Rama Awatara
Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma)
atau Ramacandra (Sanskerta: रामचन्द्र; Rāmacandra)
adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu,
ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada
zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang
terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari
pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya
"Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
Rāmá dalam
kitab Regweda dan Atharwaweda adalah
kata sifat yang berarti "gelap, hitam", atau kata
benda yang berarti "kegelapan", bentuk feminim dari kata sifat
tersebut adalah rāmī. Dua Rama muncul dalam pustaka Weda, dengan nama
keluarga Mārgaweya dan Aupataswini; Rama yang lain muncul dengan nama keluarga
Jāmadagnya yang dianggap sebagai penulis himne Regweda.
Menurut Monier-Williams, tiga Rama
dihormati pasca masa Weda, yaitu :
- Rama-candra ("Rama-rembulan"), putra Dasarata, keturunan Raghu dari Dinasti Surya.
- Parashu-rāma ("Rama besenjata kapak"), awatara Wisnu yang keenam, kadangkala dianggap sebagai Jāmadagnya, atau sebagai Bhārgawa Rāma (keturunan Bregu), seorang "Chiranjiwin" atau makhluk abadi.
- Bala-rāma ("Rama yang kuat"), juga disebut Halāyudha (bersenjata bajak saat bertempur), kakak sekaligus teman dekat Kresna, awatara Wisnu yang kedelapan.
Dalam Wisnu sahasranama,
Rama adalah nama lain Wisnu yang ke-394. Dalam interpretasi dari komentar Adi Sankara,
yang diterjemahkan oleh Swami Tapasyananda dari Misi Ramakrishna, Rama
memiliki dua pengertian: 1) Brahman yang maha kuasa yang menganugerahkan para yogi; 2) Ia (Wisnu) yang meninggalkan
kahyangan untuk menitis kepada Rama, putera Dasarata.
Ram atau yang dikenal
di Jawa dengan sebutan Rama, adalah reinkarnasi Dewa Wisnu yang ke-7 (di
antara 10 awatara Wisnu;
atau yang ke-22 di antara 25 awatara Wisnu), turun kedunia sebelum Dewa Wisnu
bereinkarnasi menjadi Dewa Kresna.
Dalam wiracarita Ramayana diceritakan
bahwa sebelum Rama lahir, seorang raja raksasa bernama Rahwana telah
meneror Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa cemas. Atas hal
tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar
beliau bersedia menyelamatkan alam beserta isinya. Para dewa juga
mengeluh kepada Brahma, yang telah memberikan anugerah kepada Rahwana sehingga
raksasa tersebut menjadi takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka memohon
agar Wisnu bersedia
menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan dharma serta
menyelamatkan orang-orang saleh. Dewa Wisnu menyatakan bahwa ia bersedia
melakukannya. Ia berjanji akan turun ke dunia sebagai Rama, putera raja Dasarata dari Ayodhya.
Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh Naga Sesa yang akan
mengambil peran sebagai Laksmana, serta Laksmi yang akan
mengambil peran sebagai Sita.
Ayah Rama adalah Raja Dasarata dari Ayodhya, sedangkan ibunya adalah Kosalya. Dalam Ramayana iceritakan bahwa Raja Dasarata yang
merindukan putera mengadakan upacara bagi para dewa, upacara yang disebut Putrakama
Yadnya. Upacaranya diterima oleh para Dewa dan utusan mereka memberikan
sebuah air suci agar diminum oleh setiap permaisurinya. Atas anugerah tersebut,
ketiga permaisuri Raja Dasarata melahirkan putera. Yang tertua bernama Rama,
lahir dari Kosalya. Yang kedua adalah Bharata, lahir dari Kekayi, dan yang terakhir adalah Laksmana dan Satrugna, lahir dari Sumitra. Keempat pangeran tersebut tumbuh
menjadi putera yang gagah-gagah dan terampil memainkan senjata di bawah
bimbingan Resi Wasista.
Pada suatu hari,
Resi Wiswamitra datang
menghadap Raja Dasarata. Dasarata tahu benar watak resi tersebut dan
berjanji akan mengabulkan permohonannya sebisa mungkin. Akhirnya Sang Resi
mengutarakan permohonannya, yaitu meminta bantuan Rama untuk mengusir
para rakshasa yang
mengganggu ketenangan para resi di hutan. Mendengar permohonan tersebut,
Raja Dasarata sangat
terkejut karena merasa tidak sanggup untuk mengabulkannya, namun ia juga takut
terhadap kutukan Resi Wiswamitra. Dasarata merasa anaknya masih terlalu muda untuk
menghadapi para rakshasa, namun Resi Wiswamitra menjamin keselamatan Rama.
Setelah melalui perdebatan dan pergolakan dalam batin, Dasarata mengabulkan
permohonan Resi Wiswamitra dan mengizinkan puteranya untuk membantu para resi.
Di tengah hutan, Rama
dan Laksmana memperoleh
mantra sakti dari Resi Wiswamitra, yaitu bala dan atibala.
Setelah itu, mereka menempuh perjalanan menuju kediaman para resi di
Sidhasrama. Sebelum tiba di Sidhasrama, Rama, Laksmana,
dan Resi Wiswamitra melewati hutan Dandaka.
Di hutan tersebut, Rama mengalahkan rakshasi Tataka dan
membunuhnya. Setelah melewati hutan Dandaka, Rama sampai di Sidhasrama bersama
Laksmana dan Resi Wiswamitra. Di sana, Rama dan Laksmana melindungi para resi dan berjanji
akan mengalahkan rakshasa yang ingin mengotori pelaksanaan yadnyayang
dilakukan oleh para resi. Saat rakshasa Marica dan Subahu datang
untuk megotori sesajen dengan darah dan daging mentah, Rama dan Laksmana tidak
tinggal diam. Atas permohonan Rama, nyawa Marica diampuni
oleh Laksmana,
sedangkan untuk Subahu, Rama tidak memberi ampun. Dengan senjata Agneyastra atau
Panah Api, Rama membakar tubuh Subahu sampai menjadi abu. Setelah Rama membunuh
Subahu, pelaksanaan yadnya berlangsung dengan lancar dan aman.
Wiswamitra mendengar
adanya sebuah sayembara di Mithila demi
memperebutkan Dewi Sita.
Ia mengajak Rama dan Laksmana untuk mengikuti sayembara tersebut. Mereka
menyanggupinya. Setibanya di sana, Rama melihat bahwa tidak ada orang yang
mampu memenuhi persyaratan untuk menikahi Sita, yaitu mengangkat serta
membengkokkan busur Siwa.
Namun saat Rama tampil ke muka, ia tidak hanya mampu mengangkat serta
membengkokkan busur Siwa, namun juga mematahkannya menjadi tiga. Saat busur itu
dipatahkan, suaranya besar dan menggelegar seperti guruh. Melihat kemampuan
istimewa tersebut, ayah Sita yaitu Raja Janaka, memutuskan
agar Rama menjadi menantunya. Sita pun senang mendapatkan suami seperti Rama.
Kemudian utusan
dikirim ke Ayodhya untuk
memberitahu kabar baik tersebut. Raja Dasarata girang
mendengar puteranya sudah mendapatkan istri di Mithila,
kemudian ia segera berangkat ke sana. Setelah menyaksikan upacara pernikahan
Rama dan Sita,Wiswamitra mohon
pamit untuk melanjutkan tapa di Gunung Himalaya,
sementara Dasarata pulang
ke Ayodhya diikuti
oleh Resi Wasistha serta
pengiring-pengiringnya. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan Resi Parasurama,
yaitu brahmana sakti
yang ditakuti para ksatria. Parasurama memegang sebuah busur di bahunya yang
konon merupakan busur Wisnu. Ia sudah mendengar kabar bahwa Rama telah mematahkan
busur Siwa.
Dengan wajah yang sangar, ia menantang Rama untuk membengkokkan busur Wisnu.
Rama menerima tantangan tersebut dan membengkokkan busur Wisnu dengan mudah.
Melihat busur itu dibengkokkan dengan mudah, seketika raut wajah Parasurama
menjadi lemah lembut. Rama berkata, "Panah Waisnawa ini
harus mendapatkan mangsa. Apakah panah ini harus menghancurkan kekuatan Tuan
atau hasil tapa Tuan?". Parasurama menjawab agar panah itu menghancurkan
hasil tapanya, karena ia hendak merintis hasil tapanya dari awal kembali.
Setelah itu, Parasurama mohon pamit dan pergi ke Gunung Mahendra.
Dasarata yang
sudah tua ingin mengangkat Rama sebagai raja. Dengan segera ia melakukan
persiapan untuk upacara penobatan Rama, sementara Bharata menginap di rumah pamannya yang
jauh dari Ayodhya.
Mendengar Rama akan dinobatkan sebagai raja, Mantara menghasut Kekayi agar
menobatkan Bharata sebagai raja. Kekayi yang semula
hanya diam, tiba-tiba menjadi ambisius untuk mengangkat anaknya sebagai raja.
Kemudian ia meminta agar Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja. Ia juga meminta
agar Rama dibuang ke tengah hutan selama 14 tahun. Dasarata pun terkejut dan
menjadi sedih, namun ia tidak bisa menolak karena terikat dengan janji Kekayi. Dengan
berat hati, Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja dan menyuruh Rama agar
meninggalkan Ayodhya. Sita dan Laksmana yang
setia turut mendampingi Rama. Tak berapa lama kemudian, Dasarata wafat dalam
kesedihan.
Sementara Rama
pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah
pamannya dan tiba di Ayodhya. Ia mendapati bahwa ayahnya telah wafat serta Rama
tidak ada di istana. Kekayi menjelaskan
bahwa Bharata-lah yang kini menjadi raja, sementara Rama mengasingkan diri ke
hutan. Bharata menjadi sedih mendengarnya, kemudian menyusul Rama.
Harapan Kekayi untuk
melihat puteranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di dalam hutan, Bharata
mencari Rama dan memberi berita duka karena Prabu Dasarata telah
wafat. Ia membujuk Rama agar kembali ke Ayodhya untuk
menjadi raja. Rakyat juga mendesak demikian, namun Rama menolak karena ia
terikat oleh perintah ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rama
menguraikan ajaran-ajaran agama kepada Bharata. Akhirnya Bharata membawa sandal
milik Rama dan meletakkannya di singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhya atas
nama Rama.
Saat menjalani masa
pengasingan di hutan, Rama dan Laksmana didatangi
seorang rakshasi bernama Surpanaka.
Ia mengubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dan menggoda Rama dan Laksmana.
Rama menolak untuk menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah beristri, maka ia
menyuruh agar Surpanaka membujuk Laksmana, namun Laksmana pun menolak.
Surpanaka iri melihat kecantikan Sita dan hendak
membunuhnya. Dengan sigap Rama melindungi Sita dan Laksmana
mengarahkan pedangnya kepada Surpanaka yang
hendak menyergapnya. Hal itu membuat hidung Surpanaka terluka. Surpanaka
mengadukan peristiwa tersebut kepada kakaknya yang bernama Kara.
Kara marah terhadap Rama yang telah melukai adiknya dan hendak membalas dendam.
Dengan angkatan perang yang luar biasa, Kara dan sekutunya menggempur Rama,
namun mereka semua gugur. Akhirnya Surpanaka melaporkan keluhannya kepada Rahwana di Kerajaan Alengka.
Rahwana marah dan hendak membalas perbuatan Rama. Ia mengajak patihnya yang
bernama Marica untuk
melaksanakan rencana liciknya.
Pada suatu hari, Sita melihat
seekor kijang yang
sangat lucu sedang melompat-lompat di halaman pondoknya. Rama dan Laksmana merasa
bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, namun atas desakan Sita, Rama memburu
kijang tersebut sementara Laksmana ditugaskan untuk menjaga Sita. Kijang yang diburu
Rama terus mengantarkannya ke tengah hutan. Karena Rama merasa bahwa kijang
tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya. Seketika hewan tersebut berubah
menjadi Marica,
patih Sang Rahwana.
Saat Marica sekarat, ia mengerang dengan keras sambil menirukan suara Rama.
Merasa bahwa ada sesuatu yang buruk telah menimpa suaminya, Sita menyuruh Laksmana agar
menyusul Rama ke hutan. Pada mulanya Laksamana menolak, namun karena Sita
bersikeras, Laksmana meninggalkan Sita. Sebelumnya ia sudah membuat lingkaran
pelindung agar tidak ada orang jahat yang mampu menculik Sita. Rahwana yang
menyamar sebagai brahmana, menipu Sita sehingga Sita keluar dari lingkaran
pelindung dan diculik oleh Rahwana. Saat Laksmana menyusul
Rama ke hutan, Rama terkejut karena Sita ditinggal sendirian. Ketika mereka
berdua pulang, Sita sudah tidak ada.
Setelah mendapati
bahwa Sita sudah menghilang, perasaan Rama terguncang. Laksmana mencoba
menghibur Rama dan memberi harapan. Mereka berdua menyusuri pelosok gunung,
hutan, dan sungai-sungai. Akhirnya mereka menemukan darah tercecer dan
pecahan-pecahan kereta, seolah-olah pertempuran telah terjadi. Rama berpikir
bahwa itu adalah pertempuran raksasa yang memperebutkan Sita, namun tak lama
kemudian mereka menemukan seekor burung tua sedang sekarat. Burung tersebut
bernama Jatayu,
sahabat Raja Dasarata. Rama mengenal burung tersebut dengan baik dan dari
penjelasan Jatayu, Rama tahu bahwa Sita diculik Rahwana. Setelah memberitahu
Rama, Jatayu menghembuskan napas terakhirnya. Sesuai aturan agama, Rama
mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Jatayu.
Dalam perjalanan
menyelamatkan Sita,
Rama dan Laksmana bertemu
raksasa aneh yang bertangan panjang. Atas instruksi Rama, mereka berdua
memotong lengan raksasa tersebut dan tubuhnya dibakar sesuai upacara. Setelah
dibakar, raksasa tersebut berubah wujud menjadi seorang dewa bernama
Kabanda. Atas petunjuk Sang Dewa, Rama dan Laksamana pergi ke tepi sungai Pampa dan
mencari Sugriwa di
bukit Resyamuka karena Sugriwa-lah yang mampu menolong Rama. Dalam perjalanan
mereka beristirahat di asrama Sabari, seorang wanita tua yang dengan setia menantikan
kedatangan mereka berdua. Sabari menyuguhkan buah-buahan kepada Rama dan Laksmana.
Setelah menyaksikan wajah kedua pangeran tersebut dan menjamu mereka, Sabari meninggal
dengan tenang dan mencapai surga.
Dalam misi menyelamatkan Sita, Rama dan Laksmana melanjutkan perjalanannya sampai ke
sebuah daerah yang dihuni para kera dengan rajanya bernama Sugriwa. Sebelum berjumpa dengan Sugriwa, Rama
bertemu dengan Hanoman yang menyamar menjadi brahmana. Setelah bercakap-cakap agak lama,
Hanoman menampakkan wujud aslinya dan mengantar Rama menuju Sugriwa. Sugriwa menyambut kedatangan Rama di
istananya. Tak berapa lama kemudian mereka saling menceritakan masalah
masing-masing. Akhirnya Rama dan Sugriwa mengadakan perjanjian bahwa mereka
akan saling tolong menolong. Rama berjanji akan merebut kembali Kerajaan Kiskenda dari Subali sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu
Rama mencari Sita.
Kemudian Sugriwa dan Rama beserta rombongannya pergi menuju kediaman Subali di Kiskenda. Di sana Subali dan Sugriwa bertarung.
Setelah pertarungan sengit berlangsung agak lama, Rama mengakhiri riwayat
Subali. Sesuai dengan janjinya, Sugriwa bersedia membantu Rama mencari Sita. Ia
mengirim Hanoman sebagai utusan Sang Rama. Setelah
Hanoman menemukan Sita di Alengka, ia mengumumkan kabar gembira kepada Rama.
Atas petunjuk Hanoman, bala tentara wanara berangkat menuju Kerajaan Alengka.
Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Wibisana, adik Sang Rahwana, datang menghadap Rama dan mengaku akan
berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan persahabatan yang kekal, Rama
menobatkannya sebagai Raja Alengka meski Rahwana masih hidup dan belum
dikalahkan. Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk memikirkan cara
menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Akhirnya
Rama menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan Dewa Baruna. Selama tiga hari Rama berdo'a dan tidak mendapat jawaban,
akhirnya kesabarannya habis. Kemudian ia mengambil busur dan panahnya untuk
mengeringkan lautan. Melihat laut akan binasa, Dewa Baruna datang memohon maaf
atas kesalahannya. Dewa Baruna menyarankan agar para wanara membuat jembatan
besar tanpa perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan. Nila ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut. Setelah bekerja
dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang singkat dan
diberi nama "Ramasetu".
Setelah jembatan
rampung, Rama dan pasukannya menyeberang ke Alengka.
Pada pertempuran pertama, Anggada menghancurkan menara Alengka. Untuk meninjau
kekuatan musuh, Rahwana segera mengirim mata-mata untuk menyamar
menjadi wanara dan
berbaur dengan mereka. Penyamaran mata-mata Rahwana sangat rapi sehingga banyak
yang tidak tahu, kecuali Wibisana. Kemudian Wibisana menangkap mata-mata tersebut dan
membawanya ke hadapan Rama. Di hadapan Rama, mata-mata tersebut memohon
pengampunan dan berkata mereka hanya menjalankan perintah. Akhirnya Rama
mengizinkan mata-mata tersebut untuk melihat-lihat kekuatan tentara Rama dan
berpesan agar Rahwana segera mengambalikan Sita. Mata-mata tersebut
sangat terharu dengan kemurahan hati Rama dan yakin bahwa kemenangan akan
berada di pihak Rama.
Pada hari pertempuran
terahir, Dewa Indra mengirim
kereta perangnya dan meminjamkannya kepada Rama. Kusir kereta tersebut bernama
Matali, siap melayani Rama. Dengan kereta ilahi tersebut, Rama melanjutkan peperangan
yang berlangsung dengan sengit. Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu bertahan.
Akhirnya Rama melepaskan senjata Brahma Astra ke
dada Rahwana.
Senjata sakti tersebut mengantar Rahwana menuju kematiannya. Seketika
bunga-bunga bertaburan dari surga karena menyaksikan kemenangan Rama. Wibisana meratapi
jenazah kakaknya dan sedih karena nasihatnya tidak dihiraukan. Sesuai aturan
agama, Rama mengadakan upacara pembakaran jenazah yang layak bagi Rahwana
kemudian memberikan wejangan kepada Wibisana untuk membangun kembali
Negeri Alengka.
Setelah Rahwana dikalahkan, Sita kembali
ke pelukan Rama dan mereka kembali ke Ayodhya bersama Laksmana, Sugriwa, Hanoman dan
tentara wanara lainnya.
Di Ayodhya, mereka disambut oleh Bharata dan Kekayi. Di sana
para wanara diberi hadiah oleh Rama atas jasa-jasanya.
Festival dan Pemujaan Untuk Rama Sita
Hari kelahiran Rama,
dan juga pernikahannya dengan Sita,
diperingati oleh umat Hindu di India sebagai Rama Navami.
Perayaan itu jatuh pada hari kesembilan dalam kalender lunar Hindu, atau Chaitra
Masa Suklapaksha Nawami. Perayaan itu dipandang sebagai hari pernikahan
Rama dengan Sita, dan juga hari ulang tahun Rama. Orang-orang biasanya
melakukan Kalyanotsawam (peringatan hari pernikahan) terhadap
patung Rama dan Sita di rumah masing-masing, dan di sore hari patung-patung itu
diarak ke jalan. Hari itu disebut juga akhir dari sembilan hari utsawam yang
disebut Wasanthothsawam (festival musim semi),
yang dimulai dengan Ugadi. Beberapa hal menarik dari festival ini
yaitu:
- Kalyanam (upacara pernikahan yang dipimpin pendeta kuil) di Bhadrachalam, di tepi sungai Godawari di distrik Khammam, Andhra Pradesh.
- Panakam, minuman manis yang dipersiapkan, bahannya dari lada.
- Arak-arakan patung pada sore hari yang disertai dengan permainan air dan warna.
- Untuk perayaan itu, umat Hindu dianjurkan berpuasa (atau membatasi diri mereka dengan diet khusus).
- Kuil-kuil didekorasi dan cerita Ramayana dikumandangkan. Bersama dengan Rama, orang-orang juga memuja Sita,Laksmana and Hanoman.
Peristiwa kemenangan
melawan Rahwana beserta
para raksasa diperingati sebagai 10 hari Wijayadashami, yang juga
dikenal sebagai Dussehra. Ram Leela dipentaskan di
berbagai kampung, desa dan kota di India. Peristiwa kembalinya
Rama ke Ayodhya dan
juga hari pelantikannya diperingati sebagai Diwali, yang
juga dikenal sebagai Festival Cahaya. Perayaan ini merupakan
festival yang penting dan terkenal di India. Di Malaysia, Diwali dikenal
sebagai Hari Deepavali, dan diperingati selama bulan ketujuh
menurut kalender solar Hindu. Perayaan Diwali di Malaysia mirip dengan tradisi
di Anak benua India. Di Nepal, Diwali dikenal sebagai Tihar dan
diperingati selama masa bulan Oktober/November.
Perayaan Diwali di negara tersebut agak berbeda dengan tradisi di India. Pada
hari pertama, para sapi dihormati dan diberi persembahan. Pada hari kedua,
anjing-anjing dihormati dan diberi makanan khusus. Pada hari ketiga, perayaan
Diwali mengikuti pola yang sama dengan di India, penuh lampu dan cahaya serta
banyak kegiatan sosial yang dilakukan. Pada hari keempat, Dewa kematian Yama, dipuja dan diberi
persembahan. Pada hari terakhir yaitu hari kelima, keluarga berkumpul dan
saling bersenda gurau.
Awatara Sebelumnya
|
Awatara Selanjutnya
|
No comments:
Post a Comment