Karma Phala
Karma phala berasal dari dua kata yaitu karma dan
phala. Karma berasal dari bahasa Sansekerta “Kr” yang berarti berbuat, bekerja,
bergerak, bertingkah laku dan phala berarti buah/hasil. Berdasarkan hukum sebab
akibat, atau aksi reaksi maka segala sebab pasti akan membuahkan akibat
(Phala). Karma phala berarti buah dari perbuatan yang telah dilakukan atau yang
akan dilakukan.
“Karma phala ngaran ika phalaning gawe hala
hayu” (Slokantara 68), Karma phala merupakan akibat (phala) dari baik buruk
suatu perbuatan (karma).
Karma phala memberi optimisme kepada setiap manusia, bahkan
semua makhluk hidup. Dalam ajaran ini, semua perbuatan akan mendatangkan hasil
bagi yang berbuat. Apapun yang kita perbuat, seperti itulah hasil yang akan
kita terima. Yang menerima adalah yang berbuat, bukan orang lain. Karma Phala
adalah sebuah Hukum Universal bahwa setiap perbuatan akan mendatangkan hasil.
Dalam konsep Hindu, berbuat itu terdiri atas: perbuatan melalui
pikiran, perbuatan melalui perkataan, dan perbuatan melalui tingkah laku, Ketiganya
lah yang akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat.Kalau perbuatannya baik,
hasilnya pasti baik, demikian pula sebaliknya.
Dalam masa kehidupannya, setiap mahluk tidak
akan putus-putusnya melakukan karma, oleh karena nya tidak akan putus-putus
pula karma phala yang dinikmatinya. Ada yang sempat menikmatinya pada masa
kehidupannya saat ini, ada pula yang dinikmatinya pada masa hidupnya yang akan
datang, serta ada pula yang akan dinikmatinya di akhirat kelak.
Karma Phala terbagi atas tiga, yaitu:
1.
Sancita Karma Phala (Phala/Hasil yang diterima pada kehidupan
sekarang atas perbuatannya di kehidupan sebelumnya). Sancita Karma
Phala adalah Phala hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang
belum habis dinikmati, merupakan benih yang akan menentukan kehidupan kita
sekarang. Contoh dari hal ini adalah kelahiran manusia yang berbeda-beda, ada
yang lahir dengan wajah rupawan atau buruk rupa, lahir di keluarga kaya atau
miskin, tubuh yang cacat atau normal, hidup senang atau susah dan lain
sebagainya, semuanya itu tidak lepas dari phala yang diperoleh akibat
perbuatannya di kehidupannya terdahulu.
2.
Prarabdha Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada
kehikupan saat ini dan Phalanya akan diterima pada kehidupan saat ini
juga).Prarabdha Karma Phala adalah Phala hasil perbuatan kita di kehidupan
ini yang dinikmati saat ini juga tanpa tersisa lagi. Contohnya, kita bekerja
untuk mendapatkan hasil kerja untuk menikmati kehidupan yang lebih baik.
3.
Kryamana Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada
kehidupan saat ini, namun Phalanya akan dinikmati pada kehidupan yang akan
datang). Ryamana Karma Phala adalah Phala hasil perbuatan yang tidak
sempat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima di kehidupan yang
akan datang.
Ada pula pembagian Karma phala berdasarkan
jenis karma yang dilakukannya yaitu :
Karma Sangga, yaitu segala perbuatan
atau tugas kewajiban yang berhubungan dengan keduniawian, menyangkut kehidupan
sosial manusia. Bila seseorang karyawan bekerja dengan tenaga jasmaninya akan
menerima upah yang disebut “Karma Kara”, sedangkan karyawan yang bekerja dengan
tenaga rohani/pikirannya akan menerima upah yang disebut “Karma Kesama”.
Karma Yoga, yaitu segala perbuatan
yang dilakukan tanpa terikat keduniawian, tanpa memikirkan upahnya, karena keyakinan
bahwa segala yang dilakukannya adalah atas kehendak Hyang Widhi sesuai dengan
ethika agamanya.
Adapun yang mengadili/menentukan phala
terhadap perbuatan yang dibawa oleh atma di akhirat dan dalam penjelmaan yang
akan datang adalah Hyang Widhi, kerena beliaulah saksi agung yang Maha Tahu
segala perbuatan mahluk (manusia). Pada saat beliau mengadili amal dan dosa
dari perbuatan yang dibawa oleh atma, beliau bergelar Sang Hyang Yama Dipati,
beliau memiliki bala tentara yang disebut dengan “Cikra Bala”, Jogor Manik
bertugas menyiksa atma yang berdosa, Sang Suratma bertugas mencatat baik buruk
karma dari semua mahluk di dunia.
Secara filsafat, Sang Suratma adalah alam
pikiran atau Suksma Sarira (Badan Astral) dari mahluk yang merupakan tempat
tercatatnya segala subha dan asubha karma (amal dosa perbuatan) dari mahluk ,
sehingga selalu dan tetap berbekas dalam alam pikirannya.
“Asing sagawenya dadi manusa ya ta iningetan
de Bhatara Widhi, Apan sira pinaka paracaya Bhatara ring subha asubha karma
ning janma” (Wraspati Tattwa – 22), Segala apa yang diperbuat dalam penjelmaan
menjadi manusia, semua itulah dicatat oleh Bhatara Widhi (Tuhan) karena dia
sebagai hakim dari baik buruk (amal dosa) perbuatan manusia.
“Bhatara Dharma ngaran nira Bhatara Yama, Sang
Kuma yatnaken subha asubha prawertti nikang sekala janma” (Agastiya Parwa
335-15), Bhatara Dharma juga bergelar Bhatara Yama yang mengamati dan mengadili
baik buruk perbuatan manusia, dan karma itu memberikan akibat yang besar
terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia.
Pengaruh Karma pulalah yang menentukan corak
serta nilai dari watak manusia. Karma yang baik menciptakan watak yang baik,
demikian pula sebaliknya, karma yang buruk memberikan watak yang buruk pula.
Segala macam karma yang dilakukan oleh mahluk terutama manusia akan tercatat
selalu dalam alam pikirannya yang kemudian menjadi watak dan berpengaruh pula
terhadap atmanya, hukum karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja diterima
olehnya sendiri tapi juga diwarisi oleh keturunannya kelak.
“Sarwesam anyatha rupam jnanam anyat prawarata
matur jnana nughawena praja wai cubhacubha”(Agastya parwa 382-4), Semua mahluk
berbeda-beda rupa, watak dan keadaan hidup leluhurnya maka mahluk itu menemui
kebahagiaan dan penderitaan (baik dan buruk).
“Papam karma krtam kincid jadi tasmin na
drasyate nrpate satya putresu putreswapi ca nap tran” (Santi parwa 129-21),
Walaupun phala kejahatan perbuatan seseorang tiada terlihat pada orang itu
sendiri, meskipun raja, namun pasti akan terlihat pada anak cucu sampe buyutnya
juga.
“Bhatara Dharma ngaran ira Bhatara Yama
sang kumayatnaken cubhacubha prawrti
sekala janma”. (Agastya Parwa 355.15)
Bhatara Dharma (juga) bergelar Bhatara Yama (sebagai Dewa Keadilan), adalah pelindung keadilan yang mengamat-amati (mengadili) baik buruk perbuatan manusia. Baik buruk dari (karma) itu akan memberi akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia.
sang kumayatnaken cubhacubha prawrti
sekala janma”. (Agastya Parwa 355.15)
Bhatara Dharma (juga) bergelar Bhatara Yama (sebagai Dewa Keadilan), adalah pelindung keadilan yang mengamat-amati (mengadili) baik buruk perbuatan manusia. Baik buruk dari (karma) itu akan memberi akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia.
Jadi hukum karma phala tidaklah menyebabkan
manusia putus asa memberi effect negatif sehingga manusia menjadi patalis,
pasif dan apatis atau menyerah pada nasib aja, melainkan memberikan dorongan
spiritual aktif, dynamis dan positif kepada umat manusia untuk berbuat baik
dalam mengatasi segala macam penderitaan hidupnya lahir bathin, sehingga akan
membentuk watak manusia susila dengan karmanya yang tinggi.
No comments:
Post a Comment