Ramalan Keenam
“Kodok
Ijo Ongkang-Ongkang”
Partai Komunis Indonesia hancur
berantakan dalam semalam, bahkan tanpa seorang pun pasukan Amerika Serikat
nongol di sini untuk turun tangan langsung. Di Vietnam sana di waktu yang
bersamaan pasukan Amerika Serikat sudah lebih dari setengah juta pasukan bekerja
keras turun tangan langsung dalam membasmi orang-orang komunis Vietcong.
Usaha Amerika itu tidak juga berhasil
mengatasi terowongan tikus orang Vietnam yang tersohor itu. Tidak cukup dengan
pasukan militer, juga ikut diterjunkan ke medan pertempuran Vietnam segala
jenis senjata modern, senjata kimia, senjata biologi semua saja ditujukan untuk
membasmi manusia komunis Vietnam. Amerika gagal menghadapi pasukan komunis
vietnam, karena orang-orang komunis Vietnam lebih unggul daripada orang-orang
komunis Indonesia yang masih dibangunkan oleh Bung Karno nasion dan character
rakyatnya.
Paman Ho atau Ho Chi Minh lebih
berhasil membangun character dan nation rakyat Vietnam. Paman Ho mendapat
bantuan dari tetangga akrabnya Republik Rakyat Tiongkok yang dikomandani Kawan
Mao Dze Dong yang masyhur dalam memimpin Tentara Merah Tiongkok berhasil
mengalahkan pasukan Chiang Kaishek, Kuomintang dukungan Amerika Serikat.
Jangan dilupakan peran sentral Zhou
Enlai, Perdana Menteri Tiongkok yang disebut-sebut lebih dulu menjadi anggota
PKT daripada sang ketua Mao sekitar 1921. Kawan Zhou dan Paman Ho dekat sekali
hubungannya terutama tatkala Vietnam membutuhkan sokongan moril maupun materil
dalam menahan serangan pasukan militer Amerika Serikat pemenang perang dunia
kedua, kekuatannya tak diragukan lagi.
Ramalan keenam Jayabaya, “Kodok ijo
ongkang-ongkang” bisa berarti berkuasanya kaum hijau yang juga bisa berarti
hijau daun atau hijau berlian. Hijau berlian berarti simbol pakaian militer
angkatan darat. Hijau daun berarti bendera salah satu negeri di jazirah Arab,
Saudi Arabia simbol dunia Islam.
Kodok ijo mengeluarkan suara dari
kantung udaranya dan terdengar, “oooong….kaaaang, oong… kang…..ong….kang.”.
Suara sang kodok itu di musim banjir penghujan sangat riuh-rendah, bahkan
ribuan kodok ijo berkumpul menjelang hari mulai gelap untuk melantunkan
orchestra simfoni, “ong-kang-ong-kang” mengisi keheningan malam basah oleh
banjir atau hujan terus-menerus. Sang kodok begitu riuhnya memperdengarkan
kemerduan suaranya dengan satu tujuan menarik lawan jenisnya untuk dikawininya.
Tanpa ada air melimpah ruang di kebun
atau di halaman rumah atau di tegalan, maka tak akan datang kodok ijo dan
riuh-rendah sepanjang malam bersimfoni ria. Banjir darah akibat gerakan
September 1965 mengundang militer angkatan darat turun ke arena untuk mengambil
alih kekuasaan di Nusantara dari tangan Bung Karno yang berusaha membikin
keseimbangan antara PKI dan AD.
Dengan sendirinya AD yang hijau itu
menjadi kekuatan dominan di Nusantara dan mendukung penguasa baru Jendral
Suharto yang fasis dan otoriter sehingga berhasil berkuasa selama empat windu
untuk membikin rakyat Nusantara seragam berfikir dan berbuat dalam hidupnya.
Mau coba pikiran dan suara lain, hadiahnya penjara. Kalau agak ringan
kesalahannya akan mendapatkan hadiah “diponggal-panggil” koramil atau kodim. Di
sana dapat bogem mentah atau tidak itu lain perkara lagi.
Masa rejim “kodok ijo ongkang-ongkang”
tidak berarti militer terutama AD hanya ongkang-ongkang kaki saja, tidak.
Justru AD bekerja keras untuk tetap menjaga bahaya laten komunis yang baru saja
dikalahkan oleh AD sendiri. Komunis yang tumpas sampai ke akarnya berkat mantra
sakti Jendral Soeharto, “tumpas habis sampai tujuh turunan” siapa saja yang
terlibat komunis, selalu bekerja keras mencegah bangkitnya komunis di negeri
Nusantara yang berubah menjadi negeri tergantung sejak masuknya modal asing
akibat dibukanya keran modal oleh Jendral Besar Soeharto yang membikin
sebagaian rakyat memujanya mampu membikin rakyat sejahtera.
Akan tetapi sayang sekali slogan “awas
bahaya laten komunis” itu terlalu berlebihan dikoar-koarkan selama Jendral
Soeharto berkuasa. Padahal sudah jelas bin gamblang komunis sudah hancur tak
punya kekuatan apapun, eeeeh kok menakuti rakyat banyak akan bahaya komunis
yang cuma pepesan kosong itu. Eiit itu bicara waktu itu lho. Entah kekuatan
mereka saat ini 2010. Ujung-ujungnya intimidasi dan teror kepada rakyat, dan
ujung-ujungnya lagi Bapak Pembangunan itu terus terpilih dan terpilih lagi jadi
Raja eh Presiden RI.
Prabu Jayabaya hampir seribu tahun
yang silam sudah meramalkan datangnya penguasa militer baru berbusana hijau,
yakni AD. Ceritanya sang penguasa itu muncul setelah terjadinya perang saudara
di Nusantara dalam, “Pitik tarung sak kandang”. Setelah sang kodok tidak
berkuasa lagi tampillah rejim baru yang disebut rejim reformasi. Apa yang
terjadi, “kodok ijo, kodok bangkak, kodok percil, dan kodok pohon, dan lainnya
ramai-ramai memperdengarkan suaranya tanpa hambatan lagi datang dari manapun.
Dan ujung dari kebebasan itu ialah eyel-eyelan untuk menonjolkan pendapat
sendiri yang belum tentu benar.
Baca Juga Artikel Sabdo Palon Noyo Genggong "Ramalan Jayabaya Ketujuh"
No comments:
Post a Comment