cara belajar dan berlatih terus menerus tanpa
mengenal henti, karena ilmu pengetahuan dan kebajikan itu tidak ada batasnya.
Dari uraian diatas sesungguhnya
perayaan Saraswati bukan perayaan turunnya Pustaka Suci Weda. Perayaan
Saraswati adalah perayaan untuk melakukan pemujaan kepada Dewi Saraswati dalam
manifestasinya sebagai Dewi Sungai yang memberi kemakmuran, kesejahteraan hidup
(di India) dan Dewi Ilmu Pengetahuan dalam Lingga atau pralingga Beliau (Dewi
Saraswati) berupa Lontar, Pustaka Suci, Kitab Suci dan buku keagamaan dan
tuntunan hidup lainnya (di Bali) dengan harapan umat dianugrahi ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan untuk mengusir ketidaktahuan (awidya) yang
merupakan sumber kesengsaraan. Kita tidak perlu latah memaknai Hari Saraswati
sebagai hari turunnya Pustaka Suci Weda.
Sumber: Dpkperadahjembrana
No comments:
Post a Comment