viral

loading...

Sunday, December 7, 2014

Kajeng Kliwon

Pelaksanaan Upacara Kajeng Kliwon

Budaya Bali
Ladang Informasi - Agama Hindu memiliki banyak sekali ritual-ritual yang harus dilaksanakan dengan tujuan untuk ketentraman dan kelestarian hubungan antara Tuhan, sesama Manusia dan alam
semesta. Dalam ajaran Agama Hindu, khususnya di Bali, ada yang dikenal dengan upacara Kajeng Kliwon. Kajeng Kliwon adalah peringatan hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai manusia yang melaksanakan dharma.

Upacara Kajeng Kliwon diperingati setiap 15 hari sekali yaitu pada saat pertemuan Triwara Kajeng dengan Pancawara Kliwon. Kajeng Kliwon termasuk dalam upacara Dewa Yadnya, Dewa Yadnya sendiri mempunyai arti upacara korban suci/persembahan yang tulus ikhlas kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dan seluruh manifestasi- Nya.

Umat Hindu di Bali mempercayai Kajeng Kliwon merupakan hari suci dan keramat yang harus diupacarai. Setiap 210 hari ada hari Kajeng Kliwon khusus yang disebut Pemelastali atau Watugunung runtuh.
Kajeng Kliwon  merupakan hari pemujaan terhadap Sanghyang Siwa yang diyakini pada hari tersebut Sang Hyang Siwa bersemadi. Pada hari Kajeng Kliwon umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen dan persembahan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, sedangkan di tanah, sesajen dan persembahan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Durgha Bucari.

Sesajen yang dipersembahkan hampir sama dengan upacara kliwon yang dilakukan pada hari Kliwon biasa, hanya saja sesajen pada Kajeng Kliwon ini ditambah dengan nasi kepel lima warna, yaitu merah, putih, hitam, kuning dan coklat, beberapa bawang putih dan tuak/arak berem. pada bagian atas, di ambang pintu gerbang harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Dengan sesajen yang dipersembahkan ini  diharapkan rumah tangga dan anggota keluarga mendapatkan keselamatan selain itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih atas apa yang telah diberikan Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

Dalam mitologi tersebut juga dijelaskan maksud dan tujuan menghaturkan segehan manca warna ini yang merupakan perwujudan bhakti dan sradha kita kepada Hyang Siwa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari.



Berarti dengan segehan tersebut, kita telah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan Skalanya kita selalu berbuat Tri Kaya Parisudha, dan Niskalanya menyomyakan bhuta menjadi dewa dengan harapan dunia ini menjadi seimbang.  Sebagaimana dijelaskan pula bahwa, saat malam kajeng kliwon sering dianggap sebagai malam sangkep leak yang pada umumnya sebagaimana disebutkan, pada malam kajeng kliwon ini para shakta aji pangliyakan akan berkumpul mengadakan puja bakti bersama untuk memuja Shiva, Durga dan Bhairawi. Hal ini biasanya dilaksanakan di Pura DalemPura Prajapati atau di Kuburan.



Sehingga pada saat kajeng kliwon, dalam babad bali disebutkan agar dapat melaksanakan upacara yadnya yang hampir sama dengan upacara Keliwon biasanya, hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: 
merah, putih, hitam, kuning, brumbun. Tetabuhannya adalah tuak / arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan, canang burat wangi dan canang yasa.

Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Tiga Bhucari : Sang Butha Bucari, Sang Kala Bucari, dan Sang Durgha Bucari.

Umat Hindu Bali tetap taat menjalankan adat dan Tradisi agar keseimbanagn alam terus lestari. Ini merupakan aplikasi dari ajaran Tri Hita Karana dalam Hindu, yaitu tiga cara untuk menyeimbangkan alam semesta agar selalu damai.

No comments:

Post a Comment