AJARAN NAWA WIDA BHAKTI
Kedamaian dan ketentraman (Kerta
Langu), adalah dambaan seluruh sekalian alam baik secara kommunal maupun secara
individual (personal). Maksudnya adalah dambaan akan kedamaian itu tidak hanya
bagi umat manusia, tetapi tumbuh-tumbuhan dan binatangpun memerlukan kedamaian
itu. Kemudian perlu dipahami juga bahwa kedamaian itu bukan dibutuhkan saat ini
saja, tetapi kedamaian itu dibutuhkan oleh seluruh sekalian alam baik untuk
masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Demikianlah sabda, intruksi dan
pesan dari Kitab Suci Veda yang harus kita ditindaklanjuti dengan sraddha dan
rasa bhakti (iman dan taqwa) yang mantap. Apabila dalam kehidupan ini setiap
umat manusia umumnya dan khususnya umat Hindu mampu mewujudkan kedamaian itu
maka impian umat manusia untuk menciptakan suasana sorga di dunia ini dapat
diwujudkan.
Tetapi kenyataannya masih banyak umat manusia yang keliru memaknai hidupnya khususnya tentang suasana alam sorgawi yang mereka dambakan disaat alam kematian, mereka berharap masuk sorga atau menikmati suasana alam sorgawi disaat kematian tetapi melupakan suasana alam sorgawi dalam kehidupan nyata yaitu kehidupan saat di dunia pana ini. Pada hal proses kematian yang baik adalah “Hidup yang baik dulu, baru mati yang baik”, karena dengan kehidupan yang baik disaat hidup dapat dijadikan modal dasar dan atau matra untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik disaat ini dan saat di alam akhirat.
Tetapi kenyataannya masih banyak umat manusia yang keliru memaknai hidupnya khususnya tentang suasana alam sorgawi yang mereka dambakan disaat alam kematian, mereka berharap masuk sorga atau menikmati suasana alam sorgawi disaat kematian tetapi melupakan suasana alam sorgawi dalam kehidupan nyata yaitu kehidupan saat di dunia pana ini. Pada hal proses kematian yang baik adalah “Hidup yang baik dulu, baru mati yang baik”, karena dengan kehidupan yang baik disaat hidup dapat dijadikan modal dasar dan atau matra untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik disaat ini dan saat di alam akhirat.
Namun fenomena dewasa ini, ternyata
ketentraman, kesalehan, keharmonisan dan kedamaian semakin menjadi harga mahal
bagi sebagian besar individu atau kelompok umat manusia dalam kehidupannya,
padahal dalam sebuah pengakuan, hampir setiap orang di dunia ini mengakui dan
diakui dirinya sebagai orang yang beragama, dengan status orang beragama itu
semestinya orang-orang beragama secara kontinyu selalu untuk berupaya
mewujudkan kesalehan dan keharmonisan serta kedamaian (santih) di dunia ini.
Orang-orang beragama semestinya mampu memberikan penyembuhan (konseling)
terhadap dirinya dan orang lain disaat-saat mengalami goncangan kejiwaan dimana
orang-orang psikologi menyebutnya dengan ‘kekusutan mental’ akibat dari suatu
masalah yang dihadapinya yaitu dengan menggunakan ayat-ayat kitab suci dan
sastra-sastra agamanya sebagai pedoman dan tablet/kapsul yang harus diramu dan
selanjutnya dikonsumsi sebagai obat untuk men-konseling atau menterapi psikis
dirinya. Tetapi kenyataannya tidak sedikit orang-orang beragama dibelahan dunia
ini jasmani dan rohaninya tidak harmonis, tidak sedikit pula orang-orang
beragama menciptakan suasana disharmoni, jiwanya mengalami kekusutan mental dan
paling ironis sikap dan tindakannya justru tidak mencerminkan orang-orang
beragama. Kemudian di era globalisasi masa kini menghadapkan umat manusia atau
masyarakat manusia kepada serangkaian baru yang tidak terlalu berbeda dengan
apa yang pernah dialami sebelumnya dan bahkan kecenderungannya akan semakin
berat permasalahan hidup yang akan dihadapinya. Pluralisme agama, suku, ras,
etnis, golongan, berbagai kepentingan, dll adalah fenomena nyata. Dimasa masa
lampau kehidupan umat manusia relatif lebih tentram karena kehidupan umat
manusia bagai kamp-kamp yang terisolisasi dari tantangan-tantangan dunia luar.
Sebaliknya masa kini kemajuan zaman menyebabkan persaingan hidup semakin ketat,
pergaulan lintas etnis tidak bisa lagi dihindari, multi kepentingan semakin
beragam, dll, menyebabkan umat manusia dewasa ini harus pandai-pandai dan arif
dalam menghadapi dan mengatasi persoalan dalam hidupnya.
Dimanapun masyarakat manusia itu berada
di negara-negara di dunia ini termasuk di Indonesia memiliki sederetan
perbedaan, diluar perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Seperti
perbedaan etnis, kebudayaan, adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dll.
Fenomena ini bukanlah perkara mudah untuk menciptakan keharmonisan, ketertiban
dan kedamaian di dunia untuk hidup sebagai masyarakat manusia dengan sederatan
perbedaan-perbedaan itu, sekalipun manusia diyakini sebagai mahluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna, apabila manusia itu sendiri tidak memiliki
kepandaian, kearifan dan kebijaksanaan dalam mengapresiasi sederatan
perbedaan-perbedaan yang ada. Kurang pandainya, ketidak arifan dan
kebijaksanaan yang dimiliki oleh masyarakat manusia mengapresiasi perbedaan itu
merupakan beberapa faktor yang menyebabkan di era globalisasi ini timbul
berbagai konflik baik konflik individu (personal) maupun konflik komunal
(kelompok). Konflik individu misalnya; masih banyak orang stress atau mengalami
gonjangan kejiwaan (kekusutan mental) dan kasus bunuh diri akibat tidak mampu
mengatasi persoalan-persoalan dan tantangan hidup dan kehidupan yang dialami,
dan lain sebagainya. Konflik komunal (kelompok) misalnya; timbulnya konflik
horizontal antara masyarakat manusia yang satu dengan masyarakat manusia
lainnya yang terjadi di belahan dunia yang mana setiap hari selalu mewarnai dan
menghiasi pemberitaan meda cetak dan elektronik seperti diantaranya; konflik
antara anak dan orang tua, antara istri dengan suami, antara individu manusia
yang satu dengan manusia yang lainnya, kelompok manusia satu dengan kelompok
manusia yang lainnya tentang diskriminasi, kekerasan, pelecehan,
ketidak-adilan, dan sebagainya tetang berbagai macam hal. Selanjutnya konflik
yang disebabkan oleh penanaman ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin yang
ekskulisifisme dan sempit, sehingga tidak sedikit masyarakat manusia seperti
itu badannya dipasung, terkungkung, dan mengabaikan kebenaran serta menutup
diri untuk menerima perbedaan dan kebenaran orang lain baik itu perihal etnis,
kebudayaan, adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dan sebagainya juga
semakin marak terjadi dewasa ini. Kemudian faktor yang lain juga disebabkan
pula oleh karena dewasa ini kecenderungan bagi tidak sedikit orang lebih
mengejar dunia matrial atau kemewahan duniawi ketimbang dunia spiritual.
Ketidak seimbangan itu menyebabkan degradasi moral semakin meningkat, sikap dan
karakter-karakter Ketuhanan pada setiap individu dan kelompok di tengah-tengah
kehidupan masyarakat seperti;cinta kasih sayang, pelayanan, dll, semakin
memprihatinkan.
Situasi dan kondisi konflik yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia itu menandakan bahwa arah gerak
pikiran, perkataan dan perbuatan bagi setiap individu atau kelompok manusia
seperti itu sangat mengabaikan prinsip-prinsip dasar tetang nilai-nilai
kejujuran, kebajikan, kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan keimanan, aturan
kebajikan (hukum), hak asasi manusia, kesucian, pengendalian diri, kebersamaan,
persatuan, pengorbanan yang tulus ikhlas, pelayanan, cinta kasih sayang,
kerukunan, ketentraman dan kedamaian, pembebasan, pemuliaan, dll. Oleh karena
itu situasi dan kondisi konflik itu baik personal maupun komunal yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat manusia sangat dibutuhkan upaya bersama secara
sadar, sabar, dan tulus ikhlas untuk mengatasi dan mencarikan solusi
pemecahannya agar situasi dan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat manusia
masa kini dan dimasa yang akan datang tidak semakin kusut dan rumit, tragedi
sosial, kemanusiaan dan rusaknya lingkungan hidup, dll, dapat diminimalisir.
Karakter-karakter Ketuhanan dalam setiap jiwa individual masyarakat manusia
perlu ditananamkan sejak dini, sehingga apabila karakter Ketuhanan itu telah tertanam
dan tumbuh dalam setiap jiwa individual masyarakat dapat dijadikan modal sosial
untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial ditengah-tengah kehidupan
masyarakat manusia.
Karakter Ketuhanan dalam setiap jiwa
individual masyarakat manusia akan dapat tertanam, tumbuh dan berkembang dengan
kesadaran, iman dan taqwa yang mantap bahwa kelahirannya menjadi manusia adalah
kesempatan untuk berbuat baik berdasarkan atas kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa . Kitab suci dari agama atau kepercayaan apapun yang ada di dunia ini,
termasuk yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci Agama Hindu yaitu dalam
kitab Sarasamuccaya menyatakan bahwa menjelma, menjadi manusia sungguh-sungguh
utama sebabnya demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara
(lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah
keuntungannya menjelma menjadi manusia. Oleh karena itu setiap jiwa individual
manusia tidak semestinya bersedih hati sekalipun kehidupan manusia itu tidak
makmur, dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati,
sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran
hina sekalipun. Sebagai penjelmaan manusia yang mempunyai keutamaan tersebut
maka upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat manusia untuk meredam situasi
dan kondisi konflik yang semakin marak terjadi disekitar lingkungan hidupnya
internal dan eksternal baik konflik individual mapun konflik kumanal. Agar
dapat keluar dan tidak memperburuk sistuasi dan kondisi konflik itu masyarakat
manusia hendaknya selalu membangunkan kesadarannya dan menyalahkan pelita atau
cahaya ke-Ilahian di dalam dirinya dengan selalu berdoa dalam setiap tindakan
sehingga cahaya ke-Ilahian dapat bersinar dalam setiap badan dan jiwa manusia
sehingga masyarakt manusia dapat membimbing dirinya dan orang lain dari ketidak
benaran menuju kebenaran yang sejati, dapat membimbing masyarakat manusia dari
kegelapan menuju jalan yang terang benderang, dan dapat membimbing dirinya dari
kematian Rohani menuju kehidupan yang kekal abadi. Upaya sepatunya di mulai
dari diri sendiri individu manusia itu sendiri, kemudian dalam lingkungan
keluarga, dan selanjutnya dalam kehidupan bermasyarkat yang lebih luas yaitu
sesuai dengan tema yang dikemukakan dalam tulisan ini salah satunya dengan
'Menanamkan Ajaran Nawa Wida Bhakti untuk Menumbuhkan Karakter Ketuhanan di
Lingkungan Keluarga Sebagai Modal Dasar Guna Mewujudkan Kesalehan dan
Keharmonisan Sosial'
Pentingnya menanamkan ajaran Nawa Wida
Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga ini
dikarenakan beberapa hal diantaranya; Pertama, Kehidupan di lingkungan keluarga
dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk meninggalkan jati dirinya
sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual
keagamaannya, sehingga kualitas iman dan taqwa (sradha bhakti) yang selama ini
dijunjung tinggi semakin lama semakin tergeser oleh pola kehidupan yang
mengglobal dan modern. Budaya global yang diakibatkan oleh modernisasi dalam
berbagai bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus menerus
mengikuti perkembangan sosial masyarakat menusia, sehingga kadangkala akibat
dari pengaruh dunia global dan modernisasi ini bisa membawa manfaat yang
positif dan negatif bagi kehidupan spiritual individu masyarakat manusia.Dari
segi positif modernisasi bisa menguntungkan kehidupan baik jasmani dan rohani
individu masyarakat manusia, namun di sisi negatif modernisasi bisa
mengakibatkan semakin tergesernya sendi-sendi kehidupan termasuk semakin
terkikisnya nilai-nilai religiusitas pada sebagian anggota masyarakat manusia.
Pengaruh negatif yang dimaksud terhadap anggota masyarakat manusia dewasa ini
sering terterjadi perselisihan, kekerasan, diskriminasi, ketidak adilan, dan
sebagainya yang kecenderungan prilakunya mengarah pada bentuk prilaku yang
dapat merugikan dirinya, keluarganya dan kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat atau sosialnya. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena
jika hal tersebut di atas dibiarkan terus terjadi, maka kualitas kebersamaan,
persatuan dalam bermasyarakat akan semakin menipis, dan pada akhirnya nanti
esensi sebagai masyarakat manusia yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan
makhluk lainnya melalui cara berpikir, berkata dan berprilaku semakin lama akan
mengkhawatirkan. Kedua, Di lingkungan atau intern keluarga merupakan proses
pembelajaran, pendidikan dan pembekalan pengetahuan paling awal. Oleh karenanya
maka setiap anggota keluarga terutama orang tua, dituntut untuk senantiasa
bersikap dan berbuat sesuai dengan dharma-nya, dengan harapan pada setiap
anggota keluarga memiliki iman dan taqwa (sradha bhakti) sifat dan budi pekerti
yang luhur serta berkepribadian mulia yang sangat diperlukan dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat manusia. Dalam kitab suci Veda dan susastra suci Veda
yang lainnya banyak menguraikan tentang pentingnya ajaran bhakti, dan swadharma
orang tua terhadap anaknya, demikian pula bhakti dan swadharma dari anak kepada
orang tuanya. Dalam kitab suci Manavadharmasastra dijelaskan bahwa secara non
fisik suami-istri masing-masing mengupayakan agar jalinan cinta dan kasih
sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar
ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang
lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan,
pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya
dalam Sarasamuscaya juga diajarkan tentang tiga kewajiban orang tua yang harus
dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu sebagai
berikut: Pertama, Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan
jasmani anak dengan baik. Kedua, Prannadatta, artinya orang tua wajib membangun
atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. Ketiga, Annadatta, yaitu kewajiban
orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan
(anna) salah satunya kebutuhan hidupnya yang paling esensial. Demikian pula
dalam Kekawin Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut
orang tua yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida
yaitu: Pertama, sang ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah
yang pertama-tama menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap
ayah dan ibu saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan
keberadaan kita dewasa ini. Kedua, sang anyangaskara, artinya orang tua
mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara.
Ketiga, sang mangupadyaya, artinya seseorang dapat disebut ayah apabila ia
dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidak
dapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga
disebut guru rupaka. Keempat, sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat
disebut ayah adalah orang yang memberikan anggota keluarganya makan dan
kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayah memiliki
tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. Kelima, Sang matulung urip
rikalaning baya, artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari
ancaman bahaya. Perlindungan tersebut tidaklah semata-mata berarti fisik, juga
perlindungan yang bersifat rohaniah. Sedangkan bhakti dan swadharma anak kepada
orang tuanya, sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda, seorang
anak dikatakan suputra apabila anak itu memiliki sradha, bhakti dan serta
tumbuh menjadi anak yang mampu menyelematkan dirinya, orang tuanya, dan seluruh
keluarganya dari lembah penderitaan menuju kehormatan dan kebahagiaan. Dan yang
lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
Ajaran Nawa Wida Bhakti untuk
menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna
mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial, yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
Ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah
satu ajaran Agama Hindu yang dapat dipedomani untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan masyarakat manusia terhadap aturan keimanan, aturan kebajikan dan
aturan upacara keagamaan yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya, serta
dapat dipedomani dalam upaya melakukan penyembuhan (konseling) disaat-saat
mengalami goncangan kejiwaan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga
yang mana kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin
digiring untuk meninggalkan jati dirinya sebagai anggota masyarakat yang
religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya. Perihal penting lainnya
adalah untuk mengelimase potensi-potensi komplik akibat kurang pandainya dan
kurang kearifan serta kebijaksanaan dari masyarakat manusia terhadap sederetan
perbedaan, diluar perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Ajaran Nawa
Wida Bhakti adalah salah satu ajaran Agama Hindu yang bersumber dari kitab
Bhagavata Purana, VII.5.23, yang menyebutkan bahwa ada 9 (sembilan) cara ber-bhakti
(hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) yang
disebut Nawa Wida Bhakti yaitu rasa bhakti manusia terhadap Tuhan-nya. Konsep
Nava Vida Bhakti ini dapat dimaknai dalam kontek kehidupan sosial atau arah
gerak putarannya secara horizontal yaitu rasa sujud, hormat-menghormati,
pengabdian, cinta kasih sayang, spiritual, dan memberikan pelayanan antara
manusia dengan sesamanya dan lingkungannya. Sehingga harapannya dengan
nilai-nilai dari ajaran Nawa Wida Bhakti (hormat, sujud, pengabdian, cinta
kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) tercipta karakter Ketuhanan di
lingkungan keluarga sehingga pada saatnya nanti dapat dijadikan sebagai modal
dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial karena di lingkungan
masyarakat umum atau lingkungan masyarakat yang lebih luas telah hidup atau
dihuni oleh individu-individu manusia yang telah ditanamkan nilai-nilai ajaran
Nawa Wida Bhakti, individu yang bermoralitas, serta memiliki budi pekerti yang
luhur melalui proses pembinaan, pendidikan dan pendalaman atau penghayatan
sejak awal di lingkungan keluarga. Seperti uraian berikut ini;
Sravanam, adalah bhakti dengan jalan
mendengar. Arah gerak vertikal dari bhakti mendengar ini adalah dalam hal ini
masyarakat manusia hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari
Tuhan baik yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci atau aturan-aturan
keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara. Tetapi penomena arah gerak
vertikal dari bhkati mendengar yang kita jumpai di tengah-tengah kehidupan
kita, termasuk di lingkungan keluarga dan masyarakat tidak sedikit individu
manusia yang tidak mau mendengarkan sabda-sabda suci atau aturan-aturan
keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara keberagamaan. Kenyataan ini
diperkuat apabila ada orang yang mewartakan ajaran tentang kebajikan,
kebenaran, kesucian, dll tentang sabda suci Tuhan justru yang terjadi malah
ketidak pedulian, pelecehan, atau dengan kata lain respon yang muncul
menunjukan kekurang tertarikan akan pewartaan itu. Contoh kecil saja di
sebagian banyak orang tidak mau mendengar atau bahkan mengantuk apabila ada
ceramah-ceramah agama baik itu di tempat-tempat suci atau pewartaan melalui
media cetak dan eletronik yang lain. Tetapi kalau ada pewartaan/tayangan
sinetron tentang gosip, fitnah, kekerasan, diskriminasi, dll justru menjadi
sebuah konsumsi bagaikan seorang pecandu. Selanjutnya arah gerak horizontal,
bhakti mendengar ini hendaknya masyarakat manusia dalam hidup dan kehidupannya
menanamkan rasa bhakti untuk selalu belajar mendengarkan nasehat dan
menghormati pendapat orang lain serta selalu belajar untuk menyimak atau
mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya. Tetapi penomena
yang sering terjadi tidak sedikit juga masyarakat manusia yang tidak peduli dan
tidak belajar serta menghormati nasehat dan pendapat orang lain, serta tidak
peduli dan tidak belajar untuk menyimak berita-berita tentang teragedi
kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Padahal dalam hidup ini untuk mewujudkan
cita-cita atau visi-misi hidup hendaknya dimulai dengan adanya kemauan dan
kesadaran untuk mendengar. Pengetahuan, pemahaman dan pendalaman tetang
berbagai hal hasil dari mendengar dapat dijadikan konsep dasar untuk menantat
hidup dan kehidupan di dunia ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan berupaya
untuk berbuat atau mencari solusi yang terbaik dalam mengambil sebuah tindakan
akan kemanusiaan/sesama dan lingkungan. Contoh; di lingkungan keluarga antara
anggota keluarga semestinya selalu menanamkan sifat dan rasa bhakti untuk selalu
mendengar baik antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, untuk selalu
membangun komunikasi aktif sehingga dapat mengurangi terjadinya miskumunikasi
diantara anggota keluarga. Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter
Ketuhanan di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap dan karakter
hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir
yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci
serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual. Sifat dan sikap individu
seperti itu akan dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk menciptakan
kesalehan dan keharmonisan sosial antara keluarga, antar sesama anggota
masyarakat. Sifat, sikap dan karakter individu yang selalu belajar untuk membuka
diri mendengar nasehat, pendapat orang lain atau apa yang diwacanakan orang
lain adalah sebuah sifat, sikap dan karakter insklusif yaitu sebuah sifat,
sikap dan karakter membuka diri secara tulus ikhlas untuk mau mendengarkan
kebenaran dari orang lain, karena dalam diri ada kebenaran tetapi diluar diri
juga masih banyak kebenaran yang belum diketahui. Untuk itu pesan yang ingin
disampaikan melalui bhakti dengan jalan mendengar ini adalah dalam hidup ini
masyarakat manusia untuk selalu berupaya membudayakan untuk mendengar, baik
mendengar secara vertical antara manusia dengan Tuhan-nya melalui sabda-sabda
sucinya, maupun secara horizontal antar sesamanya dan lingkungannya. Karena
baik mendengar ataupun memberi pendengaran/pewartaan apabila sama-sama dilandasi
dengan rasa bhakti maka semua akan mendapat hasil (pahala) yang baik atau
paling tidak dapat manfaat dari bhakti mendegar ini. Iklim saling bhakti
mendengar ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang di awali di
tananamkan di lingkungan keluarga selanjutnya ditumbuh kembangkan secara
harmonis dan dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat di lingkungan masyarakat
sosial yang lebih luas.
Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan
melantunkan Gita/zikir (nyayian atau kidung suci memuja dan memuji nama suci
dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak
vertical maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti
kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual yang ada
dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam setiap
individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri dengan baik, jiwa lebih
tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini akan dapat membantu
keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat dijadikan modal
dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang damai dan
bahagia. Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk
melantunkan bhakti kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan
lingkungannya. Kepada sesama atau anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya
melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu belajar untuk
melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi kepentingan
bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan,
kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan
penghargaan atau pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai
terhadap sesama atau anggota masyarakat manusia yang lain. Iklim saling bhakti
Kirthanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang penanaman
nilai-nilai bhakti Kirthanam di awali dilingkungan keluarga sebagai modal dasar
guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial
kemasyarakatannya.
Smaranam, adalah bhakti dengan jalan
mengingat. Arah gerak vertical dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan
menata kehidupan ini masyarakat manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk
mengingat, mengingat nama-nama suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan
selalu untuk melatih diri untuk mengingat tentang intruksi dan pesan atau
amanat dari sabda suci Tuhan kepada umat manusia yang dapat dijadikan sebagai
pedoman atau pegangan hidup dalam hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat)
nanti. Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan dengan
isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka
sepatutnya masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali tragedi
dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dll, yang diakibatkan
oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan
tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang
lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak
atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme.
Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang
diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan mengingatnya sebagai
bekal untuk mengevaluasi dan merepleksi diri akan indahnya kebhinekaan dan
pluralisme apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam satu bingkai
yaitu bingkai kebersamaan, persatuan dan kedamaian. Iklim saling bhakti
Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang ditanamkan di awali
dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter Ketuhanan dalam setiap anggota
keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial
dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Padasevanam, adalah bhakti dengan jalan
menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah gerak vertikal dalam bhakti ini
masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya sepatutnya selalu
sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan
pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat manusia
untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan
dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah
dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para pemimpin, para orang tua
dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu pertiwi. Karena
dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup
berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan,
perastuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bhakti Padasevanam
ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia sehingga sejak dini semestinya
ditanamkan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai
modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan
sosial kemasyarakatannya.
Arcanam, adalah bhakti dengan jalan
perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan seperti membuat Arca,
Pratima, Pelinggih, dll, bhakti penguatan iman dan taqwa, menghaturkan dan
pemberian persembahan terhadap Tuhan. Arah gerak vertikal masyarakat manusia
dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk selalu menghaturkan dan
menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang, pelayanan, pengabdian kepada
Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan jalan menghaturkan sebuah
persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas tuntunan, bimbingan,
perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugrah yang diberikan Tuhan
kepada seluruh sekalian alam. Arah gerak horizontal masyarakat manusia terutama
kepada sesama dan lingkungannya dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk
memberikan pelayanan, pengabdian, cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian
penghargaan kepada orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota
masyarakat hendaknya memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan
penghargaan kepada pemerintah dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada
dan oleh rakyatnya yang telah menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala
aspek kehidupan demi kemajuan dan perbaikan situasi dan kondisi bersama dan
sekalian alam tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan dan perdamaian.
Karena pemimpin yang baik menghargai rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim
saling bhakti Arcanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia di
lingkungan keluarga dan dikehidupan masyarakat umum. Hal ini akan dapat
menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya
dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan
dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Wandanam adalah bhakti dengan jalan
membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai
ajaran yang bersumber dari aturan keimanan, aturan kebajikan, dan aturan yang
lainnya yang bersumber dari sabda-sabda suci Tuhan dan susastra suci yang
lainnya. Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata
kehidupannya selalu meluangkan waktu untuk membaca, menyimak dan mempelajari,
mendalami serta menghayati dan memaknai kitab suci dan susastra suci serta ilmu
pengetahuan yang lainnya tentang Tuhan sebagai pedoman hidup, sehingga gagasan
dan arah pilihan jalan hidup masyarakat manusia sesuai dengan sabda suci Tuhan
yang tertuang dalam kitab suci atau sumber hukum agama yang diyakini dan
dianut, tentunya dengan selalu tidak menutup diri atau mengabaikan hal-hal yang
ada diluar dirinya. Arah gerak horizontal dari bhakti ini, masyarakat manusia
kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk selalu membaca, menyimak dan
mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai situasi untuk menuju arah
gerak yang lebih baik. Karena apabila salah dalam membaca, menyimak dan
mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai situasi maka salah juga
dalam pengambilan keputusan. Iklim saling bhakti Wandanam ini sangat dibutuhkan
oleh masyarakat manusia untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan di
lingkungan keluarga dan sosial kemasyarakatannya.
Dasyam, adalah bhakti dengan jalan
mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan.
Arah gerak vertical dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan
menata kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk
mengahturkan mengabdikan, pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah
umat manusia dan seluruh sekalian alam beserta isinya berpasrah diri memohon
segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat.
Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya
untuk selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus
ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan
hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial
kemasyarakatannya.
Sakyam, adalah bhakti dengan jalan
kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak merusak system hukum. Baik arah
gerak vertical dan horizontal, baik dalam kehidupan matrial dan spiritual
(jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk
tidak merusak system hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling
bhakti Sakyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia untuk menumbuhkan
karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat
dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan
keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Atmanivedanam adalah bhakti dengan
jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah
gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat manusia selalu
berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan
di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada
Tuhan, sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam
kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala). Iklim saling bhakti
Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dalam
kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.
Mengacu pada uraian di atas maka dapat
diketahui bahwa menanamkan ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga
sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial. Dalam
dimensi yang lainnya menanamkan ajaran Nawa Widha Bhakti ini pada setiap
individu masyarakat manusia guna menumbuh-kembangkan sikap saling
hormat-menghormati, sujud, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan
spiritual antara anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat yang
lainnya. Guna membangun sikap saling hormat-menghormati, sujud, pengabdian,
pelayanan, cinta kasih sayang dan spiritual di antara organ-organ tubuh sosial
berangkat dari "tresna asih menuju tresna bhakti"-yaitu membangun
sikap saling menghormati dan menghargai dengan sujud secara tulus ikhlas yang
dimulai dari menumbuhkan rasa persaudaraan, tolong menolong kemudian
ditingkatkan menjadi rasa bhakti. Sikap saling menghormati di antara
organ-organ tubuh sosial selain membangun atau menumbuhkan rasa persaudaraan di
antara organ-organ tubuh sosial, sikap kepedulian sosial dan tolong-menolong di
antara organ-organ sosial, juga mengandung pesan atau amanat untuk menumbuhkan
dan mengembangkan sifat, sikap atau karakter bhakti (sujud, hormat-menghormati,
pengabdian, pelayanan) seperti sujud bhakti kehadapan Tuhan dalam bentuk
sembahyang/sandhya, setiap saat hendaknya selalu ingat terhadap Tuhan karena
Beliau Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk hidup dan seluruh
ciptaan-Nya. Beberapa karakter bhakti ini arah gerak putarannya internalisasi
yaitu ke dalam diri individu manusia yang secara vertikal dalam pendakian
spiritualnya adalah membangun atau menumbuhkan rasa bhakti untuk menjalin
hubungan yang harmonis terhadap Tuhan dan segala manifestasinya. Sedangkan
karakter bhakti yang arah gerak putarannya eksternalisasi atau dalam putaran
keluar yaitu di arahkan terhadap sesamanya dan lingkunga hidupnya yang hidup
bersama di dunia ini. Kemudian arah gerak horizontal dalam strutur sosial
merupakan lingkaran organ-organ tubuh sosio yang saling melengkapi dan saling
membutuhkan satu sama yang lainnya, sehingga sikap saling hormat-menghormati,
kesalehan, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan jalinan yang harmonis
terhadap sesama dan lingkungan hidupnya yang tidak boleh diabaikan. Membangun
atau menumbuhkan sikap atau karakter bhakti seperti sujud, hormat-menghormati,
pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dengan jalinan yang harmonis di
antara organ-organ tubuh sosial merupakan wujud dari Teologi Sosial yang
merujuk pada konsep Manusia Kosmik (Tuhan yang digambarkan sebagai Manusia
Semesta atau Manusia Maha Besar). Hanya melalui konsep Manusia Kosmos sebagai
asal mula keberadaan manusia, maka seluruh manusia akan mampu menyadari dan
mewujudkan kesatuan sosial yang harmonis dengan menempatkan Tuhan sebagai Ayah,
Ibu, dan Datuk atau Pelindung seluruh alam semesta beserta seluruh mahluk
termasuk di dalamnya adalah manusia. Apabila semua manusia memiliki pemahaman
bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu bersemayam pada seluruh mahluk, tentu manusia
bukan saja tidak tega menyakiti setiap mahluk, tetapi manusia akan memiliki
kasih sayang terhadap setiap mahluk sebagaimana ia ber-bhakti atau mengasihi
Tuhan Yang Maha Esa. Sangat disayangkan dewasa ini manusia kurang sabar menahan
segala gejolak emosi atau keinginan, sehingga banyak manusia membunuh mahluk
dan bahkan membunuh manusia hanya untuk melampiaskan keinginannya. Sehingga
rasa cinta kasih dalam hati terhadap semua mahluk benar-benar hilang, jangankan
terhadap hewan dan tumbuhan, bahkan cinta kasih sayang terhadap sesama manusia
saja sudah mengalami krisis hingga sampai pada devisit cinta yang kronis. Oleh
sebab itu kehidupan nampak semakin mengerikan, sesama manusia seolah-olah
hendak saling memangsa. Si kuat memangsa si lemah, si kaya memangsa si miskin, si
pinter memangsa si bodoh, perseisihan terus terjadi. Padahal, jika saja manusia
mau belajar secara baik, setiap manusia akan menemukan dirinya dan diri orang
lain sebagai bagian dari jaring-jaring sistem dan di dalam jaring-jaring sistem
itu Tuhan Yang Maha Esa berdiri.
Wasana kata semoga semua mahkluk
berpandangan sebagai seorang sahabat, semoga masyarakat manusia memandang semua
mahkluk sebagai sahabat, semoga saling berpandangan penuh persahabatan. Semoga
dapat menciptakan kedamaian di Langit, damai di Angkasa, damai di Bumi, damai
di Air, damai pada Tumbuh-tumbuhan, damai pada Pepohonan, damai seluruh
sekalian alam sakala dan niskala (alam nyata dan alam sunya/akhirat). Semoga
dalam hidup dan kehidupan ini masyarakat manusia dapat menumbuhkan persahabatan
untuk menciptakan kedamain di alam semesta ini, sehingga terbentuk sebuah
pondasi kedamaian yang kuat masa kini dan masa datang. Apabila kedamaian sudah
ditanamkan dan ditumbuhkan di alam semesta maka akan tercipta cahaya-cahaya
ke-Ilahian (jyoti) dalam diri manusia (divine Man), Cahaya-cahaya ke-Ilahian
dalam kehidupan sosial masyarakat (divine Sociati), dan cahaya ke-Ilahian dalam
lingkungan hidup (divine Ekosistem) sebagai modal dasar guna mewujudkan
kesalehan dan keharmonisan sosial.
Awal, Tengah dan Akhir Sudha Nirmala (Suci Tanpa Noda)Merupakan
Sthana Tuhan (Linggam Yoni)
Penciptaan Pemeliharaan Peleburan, Permulaan Pertengahan
Pengakhiran,Pikiran Perkataan Perbuatan dalam Kejujuran,Kelahiran yang demikian
merupakan sthana Brahman.
Om Linggam Yoni.Om Shanti.
No comments:
Post a Comment