Ramalan Keempat
“Kejajah
saumur jagung karo wong cebol kepalang”
8 Maret 1942 Balatentara darat, laut,
dan udara Dai Nippon dan pasukan sipil bunga Sakura yang berani mati dan selalu
menang dalam pertempuran melawan bangsa Barat mendarat di segenap penjuru
wilayah Nusantara. Lunaslah ramalan Jayabaya keempat, “kejajah saumur jagung
karo wong cebol kepalang”. Tentara Kerajaan Belanda tidak kalah gagah-berani
menghadapi pasukan dari negeri Asia yang pernah menaklukkan Manchuria, wilayah
kerajaan Tsar Rusia pada 1904-1905.
Semangat tentara kerajaan masih kalah
dengan tentara kekaisaran Matahari Terbit, Dewa Amaterasu berpihak pada sang
penyerbu dari Utara. Sejak masa kuno orang-orang di Nusantara sudah diperingatkan
oleh nenek-moyang agar selalu waspada terhadap arah Utara, karena dari sanalah
musuh datang menyerang, dari Utara juga bencana bakal datang di Tanah Jawa.
Oleh sebab itu ada sedikit peninggalan warisan leluhur sejak seribu tahun silam
atau masa Prabu Jayabaya dari kerajaan Kediri bertakhta, yakni, “jangan
membikin tungku atau luweng untuk memasak mulutnya menghadap ke Utara.” Satu
lagi, “jangan membuat kakus atau wc yang posisi orang yang mendudukinya sampai
menghadap ke arah Utara.”
Bahkan seorang pujangga masyhur
Nusantara menulis soal arus balik dari Utara yang terus mengalir ke Selatan:
ilmu pengetahuannya, budayanya dan barang-barang dagangannya. Sebaliknya di
masa keemasan Majapahit, dan bahkan sejak jaman kerajaan Srivijaya arus
mengalir ke Utara: ilmu pengetahuan, budaya, dan barang-barang produk
unggulannya.
Hinomaru berkibar di seluruh Pantai Timur benua Asia sampai ke lautan Pasific di Timur Papua. Terbentuklah garis pertahanan militer yang sangat lebar dan sulit dijaga dari serbuan pasukan Sekutu yang dipimpin negeri Paman Sam.
Hinomaru berkibar di seluruh Pantai Timur benua Asia sampai ke lautan Pasific di Timur Papua. Terbentuklah garis pertahanan militer yang sangat lebar dan sulit dijaga dari serbuan pasukan Sekutu yang dipimpin negeri Paman Sam.
Berturut-turut hengkang dari wilayah
koloni atau jajahannya: Prancis di Indocina, Belanda di Hindia Belanda, Inggris
di Malaya, dan Singapura. Bangsa Jepang berhasil mengubah peta politik dunia,
khususnya di Asia. Prabu Jayabaya sudah mengidentifikasi bangsa cebol kepalang
ini seribu tahun yang lalu bakal menjadi superpower di bidang militer. Dalam
pandangan Jawa yang kecil akan mengalahkan yang besar, orang cebol kepalang
atau bertubuh pendeklah yang bakal mengalahkan orang-orang besar dari Barat.
Pribumi Nusantara yang terpuruk melata
di bahwa kaki bangsa Barat selama tigaratus limapuluh tahun mendadak sontak
dibangunkan dari tanah dengan didikan pasukan Jepang yang keras dan tak kenal
ampun. Senjata mulai diberikan kepada Pribumi yang mau berjuang bersama Jepang
untuk menghadapi bangsa Barat atau Sekutu. Korban selama masa pendidikan
militer Jepang berjatuhan, kesengsaraan hidup melanda rakyat di segenap wilayah
Nusantara. Kelak buah kesengsaraan itu yang diawali hengkangnya bangsa Barat
membikin Pribumi harus berdiri di atas kaki sendiri di atas tanah tumpah darah
negeri sendiri dan memerintah bangsa sendiri, semua itu dapat ditempuh dengan
merebut kemerdekaan dan kedaulatan ibu pertiwi Nusantara.
Dai Nippon diramalkan menjajah
Nusantara selama seumur benih jagung dapat disimpan, tiga setengah tahun! Dai
Nippon yang bergabung dengan Jerman Hitler masih terus berjuang sendiri dengan
ulet dan tekun. Sekutu merasa biaya militer sudah terlampau besar dikeluarkan
di medan Eropa menghadapi Jerman dan sekutunya. Untuk menaklukkan pasukan Dai
Nippon yang memiliki garis pertahanan begitu panjang di Asia Timur dan sebagian
kepulauan di Pasifik pada akhirnya Sekutu atau Amerika Serikat memilih
menggunakan cara ekonomis dan praktis: meledakkan bom nuklir di jantung wilayah
Jepang. Walhasil pemenang perang dunia kedua yang sejati adalah senjata nuklir
dan bukan Amerika Serikat. Pasukan Amerika tidak mati-matian dalam mengalahkan
Jepang dengan cara yang umum dan terhormat.
Jepang tidak sepenuhnya kalah di medan
peperangan akan tetapi kalah karena atas instruksi pimpinan tertingginya Kaisar
Jepang.
Bangsa cebol kepalang itu selama
menduduki Jawa dan Nusantara menghadapi lawan-lawan tangguhnya: partai komunis
Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, partai sosialis, partai nasionalis,
dan orang-orang Islam progresif lainnya, dan tentu saja segenap rakyat
Nusantara. Segenap komponen perlawanan itu telah memilih pemimpin mereka: Bung
Karno. Bung Karno tidak terang-terangan memusuhi Jepang, akan tetapi mengambil
taktik berpijak di dua tempat sekaligus. Kaki kiri berada bersama pasukan Dai
Nippon, sementara kaki kanannya bahu-membahu melawan Jepang dengan berbagai
cara bersama pejuang Pribumi lainnya.
Bung Karno tahu siapa-siapa yang
berjasa dalam merebut kemerdekaan, orang komunis, orang nasionalis, dan orang
sosialis, dan orang Islam dan seterusnya.
Dai Nippon menyerah kepada bom nuklir
milik Amerika Serikat pada 14 Agustus 1945. Pemenang perang dunia kedua lainnya
Sovyet Uni dedengkot negeri komunis pertama di dunia rupanya tidak dapat hidup
berdampingan secara damai dengan negeri kapitalis lainnya, karena sudah sejak
manifes komunis diluncurkan pada abad kedelapan belas hantu komunis tidak
pernah ditolerir oleh paham lain di dunia ini. Sasaran tembak Amerika adalah
negeri komunis Soviet Uni dan berakibat timbulnya Perang Dunia Dingin. Dua
ideologi mengelompokkan diri masing-masing dengan memilih salah satu pihak.
Slogan Amerika lebih keras lagi, “berkawan dengan kami memusuhi komunis atau
menjadi musuh besar kami.” Tidak adanya pilihan netral sama sekali.
Imbas Perang Dunia Dingin itu sangat
mewarnai kemerdekaan yang akhirnya dikumandangkan oleh Penyambung Hati Rakyat
Indonesia: Soekarno didampingi M. Hatta. Semasa pendudukan Jepang keduanya
sudah sering menyusun strategi bersama menghadapi masa depan. Mereka dalam
menyikapi Perang Dunia Dingin mengambil sikap berlawanan. Bung Karno bersikap
Netral sementara Hatta memihak memusuhi komunis. Dua peran antagonis dari kedua
proklamator RI itulah yang pada akhirnya melahirkan drama-drama perang
kemerdekaan yang memilukan. Bangsa sendiri bertempur dengan sesama saudara
sendiri.
Perang saudara antar bangsa sendiri
sejak perang kemerdekaan ternyata terus membesar dan puncak klimaksnya
termaktub dalam ramalan Jayabaya kelima, “pitik tarung sak kandang.”
Baca juga Artikel "Ramalan Jayabaya Kelima"
No comments:
Post a Comment